Wanprestasi Dan Penyelesaiannya Menurut Kontrak Production Sharing

73 waktu tertentu, oleh karena dengan dilampauinya waktu itu, maka berarti debitur telah tidak memenuhi perikatan. Demikian juga bahwa peringatanpernyataan lalai dinyatakan perlu untuk perikatan yang tidak dipenuhi pada waktunya. Sebab debitur masih bersedia memenuhi prestasi, hanya saja terlambat. Dengan lembaga itu, debitur masih diberikan kesempatan untuk memenuhi perikatan. Apabila debitur tidak memenuhi perikatannya wanprestasi ataupun pada perikatan-perikatan dimana pernyataan lalai tidak disampaikan kepada debitur, tetapi tidak diindahkannya, maka debitur katakana tidak memenuhi perikatan. Dalam hal debitur salah berprestasi, maka tidak diperlukan somasi karena debitur sudah berada dalam keadaan lalai 100 . Dari sikap dan perbuatan debitur adakalanya sudah bisa disimpulkan bahwa debitur tidak mau berprestasidan karenanya tidak perlu dilancarkan somasi. Dalam hal debitur salah berprestasi, kesalahan itu ada pada prestasinya sendiri, bukan pada keterlambatannya.

F. Wanprestasi Dan Penyelesaiannya Menurut Kontrak Production Sharing

1. Perikatan dalam Kontrak Dalam hubungan kerja sama, tentu saja terjadi suatu perikatan, yaitu suatu hubungan hukum antara kreditur dan debitur. Karena sumber kewajiban debitur adalah perikatan perlu untuk diberikan batasan, apa yang dimaksud perikatan dalam hubungan hukum tersebut. Dalam arti sempit, perikatan ialah suatu hubungan hukum dalam lapangan hukum kekayaan, dimana satu pihak-pada sisi debitur-ada kewajiban. Unsur “lapangan kekayaan“, ciri inilah yang 100 J. Satrio, Op.cit. Universitas Sumatera Utara 74 membedakannya dari perikatan dalam arti luas. Dalam arti sempit itulah yang dibicarakan tentang perikatan-perikatan yang diatur dalam Buku II dan Buku III B.W 101 . Inti pokok suatu perikatan adalah pada diri debitur ada kewajiban perikatan, ada kewajiban untuk memenuhi isi perikatan, dan di lain pihak ada kreditur, pihak yang berhak atas prestasi perikatan itu. Karena “perikatan” mendapat pengaturannya dalam Undang-undang-terutamanya dalam buku III B.W- maka pelanggarannya mendapatkan sanksi hukum atau dengan perkataan lain hak kreditur terhadap debitur mendapat perlindungan di dalam hukum. Dengan demikian, untuk adanya kewajiban prestasi pada pihak debitur, harus dibuktikan adanya perikatan, yang mewajibkan debitur berprestasi. Pada asalnya, kalau debitur wanprestasi, ada hak dari kreditur untuk menuntut ganti rugi, sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 1236 BW untuk perikatan yang berisi kewajiban untuk memberikan sesuatu, dalam Pasal 1239 BW untuk perikatan yang berisi kewajiban untuk berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu, dan Pasal 1243 BW untuk perikatan yang berisi kewajiban untuk memberikan atau melakukan sesuatu. Diperjelas dalam Pasal 1243 BW :”Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan, mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang ditentukan”. Jadi, Pasal 1243 BW tidak mengatakan bahwa dalm hal debitur wanprestasi, :”kreditur” hanya bisa menuntut ganti rugi. Hal ini ditambahkan dalam Pasal 1267 BW : 101 J.Satrio, Op.cit., hlm.18 Universitas Sumatera Utara 75 “ Pihak yang terhadapnya perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih, memaksa pihak yang lain unttk memenuhi persetujuan, jika hal itu masih dapat dilakukan, atau menuntut pembatan persetujuan, dengan penggantian biaya, kerugian dan bunga” Dalam Pasal diatas, kita melihat diakuinya hak kreditur untuk menuntut pemenuhan. Hak untuk menuntut pemenuhan adalah unsur esensil dari suatu perikatan karena tanpa adanya hak seperti itu, perikatan menjadi tidak ada artinya; kewajiban perikatan menjadi tidak berbeda dengan kewajiban moral. Dengan demikian, tanpa adanya Pasal 1267 BW pun, hak untuk pemenuhan-sesuai dengan sifat suatu perikatan-harus diberikan kepada kreditur 102 . 2. Penyelesaian Sengketa dalam Kontrak Production Sharing Apabila terjadi sengketa antara kedua belah pihak, mereka sepakat untuk menyelesaikan semua sengketa, baik yang terjadi sebelum ataupun sesudah pengakhiran perjanjian melalui : perujukan konsiliasi dan badan arbitrase. Dalam hal kedua belah pihak hendak mencari penyelesaian sengketa melalui cara konsiliasi, maka bagi Kontraktor asing, konsiliasi dilakukan sesuai dengan Peraturan Konsiliasi dari United Nations Commision on International Trade Law UNCITRAL yang terdapat dalam Resolusi 3552 Majelis Umum PBB tanggal 4 Desember 1980. Bagi Kontraktor nasional, konsiliasi dilakukan sesuai dengan peraturan konsiliasi yang dianut oleh Badan Arbitrase Nasional Indonesia. Dalam Article 22 The PSA Law of Russia telah ditentukan cara penyelesaian sengketa yang muncul antara Pemerintah Russia dengan investor dalam kaitannya dengan pelaksanaan Kontrak Production Sharing . Dalam ketentuan itu diitentukan bahwa penyelesaian sengketa dilakukan melalui Pengadilan Rusia atau arbitrase International yang berkedudukan di Paris. 102 J.Satrio, Op.cit. Universitas Sumatera Utara 76 Konsiliasi diatur di dalam Pasal 33 ayat 1 Piagam PBB dan International Chamber of Commerce ICC. Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan pengertian konsiliasi yaitu : suatu usaha untuk mempertemukan keinginan pihak yang berselisih untuk mencapai persetujuan dan menyelesaikan perselisihan tersebut. Sementara itu menurut Oppenhaim, konsiliasi adalah : “ Suatu proses penyelesaian sengketa dengan menyerahkannya kepada suatu komisi orang- orang yang bertugas menguraikan menjelaskan fakta-fakta dan biasanya setelah mendengar para pihak dan mengupayakan agar mereka mencapai suatu kesepakatan, membuat usulan– usulan suatu penyelesaian, namun keputusan tersebut tidak mengikat 103 . Di dalam UU No 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi tidak kita temukan Pasal yang mengatur tentang penyelesaian sengketa, jika terjadi sengketa antara Badan Pelaksana dengan Badan Usaha atau bentuk usaha tetap terhadap substansi Kontrak Production Sharing. Pola penyelesaian sengketa telah ditentukan dan dituangkan dalam Kontrak Production Sharing yang dibuat para pihak. Sebagai contoh, pola penyelesaian sengketa ini dapat kita temukan dalam standar Kontrak tentang Kontrak Production Sharing, yang dibuat antara Pertamina dengan Kontraktor, hal ini dituangkan dalam Section XI tentang Consultation dan Arbitration. Dalam section ini ada 2 hal yang diatur, yaitu tentang konsultasi antara Pertamina dengan Kontraktor dan arbitrase. Konsultasi ini diatur dalam Section XI.I. konsultasi antara Pertamina dan Kontraktor dapat dilakukan pada masa-masa atau waktu-waktu tertentu. Tujuannya untuk : 1. Membahas perkembangan pengoperasian minyak dan gas 2. Membuat pertimbangan baru atau kebijakan baru 3. Kemungkinan risiko yang akan dihadapi pada masa mendatang Pola penyelesaian sengketa yang diatur dalam section XI.2 dapat dilakukan dengan tahap yaitu Perdamaian dan Arbitrase. Pada tahap perdamaian, para pihak harus menjelaskan dan 103 Salim HS. Hukum Pertambangan Mineral Dan Batu Bara. Jakarta: Sinar Grafika, 2012, hlm 211. Universitas Sumatera Utara 77 memusyawarahkan tentang perselisihan yang timbul diantara mereka. Mereka akan melihat pada penafsiran terhadap substansi kontarak dan pelaksanaan Kontrak. Mereka tetap berusaha untuk menyelesaikan persoalan itu secara damai. Jika cara damai tidak dapat diselesaikan di antara mereka, Pertamina dan Kontraktor dapat menyelesaikannya melalui cara arbitrase. Jumlah wasitnya terdiri dari 3 orang dengan komposisi diantaranya : 1. Satu orang wasit yang berasal dari Pihak Pertamina 2. Satu orang wasit yang berasal dari Pihak Kontraktor 3. Satu orang wasit arbiter yang netral, yang dipilih dan ditunjuk oleh Pihak Pertamina dan Kontraktor. Pola penyelesaian sengketa ini kita temukan dalam standar Kontrak Production Sharing yang dibuat antara SKK Migas dengan Kontraktor. Pola penyelesaian sengketa diatur dalam seksi XI tentang Consultation and arbitration. Ada dua hal yang diatur dalam Seksi XI tersebut, yaitu : 1. Konsultasi 2. Arbitrase Konsultasi adalah perundingan yang dilakukan antara SKK Migas dengan Kontraktor. Dalam seksi 11.1 ditentukan dua hal yang dikonsultasikan antara SKK Migas dengan Kontraktor, yaitu : 1. Pelaksanaan operasi pengeboran minyak dan gas bumi 2. Penyelesaian masalah yang timbul antara SKK Migas dengan Kontraktor Timbulnya perselisihan antara SKK Migas dengan Kontraktor adalah karena SKK Migas atau Kontraktor tidak dapat melaksanakan prestasinya dengan baik sesuai dengan substansi Kontrak Production Sharing yang dibuat oleh para pihak. Apabila hal itu terjadi, cara pertama yang dilakukan oleh para pihak menyelesaikan secara damai dan persuasif. Artinya, para pihak melakukan perundingan untuk mencari kesepakatan tentang hal-hal yang dipersoalkannya. Cara Universitas Sumatera Utara 78 yang dilakukan adalah mengirimkan surat teguran dari salah satu pihak tentang hal-hal yang dipersoalkan. Dan dalam waktu 90 hari akan dilakukan perundingan antara kedua belah pihak Seksi 11.2 KPS. Apabila perselisihan tidak dapat diselesaikan cara damai, upaya yang dilakukan untuk menyelesaikan hal itu adalah menggunakan arbitrase Seksi 11.3 sampai dengan Seksi 11.5. jumlah wasitnya terdiri dari atas tiga orang, dengan komposisi diantaranya : 1. Satu orang wasit yang berasal dari pihak SKK Migas 2. Satu orang wasit yang berasal dari pihak Kontraktor 3. Satu orang wasit arbiter yang netral, yang dipilih dan ditunjuk oleh SKK Migas dan Kontraktor. Keberadaan arbiter dari para pihak dan seorang yang netral diharapkan nantinya untuk dapat menyelesaikan para arbiter wasit yang ditunjuk tidak dapat menyelesaikan persoalan atas mereka, para pihak dapat mengajukan persoalan tersebut kepada Presiden dari International Chamber of Commerce ICCkamar Dagang International di Paris. Kegiatan International Chamber of Commerce ICC dalam bidang arbitrase, yaitu dengan memberikan suatu metode penyelesaian sengketa yang murah dan cepat an inexpensive and quick method for settlement of dispute 104 . ICC inilah yang merupakan aturan hukum untuk menyelesaikan sengketa antara Pertamina dan Kontraktor. International Chamber of Commerce ICC merupakan lembaga yang berkedudukan di Paris. International Chamber of Commerce ICC adalah suatu organisasi yang tidak mencari keuntungan. fungsi organisasi ini adalah meningkatkan kerja sama perdagangan dunia, menentang proteksionisme dan menetapkan standar perdaganganinternasional yang luas, 104 Salim HS. Hukum Pertambangan, Mineral Dan Batu Bara. Jakarta: Sinar Grafika, 2012. Universitas Sumatera Utara 79 penurunan kendala-kendala perdagangan internasional serta berbagai sarana untuk saling menukar pandanganpikiran diantara para pengusaha. disamping fungsi itu, ICC memberikan pula jasa-jasa bisnis melalui organ atau lembag-lembaganya. salah satu organnya adalah The Court of Arbitration Peradilan Arbitrase yang berkedudukan di Paris. peradilan ini dibentuk 1923. lembaga ini merupakan pusat penyelesaian sengketa international di antara pihak-pihak yang tunduk pada Kontrak international. keputusan yang dikeluarkan oleh ICC adaalah keputusan yang final, maksudnya putusan itu merupakan putusan akhir dan tidak boleh diadakan banding atau kasasi. Di dalam UU No 22 tahun 2001, para pihak dalam Kontrak Production Sharing, yaitu badan pelaksana dengan badan usaha atau bentuk usaha tetap. Apabila terjadi sengketa antara badan usaha dengan badan pelaksana, hukum yang digunakan adalah hukum Indonesia karena kedua belah pihak merupakan badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan mereka tunduk kepada hukum Indonesia. Akan tetapi, apabila terjadi sengketa antara Bentuk Usaha tetap dengan Badan Pelaksana, para pihak menggunakan aturan dalam International Chamber of Commerce ICC karena Bentuk Usaha Tetap ini merupakan perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia. Dengan kata lain, dalam Kontrak itu adalah adanya unsur asing sehingga aturan hukum yang digunakan adalah International Chamber of Commerce ICC. Perusahaan Minyak dan Gas Bumi dengan Kontraktor telah ditentukan pola penyelesaian sengketa, yaitu dengan cara mediasi, konsiliasi, dan arbitrase. didalam model Kontrak itu tidak diatur secara lengkap tentang prosedur dan syarat-syarat di dalam penyelesaian sengketa itu berdasarkan konvensi internasional tersebut. BP Migas SKK migas memilih dalam bentuk konsultasi.

G. Pekerjaan Kontrak Secara Melawan Hukum

Dokumen yang terkait

Perlindungan Terhadap Investor dari Penerapan Ketentuan Pidana pada Perbuatan Wanprestasi Kontrak Bagi Hasil/Production Sharing Contract (Studi Kasus Pada PT Chevron Pacific Indonesia)

2 52 145

Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Ketentuan Kontrak Standar Pada Pembiayaan Syariah Bank Syariah Mandiri Dikaitkan Dengan Ketentuan Pasal 18 Undang-Undang Perlindungan Konsumen

1 78 148

Hubungan Pelaksanaan Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Pada PT Chevron Pacific Indonesia Duri Tahun 2011.

67 288 147

Penerapan Batas-Batas Antara Wanprestasi Dengan Perbuatan Melawan Hukum Dalam Suatu Perikatan

11 108 97

Akibat Hukum Wanprestasi Reksadana Dikaitkan Dengan Perlindungan Hukum Terhadap Investor (Studi di BNI 46 Cab. Medan)

1 38 102

Perlindungan Hukum Bagi Investor Terhadap Praktik Insider Trading Dalam Perdagangan Saham

0 34 139

Penerapan Ketentuan Pidana Dalam Kekerasan Fisik Terhadap Istri Dintinjau Dari Aspek Perlindungan Terhadap Korban (Studi Terhadap 4 (empat) Putusan Pengadilan Negeri)

0 43 139

Perlindungan Hukum Bagi Investor Terhadap Praktik Insider Trading Pada Pasar Modal di Indonesia

5 104 66

Analisis Perlindungan Hukum Bagi Anak Korban Tindak Pidana Perkosaan Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Anak (Studi Kasus Wilayah Hukum Lampung Utara)

1 17 51

BAB II PERLINDUNGAN TERHADAP INVESTOR BERDASARKAN KONTRAK - Perlindungan Terhadap Investor dari Penerapan Ketentuan Pidana pada Perbuatan Wanprestasi Kontrak Bagi Hasil/Production Sharing Contract (Studi Kasus Pada PT Chevron Pacific Indonesia)

0 0 40