Pastoral Rumah Sakit Karya Pastoral

Wisma Samadi mendirikan poliklinik pada tanggal 4 Oktober 1969. 72 Poliklinik ini terletak di luar kompleks Wisma Samadi dan juga diperuntukkan bagi masyarakat sekitar. Pelayanan kesehatan di klinik bersalin dan poliklinik banyak dibantu oleh RS. St. Carolus dalam memenuhi kebutuhan tenaga medis. Suster-suster juga melibatkan diri dalam karya pastoral yang diselenggarakan wisma samadi. Wisma Samadi sering digunakan sebagai tempat untuk retret oleh berbagai kelompok umat Katolik. Suster-suster juga membantu romo dalam menyelenggarakan dan mempersiapkan ibadah di Kapel Samadi yang digunakan sebagai tempat ibadah oleh masyarakat sekitar.

2. Karya Sosial

a. Panti Asuhan Santa Maria Ganjuran

Panti Asuhan Santa Maria di Ganjuran semula berawal dari asrama yang didirikan oleh Caroline Schmutzer. Asrama ini didirikan pada tahun 1927 untuk menampung putri-putri Jawa yang mau bersekolah di Ganjuran. 73 Asrama ini sangat dibutuhkan oleh putri-putri Jawa yang bersekolah di Ganjuran karena mereka banyak yang berasal dari luar Ganjuran seperti Panggang, Sanden, Celep, Pundong. 72 Ibid., hlm. 44. 73 Sr. Francis Romala, CB., Matahariku Terbit di Ganjuran, Yogyakarta: CB Media, 2012, hlm. 11-12. Rumah Sakit St. Eisabeth didirikan tahun 1930 di dekat asrama putri. Sekolah, asrama, dan rumah sakit dibangun berdekatan karena dijadikan pusat kegiatan sosial Caroline Schmutzer. Khusus untuk RS. St. Elisabeth pengelolaannya dipercayakan kepada Suster-suster CB. RS. St. Elisabeth banyak dikunjungi oleh masyarakat sekitar Ganjuran untuk berobat. Mulai dari penyakit ringan sampai penyakit berat dirawat di sana. Banyak anak miskin dan yatim piatu yang datang untuk mendapatkan perawatan kesehatan. Rumah sakit juga merawat bayi-bayi yang ibunya meninggal setelah melahirkan. Kondisi demikian membuat rumah sakit menampung cukup banyak anak miskin, terlantar, dan yatim piatu. Sr. Franka yang melihat kondisi tersebut mempunyai ide untuk mendirikan panti asuhan. Sr. Franka kemudian menempatkan anak-anak yatim piatu putri di asrama putri. Anak-anak yatim piatu putra tinggal dan diasuh oleh Bruder FIC di Boro, Kulon Progo. 74 Panti asuhan resmi berdiri pada 1 Januari 1936 dengan nama Panti Asuhan Santa Maria Ganjuran. Anak-anak yang tinggal dipanti asuhan diajarkan berbagai keterampilan. Kegiatan keterampilan dalam panti antara lain menjahit, pertanian, peternakan, perikanan, dan pembuatan tahu atau tempe. 75 Keterampilan yang diajarkan tidak hanya untuk belajar saja, namun juga untuk memenuhi kebutuhan anak-anak panti. Menjahit dan 74 Ibid., hlm. 12. 75 Lembaga Penelitian dan Pembangunan Sosial Konferensi Wali Gereja Indonesia, Katalog Panti Asuhan dan Panti Wreda di Lingkungan Katolik, Jakarta: KWI, 1994. merenda pakaian bayi kemudian dijual dan menghasilkan uang. Bercocok tanam kedelai kemudian dibuat tahu dan tempe dan dijual juga. Hasil dari peternakan dan perikanan juga demikian. Melalui kegiatan tersebut mereka juga bisa sekolah. Panti asuhan bekerjasama dengan Dinas sosial semenjak Masa Orde Baru. Panti asuhan menerima anak-anak terlantar yang disalurkan oleh Dinas Sosial. Dinas sosial juga memberikan sumbangan berupa alat pertanian dan hewan ternak. 76 Melalui kerjasama ini panti asuhan dapat terus mengasuh dan memenuhi kebutuhan anak-anak panti. Panti asuhan mempunyai misi yakni mendampingi anak-anak supaya mereka dapat hidup mandiri sehingga setelah keluar dari panti mereka dapat hidup dan berguna bagi masyarakat. 77 Sesuai dengan tujuan tersebut Suster-suster CB membuat panti asuhan terbuka dan terlibat dengan kegiatan masyarakat sekitar. Anak-anak panti terlibat dalam berbagai kegiatan kampung seperti kerja bakti, kesenian desa, olahraga kampung, dan sebagainya. Keterlibatan ini dimaksudkan supaya mereka setelah keluar nanti mampu membaur dengan masyarakat.

b. Mensa dan Asrama Syantikara

Berdirinya Universitas Gajah Mada membuat banyak pelajar berdatangan ke Yogyakarta dari seluruh Indonesia. Banyak pelajar dari luar daerah yang membutuhkan tempat tinggal. Pelajar dari luar daerah mendapatkan tempat tinggal di pondokan yang dimiliki penduduk 76 Sr. Francis Romala, CB., op.cit., hlm. 15. 77 Ibid., hlm. 13.