Sekolah menempati posisi yang strategis di antara semua sarana-sarana pendidikan. Sekolah merupakan tempat untuk mengembangkan bakat-bakat
intelektual, melestarikan warisan kebudayaan, memupuk rasa hormat akan nilai, dan persiapan bagi kehidupan profesional.
4
Sekolah membantu melengkapi pendidikan yang diusahakan oleh keluarga. Maka orang tua dalam mendidik anak-anaknya mempunyai hak dan
kebebasan dalam memilih sekolah-sekolah. Bagi keluarga Katolik tanggung jawab untuk memelihara moral dan nilai-nilai Kristiani tidaklah mudah. Gereja
hadir memberikan bantuannya kepada setiap keluarga untuk memelihara moral dan nilai-nilai Kristiani melalui Sekolah Katolik. Sekolah Katolik sebagaimana
dengan sekolah-sekolah lainnya mengejar tujuan-tujuan kebudayaan serta pembinaan insani kaum muda. Meskipun demikian Sekolah Katolik tetap
menawarkan nilai-nilai Kristiani meskipun keadaan murid-muridnya ada yang bukan Katolik. Nilai-nilai atau mentalitas Kristiani ini diperkenalkan melalui
nilai etika manusiawi yang berupa kejujuran dan solidaritas moral.
5
Terlepas dari itu Sekolah Katolik menciptakan lingkungan paguyuban sekolah yang
dijiwai semangat kebebasan dan cintakasih injili.
6
Pendidikan Katolik mempunyai cita-cita munculnya pelaku-pelaku perubahan sosial. pendidikan semacam itu dapat disebut pendidikan yang
4
Ibid., hlm. 12.
5
BMS. Suryasudarma, SJ., Visi Yayasan Pendidikan Katolik: Salah Satu Pandangan, Yogyakarta: Pusat Pastoral Yogyakarta, 1988, hlm. 15.
6
Sewaka, SJ., Ajaran dan Pedoman Gereja tentang Pendidikan Katolik, Jakarta: PT. Grasindo, 1991, hlm. 6.
kontekstual. Pendidikan kontekstual yakni pendidikan yang tidak terpisah dari konteks sosial konkret, yang melayani kebutuhan masyarakat, berusaha
mengantisipasi perubahan-perubahan yang akan terjadi, sekaligus merupakan partisipasi dalam mengusahakan perubahan sosial.
7
2. Spiritualitas Tarekat Carolus Borromeus dalam Pendidikan
a. Misi Pendidikan
Perkembangan sekolah yang dipegang oleh Tarekat CB di Indonesia membuat urusan semakin kompleks. Pimpinan Misi Tarekat CB bersama
dengan dewannya dan Sr. Catharinia yang waktu itu diangkat menjadi supervisor untuk sekolah-sekolah milik Tarekat CB mengadakan
pembicaraan. Inti dari pembicaraan itu adalah mengambil keputusan untuk mendirikan suatu Yayasan pendidikan. Keputusan itu ditetapkan pada
tanggal 29 April 1952 yang ditetapkan sebagai tanggal berdirinya Yayasan dengan nama Yayasan Tarakanita. Yayasan Tarakanita disahkan pada
tanggal 7 Juli 1952 oleh notaris di Yogyakarta. Yayasan Tarakanita setelah resmi berdiri mengelola sekolah-sekolah milik Tarekat CB di Yogyakarta
dan Jakarta. Yayasan Tarakanita dari tahun ke tahun berkembang hingga mengelola juga sekolah-sekolah di Magelang, Solo, Tangerang, Lahat,
Bengkulu, dan Surabaya. Talcott Parsons mengemukakan bahwa ada empat syarat fungsional
yang harus dipenuhi dalam sebuah teori struktur tindakan. Empat syarat
7
Sekolah Katolik, Surat Kongregasi Suci untuk Pendidikan Katolik, Ende: Percetakan Arnoldus, 1977, hlm. 65.
fungsional yakni sistem sosial sebagai sumber integrasi, sistem kepribadian memenuhi kebutuhan pencapaian tujuan atau goal attainment, sistem
kultural mempertahankan pola-pola yang ada dalam sistem, sistem organisma behavioral memenuhi kebutuhan yang bersifat penyesuaian.
8
Tarekat CB sendiri merupakan sebuah sistem sosial yang mempunyai suatu tujuan. Tujuan atau misi Tarekat CB sendiri salah satunya di bidang
pendidikan. Guna memenuhi tujuan di bidang pendidikan Tarekat CB menggunakan sarana persekolahan bekerjasama dengan tarekat lain.
Perkembangan persekolahan yang dikelola Tarekat CB menuntut kebutuhan didirikannya suatu Yayasan, maka berdirilah Yayasan Tarakanita. Dasar
Pendidikan Katolik, misi Gereja, dan spiritualitas Tarekat CB membentuk suatu tujuan dan pola yang terus-menerus diusahakan dan diaktualisasikan.
Yayasan Tarakanita merupakan Yayasan Pendidikan Katolik yang dijiwai oleh semangat Tarekat CB. Yayasan Tarakanita bercita-cita menjadi
penyelenggara karya pelayanan pendidikan yang dilandasi semangat cintakasih dengan menekankan terbentuknya manusia yang berkepribadian
utuh. Kepribadian utuh yang dimaksud adalah berwatak baik, beriman, jujur, bersikap adil, cerdas, mandiri, kreatif, terampil, berbudi pekerti luhur,
berwawasan kebangsaan.
9
Semuanya itu dilandasi dan digerakan oleh nilai-
8
Margaret M Poloma, Sosiologi Kontemporer, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004, hlm. 183.
9
Panitia Penerbit Kenangan Usia Emas Yayasan Tarakanita, Buku Kenangan Usia Emas Yayasan Tarakanita 29 April 1952-2002: Memuliakan
Tuhan Melalui Karya Pendidikan, Jakarta: Mega Media Abadi, 2003, hlm. 12.