2.1.3.2 Lingkup Akuntansi Forensik
Tuanakotta 2007:41 dalam bukunya Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif mengemukakan bahwa lingkup akuntansi forensik menajawab “batas
wilayah” akuntansi forensik yang sekaligus mendefinisikan “apa”nya akuntansi forensik dan akan “mengapa”nya akuntansi forensik.
1. Praktek di Sektor Swasta
Bologna dan Lindquist perintis mengenai akuntansi forensik dalam Tuanakotta, 2007:41 menekankan beberapa istilah dalam berbendaharaan
akuntansi, yakni: fraud auditing, forensic accounting, investigative accounting, litigation support, dan valuation analysis. Litigation support
merupakan istilah dalam akuntansi forensik bersifat dukungan untuk kegiatan litigasi. Akuntansi forensik dimulai susudah ditemukan indikasi
awal adanya fraud. Audit investigasi merupakan bagian awal dari akuntansi forensik. Adapun valuation analysis berhubungan dengan
akuntansi atau unsure perhitungan. Misalnya dalam menghitung kerugian Negara karena tindakan korupsi.
2. Praktek di Sektor Perintah
Akuntansi forensik pada sektor publik di Indonesia lebih menonjol daripada akuntansi forensik pada sektor swasta. Secara umum akuntansi
forensik pada kedua sektor tidak berbeda, hanya terdapat perbedaan pada tahap-tahap dari seluruh rangkaian akuntasi forensik terbagi-bagi pada
berbagai lembaga seperti lembaga pemeriksaan keuangan negara, lembaga pengawasan internal pemerintahan, lembaga pengadilan, dan
Universitas Sumatera Utara
berbagai LSM Lembaga Swadaya Masyarakat yang berfungsi sebagai pressure group
.
2.1.3.3 Atribut, Krakteristik, Kualitas, Standar, Akuntansi Forensik
A. Atribut
Davia dalam Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif Tuanakotta, 2007:45 member lima nasihat kepada seorang auditor pemula dalam melakukan
investigasi terhadap fraud, yakni: 1.
Hindari pengumpulan fakta dan data yang berlebihan secara premature. Identifikasi lebih dulu, siapa pelaku atau yang mempunyai potensi untuk
menjadi pelaku. Banyak auditor berkutat pada pengumpulan fakta dan temuan, dan tak bisa menjawab pertanyaan yang paling penting : who did
it? 2.
Fraud auditor harus mampu membuktikan “niat pelaku melakukan kecurangan” perpetrator’s intent to comit fraud. Banyak kasus
kecurangan kandas disidang pengadilan karena penyidik dan saksi ahli akuntan forensik gagal membutikan niat melakukan kejahatan atau
pelanggaran. Tujuan proses pengadilan adalah menialai orang, dan bukan mendengar celoteh berkepanjangan tentang kejahatannya. Padahal cerita
tentang kejahatan ini dibumbui dengan cerita tentang bagaimana sang auditor berhasil mengungkapkannnya.
Universitas Sumatera Utara
3. “Be creative, think like a perpetrator, do not be predictable. Seorang farud
auditor harus kreatif, berpikir seperti pelaku kejahatan, jangan mudah
ditebak. 4.
Auditor harus tahu bahwa banyak kecurangan dilakukan dengan persekongkolan collusion conspiracy. Pengendalian intern bagaimanpu
baiknya tidak dapat ,mencegah hal ini. Ada dua macam persengkongkolan: a.
Ordinary conspiracy, persengkongkolan bersifat sukarela, dan pesertanya memang mempunyai niat jahat.
b. Pseudo conspiracy, misalnya, seseorang tidak menyadari bahwa
keluguannya dimanfaatkan oleh rekan kerjanya contoh: memberikan password
komputernya. 5.
Dalam memilih proactive fraud detection strategy strategi untuk mempertimbangkan apakah kecurangan dilakukan didalam pembukuan
atau diluar pembukuan.
B. Karakteristik Seorang Pemeriksa Fraud
Tuanakotta 2007:49 menyatakan bahwa seorang pemeriksa Fraud
harus memiliki kemampuan unik. Disamping keahlian tehnis seorang pemeriksa fraud yang sukses mempunyai kemampuan
mengumpulkan fakta-fakta dari berbagai saksi secara fair, tidak memihak, sahih mengikuti ketentuan perundang-undangan, dan akurat serta mampu
melaporkan fakta-fakta itu secara akurat dan lengkap. Kemampuan untuk memastikan kebenaran dari fakta yang dikumpulkan dan kemudian
Universitas Sumatera Utara
melaporkannya dengan akurat dan lengkap adalah sama pentingnya. Pemeriksa fraud adalah gabungan anatara pengacara, akuntan, kriminolog,
dan detektif atau investigator. Allan pinkerton dalam Tuanakotta,2007:50 salah seorang private
investigator sukses pada awal lahirnya profesi ini menyebutkan kualitas
yang seharusnya dimiliki oleh seorang detektif adalah berhati-hati, menjaga kerahasian pekerjaannya, kreatif, pantang menyerah, berani, dan
diatas segala – galanya jujur, disamping ketangguhannya mencari informasi seluas-luasnya yang memungkinkannya menerapkan segera dan
secara efektif talentanya sebagai seorang detektif dengan kedalaman yang diperlukan.
C. Kualitas Akuntan Forensik
Lindquist dalam Tuanakotta, 2007:51 membagikan kuesioner kepada staff Peat Marwick Lindquist Holmes. Diantara yang diajukannya
terdapat pertanyaan ini: Kualitas apa saja yang harus dimiliki seorang akuntan forensik? Jawabannyapun beraneka ragam diantaranya:
Kreatif - kemampuan untuk melihat seseuatu yang orang lain menganggap situasi bisnis yang normal dan
mempertimbangkan interpretasi lain, yakni bahwa itu tidak perlu merupakan situasi bisnis yang normal.
Rasa ingin tahu – keinginan untuk menemukan apa yang sesungguhnya terjadi rangkaian peristiwa dan situasi.
Universitas Sumatera Utara
Tak menyerah - kemampuan untuk maju terus pantang mundur walaupun fakta seolah-olah tidak mendukung,
dan ketika dokumen atau informasi sulit diperoleh. Akal sehat - kememapuan untuk mempertahankan
perspektif dunia nyata. Ada yang menyebutnya, perspektif anak jalanan yang mengerti betul kerasnya kehidupan.
Business sense – kemampuan untuk memahami bagaimana bisnis sesungguhya berjalan, dan bukan sekedar memahami
bagaimana transakasi dicatat. Percaya diri – kemempuan untuk mempercayai diri dan
temuan kita sehinggga kita dapat bertahan dibawah cross examination
pertanyaan silang dari jaksa penuntut umum dan pembela.
D. Standar
Tuanakotta 2007:52 Secara sederhana standar adalah ukuran mutu. Karena itu dalam pekerjaan audit para auditor ingin menegaskan
standar mereka. Dengan standar ini pihak yang diaudit auditee pihak yang memakai laporan audit, dan pihak-pihak lain dapat menguku mutu
kerja si auditor. Hal yang sama juga ingin dicapai para investigator dan forensic accountant
.
Universitas Sumatera Utara
Pickett dalam Tuanakotta, 2007:52 merumuskan beberapa standar untuk mereka yag melakukan investigasi terhadap fraud. Konteks
yang mereka rujuk adalah investigasi atas fraud yang dilakukan oleh pegawai diperusahaan. Standar tersebut adalah:
Seluruh investigasi harus dilandasi praktek terbaik yang diakui accepted best practices.
Kumpulan bukti-bukti dengan prinsip kehati-hatian due care
sehingga bukti-bukti tadi dapat diterima dipengadilan. Pastikan bahwa seluruh dokumentasi dalam keadaan aman,
terlindungi dan indeks, dan jejak audit tersedia. Pastikan bahwa para investigator mengerti hak-hak azasi
pegawai dan senatiasa menghormatinya. Beban pembuktian ada pada yang “menduga” pegawainya
melakukan kecurangan, dan pada penuntut umum yang mendakwa pegawai tersebut, baik dalam kasus hukum
administratif maupun hukum pidana. Cakup seluruh substansi investigasi dan “kuasai” seluruh
target yang sangat kritis ditinjau dari segi waktu. Liput seluruh waktu tahapan kunci dalam proses
investigasi, termasuk perencanaan pengumpulan bukti dan barang bukti, wawancara, kontak dengan pihak ketiga,
pengamanan mengenai hal-hal yang bersifat rahasia, ikuti tata cara atau protokol, dokumentasi, dan penyelenggaraan
Universitas Sumatera Utara
catatan, keterlibatan polisi, kewajiban hukum, dan persyaratan mengenai pelaporan.
2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu