102
masyarakat, termasuk melakukan upaya 3R Reduce, Reuse, Recycle dan Telah
Mengintegrasikan AMDAL UKL UPL dengan Sistem Manajemen Lingkungan Dasar Hukum Acuan Kriteria :PP 27 1999, Kep Men LH 862002.
Proyek bioremediasi PT CPI telah dikonfirmasi oleh pejabat dari lembaga pemerintah berwenang sebagai proyek yang telah taat hukum serta diawasi dan disetujui oleh pemerintah.
Pejabat SKK Migas, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral juga menyampaikan dalam pengadilan bahwa operasi proyek bioremediasi adalah sah
dan dibawah pengawasan pemerintah.
B. Perikatan Kontrak Dengan Perusahaan Rekanan PT Chevron Pacific Indonesia: PT
Green Planet Indonesia GPI Dan PT Sumigita Jaya SJ
Investasi Migas tidak saja memerlukan dana yang sangat besar tetapi juga penuh resiko dan ketidakpastian. Tentunya tidak mengherankan apabila auatu proyek migas digarap oleh beberapa
International Oil Company IOC. Bagi IOC, turut serta ambil bagian di beberapa proyek migas secara bersama-sama dalam bentuk kemitraan, juga dimaksudkan untuk mengoptimalkan
portofolio mereka yang menyebar di mancanegara. Salah satu manfaat pelaksanaan proyek migas yang dilaksanakan secara kemitraan adalah
proses saling bertukar pengalaman sesama perusahaan anggota kemitraan tersebut. dengan demikian, pelaksanaan proyek diharapkan dapat berlangsung dengan lebih efektif dan efisien.
namun demikian, harus diakui bahwa adanya beberapa perusahaan dalam suatu kemitraan akan
Universitas Sumatera Utara
103
membuat proses administrasi dan pengambilan keputusan menjadi lebih lambat dibanding dengan satu perusahaan saja.
134
PT Chevron Pacific Indonesia melaksanakan kegiatan Bioremediasi bersama tujuh kontraktor pengolah limbah, dua diantaranya adalah PT Green Planet Indonesia dan PT Sumi
Gita Jaya. Pihak penghasil limbah B3 dapat menyerahkan pengolahan limbah B3 yang dihasilkan kepada pengolah limbah. Hal ini diatur dalam PP No. 18 Tahun 1999 jo. PP No. 85 Tahun 1999.
Dalam melakukan pengolahan baik pihak penghasil limbah B3 maupun pihak pengolah yang dimaksud diatas pengolah limbah B3 wajib memenuhi ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam
PP tersebut. Persyaratan yang wajib dipenuhi yaitu berkaitan dengan teknis pengolahan dan juga persyaratan administratif. Pada Pasal 3 KepMenLH No.128 Tahun 2003 menyebutkan bahwa
ketentuan perizinan pengolahan limbah minyak bumi dan tanah terkontaminasi oleh minyak bumi mengacu pada Pasal 40 PP No. 18 Tahun 1999 tentang Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun, yang mana disebutkan bahwa pengolah wajib memiliki izin operasi dari Kepala Instansi yang bertanggung jawab.
Pelaksanaan bioremediasi oleh PT Chevron Pacific Indonesia, PT Green Planet Indonesia dan PT Sumi Gita Jaya dilakukan di 28 lahan yang terkontaminasi harus mengikuti tata cara
yang telah diatur dalam KepMenLH No.128 Tahun 2003. Bioremediasi baru dapat dilakukan setelah menganalisis tanah yang terkontaminasi, apakah konsentrasi maksimum TPH awal tidak
lebih dari 15 dan persyaratan-persyaratan lain yang tercantum dalam KepMenLH No.128 Tahun 2003. Kondisi tanah yang akan menerima bioremediasi yang dilakukan oleh PT Chevron
Pacific Indonesia dan PT Sumi Gita Jaya memiliki TPH awal kurang dari 15 yaitu rata-rata
134
Benny Lubiantara, Op.cit, hlm 31.
Universitas Sumatera Utara
104
1,73 sehingga proses bioremediasi dapat dilakukan di wilayah tersebut, karena tidak adanya batasan minimum dari TPH awal melainkan hanya ada batas maksimum yaitu sebesar 15.
Dengan demikian, bila melihat pada kedua peraturan yang mendasari pelaksanaan bioremediasi yang dilakukan oleh PT Chevron Pacific Indonesia, bioremediasi dapat dilakukan
oleh pihak ketiga yang dalam hal ini adalah PT Green Planet Indonesia dan PT Sumi Gita Jaya, dengan ketentuan PT Green Planet Indonesia dan PT Sumi Gita Jaya memenuhi persyaratan
yang tercantum dalam PP No. 18 Tahun 1999 jo. PP No. 85 Tahun 1999. PT Green Planet Indonesia dan PT Sumi Gita Jaya sebagai kontraktor pengolah limbah B3 yaitu peraturan
pelaksana bioremediasi, wajib memiliki izin operasi yang dikeluarkan oleh Kepala Instansi terkait. Yang mana instansi yang bertanggung jawab adalah di bidang pengendalian dampak
lingkungan hidup. Meskipun demikian, PP No. 18 Tahun 1999 jo. PP No. 85 Tahun 1999 tidak menjelaskan adanya kewajiban pihak pengolah untuk memiliki izin atau sertifikasi sebagai pihak
pelaksana bioremediasi, yang ada hanya izin operasi serta apabila kegiatan pengolahan terintegrasi dengan kegiatan pokok wajib memperolah izin operasi alat pengolahan limbah B3
yang juga dikeluarkan oleh Kepala Instansi yang bertanggung jawab. Sejauh ini, pelaksanaan bioremediasi ini disetujui dan diawasi oleh BP Migas SKK Migas dan Kementerian
Lingkungan Hidup. Kontraktor sebagai operator di lapangan.
C. Dimensi Kerugian Negara Dalam Perkara Bioremediasi