63
BAB III WANPRESTASI DALAM KONTRAK PRODUCTION SHARING
E. Wanprestasi Menurut KUHPerdata
1. Kontrak
Menurut Black Henry Campbell, Kontrak adalah suatu kesepakatan yang diperjanjikan promisssory agreement diantara dua atau lebih pihak yang dapat menimbulkan, memodifikasi
atau menghilangkan hubungan hukum
85
. KUHPerdata menjelaskan bahwa Kontrak dalam hal ini perjanjian adalah sebagai suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang lain atau lebih, vide Pasal 1313 KUHPerdata. Agar suatu Kontrak oleh hukum dianggap sah sehingga mengikat kedua belah pihak, maka Kontrak tersebut haruslah
memenuhi syarat-syarat tertentu. Pasal 1320 KUHPerdata menyatakan tentang Syarat sah sebuah kontrak, yakni
86
: 1.
kesepakatan kehendak, Syarat ini disebut juga syarat subjektif dari kontrak. suatu kesepakatan kehendak terhadap
suatu kontrak dimulai dari adanya unsur penawaran offer oleh salah satu pihak, diikuti oleh penerimaan penawaran acceptance dari pihak lainnya sehingga akhirnya suatu kontrak,
yang terutama untuk kontrak-kontrak bisnis kerapkali dilakukan secara tertulis. Bila syarat ini tidak dipenuhi berakibat kontrak tersebut dapat dibatalkan vernietigebaar, voidable.
2. kecakapan berbuat para pihak
85
Nandang Sudrajat, Teori dan Praktik Pertambangan Indonesia Menurut Hukum. Bandung: Pustaka Yustisia, 2010, hlm 39.
86
Munir Fuady, Hukum Kontrak dari sudut pandang hukum bisnis. Jakarta: PT Citra Aditya Bakti, 2001, hlm 45.
Universitas Sumatera Utara
64
Syarat ini disebut juga syarat subjektif dari kontrak, dengan konsekuensi yang sama dengan syarat sebelumnya. Para pihak dalam kontrak haruslah dalam keadaan “cakap berbuat”
bevoegd. Orang yang cakapberwenang berkontrak ialah semua orang, kecuali mereka yang tergolong sebagai: Orang yang belum dewasa, orang yang berada dibawah
pengampuan, orang yang dilarang oleh UU untuk melakukan perbautan tertentu. 3.
perihal tertentu Perihal tertentu berarti perihal yang merupakan objek dari sutu kontrak. Jadi suatu kontrak
harus mempunyai objek yang jelas. Hal ini penting untuk memberikan jaminan dan kepastian kepada pihak-pihak dan mencegah timbulnya kontrak fiktif.
4. kausa yang legal sebab-sebab yang halal
syarat kausa oorzaak yang legal untuk suatu kontrak adalah sebab mengapa kontrak itu dibuat. syarat ini muncul sebagai batasan dalam asas kebebasan betrkontrak agar setiap
kontrak dibuat tetap sesuai dengan norma yang ada. suatu kontrak dikatakan tidak mempunyai kausa yang legal jika kontrak tersebut antara lain melanggar prinsip-prinsip
kesusilaan atau ketertiban umum, disamping melanggar perundang-undangan. Ada beberapa syarat yang juga harus dipenuhi dalam berkontrak
87
: a.
Syarat Itikad Baik
Dalam Pasal 1338 ayat 3 KUHPerdata, suatu Kontrak haruslah dilaksanakan dengan itikad baik goeder trouw, bona fide. Perumusan dari Pasal 1338 ayat 3 mengindisikan bahwa
sebenarnya itikad baik bukan merupakan syarat sahnya suatu Kontrak sebagaimana syarat yang terdapat dalam Pasal 1320 KUHPerdata. unsur itikad baik hanya disyaratkan dalam hal
87
Munir Fuady, Op.cit.
Universitas Sumatera Utara
65
“pelaksanaan” dari suatu Kontrak, bukan pada “pembuatan” suatu Kontrak sebab, unsur “itikad baik” dalam hal pembuatan suatu Kontrak sudah dapat dicakup oleh unsur “kausa yang legal”
dari Pasal 1320 tersebut. Dapat saja kontrak dibuat secara sah, dalam arti memenuhi semua syarat sahnya kontrak dan
karenanya kontrak tersebut dibuat dengan itikad baik, tetapi justru pelaksanaannya misalnya dibelokkan ke arah yang merugikan salah satu pihak atau merugikan pihak ketiga. Artinya, Itikad
baik dalam kontrak ialah tetap menjunjung tinggi kejujuran dalam berkontrak sehingga tidak merugikan satu dengan yang lainnya
88
. b.
Syarat sesuai dengan kebiasaan
Pasal 1339 KUHPerdata menentukan pula bahwa suatu Kontrak tidak hanya mengikat terhadap isi dari Kontrak tersebut, melainkan mengikat dengan hal-hal-hal yang merupakan
kebiasaan. suatu Kontrak dagang misalnya juga mengikat dengan kebiasaan dagang, termasuk kebiasaaan menafsirkan kata-kata dalam Kontrak dagang trade usage.
c. syarat sesuai dengan kepatutan
Suatu Kontrak haruslah sesuai dengan asas “kepatutan” vide Pasal 1339 KUHPerdata. untuk ini pemberlakuan asas kepatutan terhadap suatu Kontrak mengandung dua fungsi sebagai
berikut : a
Fungsi yang melarang
Misalnya dilarang untuk membuat suatu Kontrak pinjaman uang dengan bunga yang sangat tinggi. bunga yang sangat tinggi bertentangan dengan asas kepatutan.
88
Ibid hlm 81
Universitas Sumatera Utara
66
b Fungsi yang menambah
Dalam hal ini asas kepatutan adalah untuk mengisi kekosongan dalam pelaksanaan suatu Kontrak, dimana tanpa isian tersebut, tujuan dibuatnya Kontrak tidak mungkin tercapai.
d. syarat sesuai dengan kepentingan umum.
Suatu pembuatan dan pelaksanaan Kontrak tidaklah boleh melanggar prinsip kepentingan umum openbaar orde karena sesuai dengan prinsip hukum yang universal dan sangat mendasar
bahwa kepentingan umum tidak boleh dikalahkan oleh kepentingan pribadi. karena itu jika ada Kontrak yang bertentangan dengan kepentinganketertiban umum, maka Kontrak tersebut sudah
pasti bertentangan dengan undang-undang yang berlaku, yang menurut Pasal 1339 KUHPerdata hal itu tidak dibenarkan.
Penerapan sistem Kontrak dalam hal ini Kontrak karya dalam pengelolaan bahan galian merupakan konsep yang sesuai dengan karakter dan kepribadian bangsa Indonesia, karena sesuai
dengan dengan budaya Indonesia dan mengedepankan aspek kesetaraan antara pihak yang melakukan uikatan Kontrak dimaksud. kesetaraan bagi pihak-pihak yang melakukan ikatan
Kontrak berangkat dari argumentasi bahwa sistem pengaturan dalam hukum Kontrak adalah sistem terbuka open system artinya, bahwa setiap orang bebas untuk mengadakan perjanjian,
baik yang sudah diatur maupun yang belum diatur di dalam undang-undang
89
. asas kebebasan berKontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 KUHPerdata yang berbunyi : “ Semua
Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.
89
Nandang Sudrajat, Op.cit.
Universitas Sumatera Utara
67
Uraian diatas sepintas memang benar, apabila pihak-pihak yang melakukan ikatan dalam Kontrak dimaksud kedudukannya setara yakni bahwa kesetaraan itu baru akan proporsional
apabila secara kelembagaan berada pada posisi yang sama, atau dalam konteks bertindak untuk dan atas nama menggambarkan kelembagaan yang proporsional. Lebih jelasnya bahwa asas
kebebasab berKontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk
90
: 1.
membuat atau tidak membuat perjanjian. 2.
mengadakan perjanjian dengan siapapun. 3.
menentukan isi perjanjian, pelaksanaan dan persyaratannya. 4.
menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan. Pemaknaan asas kebebasan berkontrak ini dinyatakan oleh Nandang Sudrajat
91
: Aspek asas kebebasan berkontrak hanya bermuara pada aspek persamaan saja, yaitu sama
kedudukannya dalam hal memperoleh kepastian dan keseimbangan hukum, itulah dalil dasar apabila terjadi sengketa. pada kenyataan ini, negara berarti sejajar dengan lembaga hukum
privat, sebesar apapun negara itu, dan seberapa banyak rakyatnya tidak akan menjadi dasar pertimbangan hukum, karena negara telah melakukan ikatan Kontrak yang berlandaskan
pada asas kebebasan berKontrak, yang berarti pula negara akan sama kedudukannya di mata hukum dan beracara dengan memakai hukum acara perdata yang sama.
Lebih tegasnya, dalam hal negara sebagai pemilik kepunyaan privat, pemerintah sebagai representasi negara, melakukan tindakan atau perbuatan yang bersifat privat perdata pula.
dalam kedudukannya sebagai badan hukum privat, pemerintah mengadakan hubungan hukum rechtsbetrekking dengan subjek hukum lain dapat berdasarkan hukum privat
92
. 2. Prestasi
90
Ibid.
91
Ibid. hlm 44
92
Salim HS, Op.cit., hlm 123.
Universitas Sumatera Utara
68
Prestasi atau yang dalam bahasa inggris disebut juga dengan istilah “performance” dalam hukum Kontrak dimaksudkan sebagai suatu pelaksanaan hal-hal yang tertulis dalam suatu
Kontrak oleh pihak yang telah mengikatkan diri untuk itu, pelaksanaan mana sesuai dengan “term” dan “condition” sebagaimana disebutkan dalam Kontrak yang bersangkutan. adapun yang
merupakan model-model dari prestasi adalah seperti yang disebutkan dalam Pasal 1234 KUHPerdata, yaitu berupa :
1. memberikan sesuatu
2. berbuat sesuatu
3. tidak berbuat sesuatu
Sementara itu, dengan wanprestasi default atau non fulfilment, ataupun yang disebut juga dengan istilah breach of contract yang dimaksudkan adalah tidak dilaksanakan prestasi atau
kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan oleh Kontrak terhadap pihak-pihak tertentu seperti yang disebutkan dalam Kontrak yang bersangkutan. tindakan wanprestasi membawa
konsekuensi terhadap timbulnya hak pihak yang dirugikan untuk menuntut pihak yang melakukan wanprestasi untuk memberikan ganti rugi, sehingga oleh hukum diharapkan agar
tidak ada satu pihak pun yang dirugikan karena wanprestasi tersebut. tindakan wanprestasi ini dapat terjadi karena
93
: 1.
kesengajaan 2.
kelalaian 3.
tanpa kesalahan tanpa kesengajaan atau kelalaian
93
Munir Fuady, Op.cit. hlm 87.
Universitas Sumatera Utara
69
Berdasarkan KUHPerdata, Wanprestasi adalah suatu peristiwa atau keadaan, dimana debitur tidak telah memenuhi kewajiban prestasi perikatannya dengan baik, dan debitur punya unsur
salah atasnya. Maksud “unsur salah” diatas adalah adanya unsur salah pada dibitur atas tidak dipenui kewajiban itu sebagaimana mestinya
94
. Perlu diingat bahwa pembicaraan tentang wanprestasi berangkat dari prinsip bahwa “kewajiban” haruswajib dipenuhi debitur dengan baik.
a. Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum
Perbuatan Melawan Hukum meliputi
95
: 1.
Perbuatan yang melanggar hak subjektif orang lain. 2.
Melanggar kewajiban hukumnya sendiri keduanya sebagaimana dirumuskan dengan Undang-undang
3. Melanggar etika pergaulan hidup geode zeden
4. Melanggar kewajibannya sebagai anggota masyarakat dalam pergaulan hidup, secara
patut memperhatikn kepentingan diri dan hartnya orang lain maatschappelijke betamelijheid
. Atas dasar itu, maka wanprestasi merupakan salah satu wujud perbuatan melawan hukum.
“tidak dipenuhinya kewajiban prestasi” sebagaimana mestinya, wujudnya bisa : 1.
Debitur sama sekali tidak memenuhi perikatan 2.
Debitur terlambat memenuhi perikatan 3.
Debitur keliru atau tidak pantas memenuhi perikatan Tindakan atau sikap debitur tidak memenuhi kewajiban perikatan tentunya merupakan
tindakan atau sikap yang melawan hukum onrechtmatig karena dengan sikap seperti itu debitur telah membawa dirinya dalam keadaan wanprestasi, debitur telah melanggar hak kreditur;
94
Munir Fuady, Op.cit. hlm 89.
95
Ibid
Universitas Sumatera Utara
70
disamping itu ia melanggar kewajiban hukumnya sendiri; wanprestasi mestinya juga merupakan perbuatan tidak patut dan karenanya melanggar etika pergaulan hidup geode zeden dan yang
pasti melanggar kewajibannya untuk secara patut memperhatikan kepentingan diri dan harta krediturnya
96
. Jadi, antara Wanprestasi dan perbuatan melawan hukum sebenarnya tidak ada perbedaan
prinsipil
97
. Dengan cara berpikir seperti itu : Wanprestasi adalah sama dengan Perbuatan melawan hukum yan dilakukan orang dalam kedudukannya sebagai debitur.
Di dalam kenyataan sukar untuk menentukan saat debitur dikatakan tidak memenuhi perikatan, karena sering kali ketika mengadakan perjanjian pihak-pihak tidak menentukan waktu
untuk melaksanakan perjanjian tersebut. Bahkan di dalam perikatan dimana waktu untuk melasanakan prestasi itupun ditentukan, cedera janji tidak terjadi dengan sendirinya. Yang
mudah untuk menentukan saat debitur tidak memenuhi perikatan ialah pada perikatan untuk berbuat sesuatu. Apabila orang itu melakukan perbuatan yang dilarang tersebut maka ia tidak
memenuhi perikatan. Somasi merupakan teguran agar debitur berprestasi,maka somasi baru mempunyai arti kalau
debitur belum berprestasi. Hal ini menunjukkan bila debitur sudah berprestasi, maka tidak diingatkan lagi untuk berprestasi. Debitur wanprastasi kalau : terlambat berprestasi, tidak
berprestasi dan salah berprestasi. Berprestasi adalah berprestasi dengan baik dan kalau itu diperjanjikan maka berprestasi dengan baik adalah sebagaimana diperjanjikan. Salah berprestasi
adalah memberikan prestasi yang tidak sesuai dengan apa yang diperjanjikan dan karenanya
96
J.Satrio, Wanprestasi menurut KUHPerdata, Doktrin dan Yurisprudensi. Purwokerto: PT Citra Aditya Bakti, 2012, hlm 5.
97
Ibid
Universitas Sumatera Utara
71
dalam prestasi seperti itu debitur tidak bisa dikatakan telah berprestasi. Dengan demikian salah berprestasi adalah sama dengan tidak berprestasi.
b. Wanprestasi dan Pernyataan Lalai
Akibat yang sangat penting dari tidak dipenuhinya perikatan ialah bahwa kreditur dapat minta ganti rugi atau ongkos, rugi dan bunga yang dideritanya. Untuk adanya kewajiban ganti
rugi bagi debitur maka Undang-Undang menentukan bahwa debitur harus telebih dahulu dinyatakan berada dalam keadaan lalai ingebrekestelling. Lembaga “pernyataan lalai” ini
adalah merupakan upaya hukum untuk sampai kepada suatu fase, dimana debitur dinyatakan ingkar janji wanprestasi. hal ini dapat di baca dalam Pasal 1243 KUHPerdata yang mengatakan
: “Penggantian biaya, rugi, dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan apabila debitur setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya
atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya dalam tenggang waktu tertentu telah dilampauinya
98
.” Jadi, maksud “berada dalam keadaan lalai”, ialah peringatan atau pernyataan dari kreditur
tentang saat selambat-lambatnya debitur wajib memenuhi prestasi. Apabila saat ini dilampauinya, maka debitur ingkar janji wanprestasi. Pasal 1238 KUHPerdata mengatur cara
pemberitahuan itu dilakukan. Dalam hal apakah “ pernyataan lalai” itu diperlukan ? pernyataan lalai diperlukan dalam hal seseorang meminta ganti rugi atau meminta pemutusan perikatan
dengan membuktikan adanya ingkar janji. Menurut ilmu hukum Perdata kalau kreditur menuntut adanya pemenuhan, maka lembaga pernyataan lalai tidak diperlukan, sebab hak untuk
mendapatkan pemenuhan itu sudah ada dalam perikatan itu sendiri sedangkan hak untuk
98
J.Satrio, Op.cit. hlm 11.
Universitas Sumatera Utara
72
meminta ganti rugi atau pemutusan, dasarnya ialah : sudah dilakukannya wanprestasi oleh debitur. Karena itu disini lembaga pernyataan lalai diperlukan sekali. Namun demikian
kenyataannya di dalam praktik pengadilan yurisprudensi apabila “kreditur” menuntut pemenuhan, lembaga pernyataan lalai diperlukan juga.
Sebabnya diperlukan karena untuk menjaga kemungkinan agar debitur tidak merugikan kreditur, misalnya debitur digugat peradilan, karena wanprestasi, sedangkan sebelumnya tidak
ada lembaga itu, maka debitur belum dilakukan pemberitahuan oleh kreditur. Apa yang dapat kita simpulkan dari uraian diatas adalah bahwa lembaga “pernyataan lalai” perlu dilakukan
dalam hal kreditur menuntut ganti rugi dari debitur. Hak menuntut ganti rugi atas dasar wanprestasi muncul kalau debitur salah berprestasi atau
sama sekali tidak berprestasi tanpa ada unsur pembenar. Jadi tidak berprestasi tidak selalu sama dengan dengan wanprestasi sebab ada keadaan tidak berprestasi yang dibenarkan dan ada yang
tidak dibenarkan yang disebut wanprestasi. Dapat dikatakan bahwa “sikap tidak berprestasi” adalah suatu keadaan yang netral. Dalam arti, bisa merupakan, tetapi bisa juga bukan merupakan
wanprestasi. “Tidak berprestasi” baru merupakan wanprestasi kalau sikap tidak berprestasi itu tidak dibenarkan
99
. Apabila debitur hanya menuntut pemenuhan prestasi, ataupun menuntut agar debitur secara
patut memenuhi perikatan, maka lembaga pernyataan lalai tidak diperlukan. Apabila debitur keliru melakukan prestasi dan kelirunya itu adalah dengan itikad baik, maka pernyataan lalai
diperlukan, tetapi kalau kelirunya itu terjadi dengan itikad jahat, maka disini tidak perlu lagi pernyataan lalai. Pun lembaga itu tidak diperlukan apabila peringatan diadakan untuk jangka
99
J.Satrio, Op.cit.hlm 16.
Universitas Sumatera Utara
73
waktu tertentu, oleh karena dengan dilampauinya waktu itu, maka berarti debitur telah tidak memenuhi perikatan.
Demikian juga bahwa peringatanpernyataan lalai dinyatakan perlu untuk perikatan yang tidak dipenuhi pada waktunya. Sebab debitur masih bersedia memenuhi prestasi, hanya saja
terlambat. Dengan lembaga itu, debitur masih diberikan kesempatan untuk memenuhi perikatan. Apabila debitur tidak memenuhi perikatannya wanprestasi ataupun pada perikatan-perikatan
dimana pernyataan lalai tidak disampaikan kepada debitur, tetapi tidak diindahkannya, maka debitur katakana tidak memenuhi perikatan. Dalam hal debitur salah berprestasi, maka tidak
diperlukan somasi karena debitur sudah berada dalam keadaan lalai
100
. Dari sikap dan perbuatan debitur adakalanya sudah bisa disimpulkan bahwa debitur tidak mau berprestasidan karenanya
tidak perlu dilancarkan somasi. Dalam hal debitur salah berprestasi, kesalahan itu ada pada prestasinya sendiri, bukan pada keterlambatannya.
F. Wanprestasi Dan Penyelesaiannya Menurut Kontrak Production Sharing