IAIN Sumatera Utara tentang akuntansi forensik dimasukkan kedalam kurikulum pendidikan akuntansi di seluruh Universitas di Indonesia.
1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat yang diharpkan dari penelitian ini adalah sebagi berikut: a.
Bagi Perguruan Tinggi Departemen Akuntansi Diharapkan agar hasil penelitian ini sebagai bahan pertimbangan
kepada departemen akuntansi khususnya Universitas Sumatera Utara untuk memasukkan akuntansi forensik ke dalam kurikulum pendidikan
akuntansi. b.
Bagi penulis Memberikan pengetahuan yang lebih luas dan mendalam, mengenai
masalah penelitian ini. c.
Bagi Peneliti Berkutnya Diharapkan skripsi ini berguna sebagai referensi dalam rangka
mengkaji masalah yang sama.
Universitas Sumatera Utara
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Persepsi
Kamus Besar Bahasa Inonesia 1998 mendefinisikan persepsi sebagai tanggapan penerimaan langsung dari sesuatu, atau merupakan proses seseorang
mengetahui beberapa hal melalui panca indera. Sedangkan Ikhsan 2005:57 persepsi adalah bagaimana orang-orang melihat atau menginterpretasikan
peristiwa, objek, serta manusia. Orang-orang bertindak atas dasar persepsi mereka dengan mengabaikan apakah persepsi itu mencerminkan kenyataan yang
sebenarnya. Pada kenyataannya, masing-masing orang memiliki persepsi sendiri atas suatu kejadian.
Matlin dalam Iprianto, 2009:30 mendefinisikan persepsi sebagai suatu proses yang melibatkan pengetahuan-pengetahuan sebelumnya dalam
memperoleh dan menginterprestasikan stimulus yang ditunjukkan indera, persepsi juga merupakan kombinasi faktor dunia luar stimulus visual dan diri sendiri
pengetahuan sebelumnya. Persepsi memiliki dua aspek yaitu : pengakuan pola pattern recognition dan perhatian attention. Artinya persepsi setiap personal
tentang suatu peristiwa atau objek tergantung bagaimana personal tersebut menyimpulkan informasi dan pesan yang ditentukan oleh suatu kerangka ruang
dan waktu. Menurut Robbins 2003:88 persepsi dapat definisikan sebagai suatu
proses dengan mana individu-individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan
Universitas Sumatera Utara
indera mereka agar memberi makna kepada lingkungan mereka. Persepsi suatu individu terhadap suatu objek sangat mungkin memiliki perbedaan dengan
persepsi individu lainnya terhadap objek yang sama, fenomena ini disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi. Sejumlah faktor memebentuk
dan kadang memutar balik persepsi, dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Sumber : Robbins 2003
Faktor-faktor ini dapat berada pada pihak pelaku persepsi, dalam objeknya atau target yang dipersepsikan, atau dalam konteks situasi dimana persepsi itu
dilakukan, melalui pelaku persepsi, target objek, situasi.
Faktor pada pemersepsi:
Sikap Motif
Kepentingan Pengalaman
Pengaharapan PERSEPSI
Faktor dalam situasi: Waktu
Keadaan tempat kerja
K d i l
Factor pada target: Hal baru
Gerakan Bunyi
Ukuran Latar
Belakang
Universitas Sumatera Utara
Pelaku persepsi, bila sorang individu memandang pada suatu objek dan mencoba menafsirkan apa yang dilihatnya, penafsiran itu sangat dipengaruhi oleh
karakteristik pribadi dari pelaku persepsi individu itu. Targetobjek, karakteristik- karakteristik dari target yang akan diamati dapat mempengaruhi apa yang akan
dipersepsikan, inividu-individu yang luar biasa menarik maupun luar biasa tidak menarik. Gerakan, bunyi, ukuran dan atribut-atribut lain dari target membentuk
kita memandanganya. Situasi, penting bagi kita melihat konteks objek dan peristiwa., unsur-unsur lingkungan yang mempengaruhi persepsi kita.
Meskipun demikian, karena persepsi tentang objek dan peristiwa tersebut bergantung pada suatu kerangaka dan waktu, maka persepsi akan bersifat
subjektif dan situasional. Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lain yang termasuk dalam apa yang disebut sebagai faktor
fungisonal. Oleh karena itu, yang menentukan persepsi bukanlah jenis atau bentuk stimulus tersebut. Sementara itu, faktor struktural berasal dari sifat fisik dan
tampak saraf yang ditimbulkan pada sistem saraf individu.
2.1.2 Teori Atribusi
Teori yang dikembangkan oleh Fritz Heider ini mempelajari proses bagaimana seorang menginterprestasikan suatu peristiwa, alasan, atau sebab
perilakunya. Perilaku seseorang oleh kombinasi antara kekuatan internal dan eksternal. Dalam membuat penilaian terhadap orang lain, persepsi akan dikaitkan
dengan teori atribusi.
Universitas Sumatera Utara
Robbins 2003:92 juga mengemukakan hal yang sama bahwa “teori atribusi merupakan dari penjelasan cara-cara manusia menilai orang
secara berlainan, tergantung pada makna apa yang dihubungkan ke suatu perilaku tertentu. Pada dasarnya teori ini menyarankan bahwa jika
seseorang mengamati perilaku seseorang individu, orang tersebut berusaha menentukan apakah perilaku itu disebabkan oleh faktor internal atau
eksernal yang tergantung pada tiga faktor: 1.
Kekhususan ketersendirian, merujuk pada apakah seseorang individu memperlihatkan perilaku-perilaku yang berlainan. Yang ingin
diketahui adalah apakah perilaku ini luar biasa atau tidak. Jika luar biasa, maka kemungkinan besar pengamat memberikan atribusi
eksternal kepada perilaku tersebut. Jika tidak, kelihatannya hal ini akan dinilai sebagai sifat internal.
2. Konsensus, yaitu jika semua orang yang menghadapi suatu situasi
yang serupa bereaksi dengan cara yang sama. Contoh perilaku karyawan yang terlambat akan memenuhi criteria ini jika karyawan
yang mengambil rute yang sama ke tempat kerja juga terlambat. Dari perspektif atribusi, jika konsensus tinggi, diharapkan untuk
memberikan atribusi eksternal kepada keterlambatan karyawan ini. Sementara itu, jika karyawan-karyawan lain yang mengambil rute
yang sama berhasil tiba secara tepat waktunya, maka kesimpulan berupa sebab internal.
Universitas Sumatera Utara
3. Konsitensi dicari dari tindakan seorang apakah orang tersebut
memberikan reaksi yang sama dari waktu ke waktu. Makin konsitensi perilaku, maka hasil pengamatan semakin cenderung untuk
menghuungkan dengan sebab-sebab internal.”
Pengamatan Penafsiran
Atribusi Sebab
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku
Sumber : Robbins 2003 2.1.3 Akuntansi Forensik
2.1.3.1 Pengertian Akuntansi Forensik
Tuanakotta 2010:4 Akuntansi forensik adalah penerapan disiplin akuntansi dalam arti luas, termasuk auditing pada masalah hukum untuk
penyelesaian hukum di dalam atau di luar pengadilan. Akuntansi forensik dapat diterapkan di sektor publik maupun swasta, sehingga apabila memasukkan pihak
yang berbeda, maka akuntansi forensik menurut Crumbley dalam Tuanakotta 2010:5, mengemukakan bahwa secara sederhana akuntansi forensik dapat
dikatakan sebagai akuntansi yang akurat untuk tujuan hukum, atau akuntansi yang tahan uji dalam kancah perseteruan selama proses pengadilan, atau dalam proses
peninjauan yudisial, atau tinjauan administratif. Definisi dari Crumbley menekankan bahwa ukuran dari akuntansi forensik adalah ketentuan hukum
perundang – undangan, berbeda dari akuntansi yang sesuai dengan GAAP Generally Accepted Accounting Principles. Akuntansi forensik didefinisikan
sebagai analisis akuntansi yang dapat mengungkap penipuan, yang mungkin
Perilaku Individu
Kekhususan Tinggi
Internal Rendah
Eksternal
Konsensus Tinggi
Internal Rendah
Eksternal
Konsistensi Tinggi
Internal Rendah
Eksternal
Universitas Sumatera Utara
sangat cocok untuk presentasi di pengadilan. Analisis semacam itu akan menjadi dasar untuk resolusi diskusi, perdebatan, dan perselisihan. Seorang akuntan
forensik menggunakan pengetahuannya tentang akuntansi, studi hukum, investigasi dan kriminologi untuk mengungkapkan fraud, menemukan bukti dan
selanjutnya bukti tersebut akan dibawa kepengadilan jika dibutuhkan Ramaswamy, 2007.
Bologna dan Lindquist 1987:87 mendefinisikan akuntansi forensik sebagai aplikasi kecakapan financial dan sebuah mentalitas penyelidikan terhadap
isu-isu yang tak terpecahkan, yang dijalankan didalam konteks rules of evidence. Sedangkan Hopwood et al. dalam Iprianto, 2009:33 lebih jauh mendefinisikan
akuntansi forensik adalah aplikasi keterampilan investigasi dan anlitik yang bertujuan untuk memecahkan masalah-masalah keuangan melaui cara-cara yang
sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh pengadilan atau hukum. Dengan demikian investigasi dan analisis yang dilakukan harus sesuai dengan standar
yang ditetapkan oleh pengadilan atau hukum yang memiliki yuridiksi yang kuat. Tuanakotta 2007:10 mengemukakan bahwa akuntansi forensik dahulu
digunakan untuk keperluan pembagian warisaan atau mengungkap kasus pembunuhan, bermula dari penerapan akuntansi untuk memecahkan persoalan
hukum, maka istilah yang dipakai adalah akuntansi forensik dan bukan audit. Sampai dengan saat ini dalam perkembangannya masih kelihatan akuntansinya,
dicontohkan dalam perhitungan ganti rugi baik dalam pengertian sengketa maupun kerugian akibat kasus korupsi. Suryanto dalam Iprianto, 2009:33 lebih
jauh mengatakan bahwa akuntansi forensik biasanya fokus pada area-area tertentu
Universitas Sumatera Utara
misalnya penjualan atau pengeluaran tertentu yang diindikasikan telah terjadi tindak kecurangan baik dari laporan pihak dalam atau orang ketiga tip off atau,
petunjuk terjadinya kecurangan red flags. Dengan demikian akuntansi forensik sangat berperan dalam pengungkapan skandal-skandal keuangan yang ada di
Indonesia yang terutama korupsi. Tuanakotta 2007:17 akuntansi forensik pada awalnya adalah perpaduan
yang paling sederhana antara akuntansi dan hukum penggunaan akuntan forensik dalam pembagian harta gono-gini. Di sini terlihat unsur akuntansinya, unsur
hitung menghitung besarnya harta yang akan diterima pihak mantan suami dan mantan istri. Segi hukumnya dapat diselesaikan didalam atau luar pengadilan,
secara legitasi atau non legitasi.
Gambar 2.3 Diagram Akuntansi Forensik
Sumber : Tuanakotta 2007
Dalam kasus yang lebih pelik, ada satu bidang tambahan disamping Akuntansi dan Hukum. Bidang tambahan ini adalah Audit, sehingga akuntansi
forensiknya dipresentasikan dalam tiga bidang.
Gambar 2.4 Diagram Akuntansi Forensik
Sumber : Tuanakotta 2007
AKUNTANSI HUKUM
AKUNTANSI HUKUM
AUDIT
Universitas Sumatera Utara
2.1.3.2 Lingkup Akuntansi Forensik
Tuanakotta 2007:41 dalam bukunya Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif mengemukakan bahwa lingkup akuntansi forensik menajawab “batas
wilayah” akuntansi forensik yang sekaligus mendefinisikan “apa”nya akuntansi forensik dan akan “mengapa”nya akuntansi forensik.
1. Praktek di Sektor Swasta
Bologna dan Lindquist perintis mengenai akuntansi forensik dalam Tuanakotta, 2007:41 menekankan beberapa istilah dalam berbendaharaan
akuntansi, yakni: fraud auditing, forensic accounting, investigative accounting, litigation support, dan valuation analysis. Litigation support
merupakan istilah dalam akuntansi forensik bersifat dukungan untuk kegiatan litigasi. Akuntansi forensik dimulai susudah ditemukan indikasi
awal adanya fraud. Audit investigasi merupakan bagian awal dari akuntansi forensik. Adapun valuation analysis berhubungan dengan
akuntansi atau unsure perhitungan. Misalnya dalam menghitung kerugian Negara karena tindakan korupsi.
2. Praktek di Sektor Perintah
Akuntansi forensik pada sektor publik di Indonesia lebih menonjol daripada akuntansi forensik pada sektor swasta. Secara umum akuntansi
forensik pada kedua sektor tidak berbeda, hanya terdapat perbedaan pada tahap-tahap dari seluruh rangkaian akuntasi forensik terbagi-bagi pada
berbagai lembaga seperti lembaga pemeriksaan keuangan negara, lembaga pengawasan internal pemerintahan, lembaga pengadilan, dan
Universitas Sumatera Utara
berbagai LSM Lembaga Swadaya Masyarakat yang berfungsi sebagai pressure group
.
2.1.3.3 Atribut, Krakteristik, Kualitas, Standar, Akuntansi Forensik
A. Atribut
Davia dalam Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif Tuanakotta, 2007:45 member lima nasihat kepada seorang auditor pemula dalam melakukan
investigasi terhadap fraud, yakni: 1.
Hindari pengumpulan fakta dan data yang berlebihan secara premature. Identifikasi lebih dulu, siapa pelaku atau yang mempunyai potensi untuk
menjadi pelaku. Banyak auditor berkutat pada pengumpulan fakta dan temuan, dan tak bisa menjawab pertanyaan yang paling penting : who did
it? 2.
Fraud auditor harus mampu membuktikan “niat pelaku melakukan kecurangan” perpetrator’s intent to comit fraud. Banyak kasus
kecurangan kandas disidang pengadilan karena penyidik dan saksi ahli akuntan forensik gagal membutikan niat melakukan kejahatan atau
pelanggaran. Tujuan proses pengadilan adalah menialai orang, dan bukan mendengar celoteh berkepanjangan tentang kejahatannya. Padahal cerita
tentang kejahatan ini dibumbui dengan cerita tentang bagaimana sang auditor berhasil mengungkapkannnya.
Universitas Sumatera Utara
3. “Be creative, think like a perpetrator, do not be predictable. Seorang farud
auditor harus kreatif, berpikir seperti pelaku kejahatan, jangan mudah
ditebak. 4.
Auditor harus tahu bahwa banyak kecurangan dilakukan dengan persekongkolan collusion conspiracy. Pengendalian intern bagaimanpu
baiknya tidak dapat ,mencegah hal ini. Ada dua macam persengkongkolan: a.
Ordinary conspiracy, persengkongkolan bersifat sukarela, dan pesertanya memang mempunyai niat jahat.
b. Pseudo conspiracy, misalnya, seseorang tidak menyadari bahwa
keluguannya dimanfaatkan oleh rekan kerjanya contoh: memberikan password
komputernya. 5.
Dalam memilih proactive fraud detection strategy strategi untuk mempertimbangkan apakah kecurangan dilakukan didalam pembukuan
atau diluar pembukuan.
B. Karakteristik Seorang Pemeriksa Fraud
Tuanakotta 2007:49 menyatakan bahwa seorang pemeriksa Fraud
harus memiliki kemampuan unik. Disamping keahlian tehnis seorang pemeriksa fraud yang sukses mempunyai kemampuan
mengumpulkan fakta-fakta dari berbagai saksi secara fair, tidak memihak, sahih mengikuti ketentuan perundang-undangan, dan akurat serta mampu
melaporkan fakta-fakta itu secara akurat dan lengkap. Kemampuan untuk memastikan kebenaran dari fakta yang dikumpulkan dan kemudian
Universitas Sumatera Utara
melaporkannya dengan akurat dan lengkap adalah sama pentingnya. Pemeriksa fraud adalah gabungan anatara pengacara, akuntan, kriminolog,
dan detektif atau investigator. Allan pinkerton dalam Tuanakotta,2007:50 salah seorang private
investigator sukses pada awal lahirnya profesi ini menyebutkan kualitas
yang seharusnya dimiliki oleh seorang detektif adalah berhati-hati, menjaga kerahasian pekerjaannya, kreatif, pantang menyerah, berani, dan
diatas segala – galanya jujur, disamping ketangguhannya mencari informasi seluas-luasnya yang memungkinkannya menerapkan segera dan
secara efektif talentanya sebagai seorang detektif dengan kedalaman yang diperlukan.
C. Kualitas Akuntan Forensik
Lindquist dalam Tuanakotta, 2007:51 membagikan kuesioner kepada staff Peat Marwick Lindquist Holmes. Diantara yang diajukannya
terdapat pertanyaan ini: Kualitas apa saja yang harus dimiliki seorang akuntan forensik? Jawabannyapun beraneka ragam diantaranya:
Kreatif - kemampuan untuk melihat seseuatu yang orang lain menganggap situasi bisnis yang normal dan
mempertimbangkan interpretasi lain, yakni bahwa itu tidak perlu merupakan situasi bisnis yang normal.
Rasa ingin tahu – keinginan untuk menemukan apa yang sesungguhnya terjadi rangkaian peristiwa dan situasi.
Universitas Sumatera Utara
Tak menyerah - kemampuan untuk maju terus pantang mundur walaupun fakta seolah-olah tidak mendukung,
dan ketika dokumen atau informasi sulit diperoleh. Akal sehat - kememapuan untuk mempertahankan
perspektif dunia nyata. Ada yang menyebutnya, perspektif anak jalanan yang mengerti betul kerasnya kehidupan.
Business sense – kemampuan untuk memahami bagaimana bisnis sesungguhya berjalan, dan bukan sekedar memahami
bagaimana transakasi dicatat. Percaya diri – kemempuan untuk mempercayai diri dan
temuan kita sehinggga kita dapat bertahan dibawah cross examination
pertanyaan silang dari jaksa penuntut umum dan pembela.
D. Standar
Tuanakotta 2007:52 Secara sederhana standar adalah ukuran mutu. Karena itu dalam pekerjaan audit para auditor ingin menegaskan
standar mereka. Dengan standar ini pihak yang diaudit auditee pihak yang memakai laporan audit, dan pihak-pihak lain dapat menguku mutu
kerja si auditor. Hal yang sama juga ingin dicapai para investigator dan forensic accountant
.
Universitas Sumatera Utara
Pickett dalam Tuanakotta, 2007:52 merumuskan beberapa standar untuk mereka yag melakukan investigasi terhadap fraud. Konteks
yang mereka rujuk adalah investigasi atas fraud yang dilakukan oleh pegawai diperusahaan. Standar tersebut adalah:
Seluruh investigasi harus dilandasi praktek terbaik yang diakui accepted best practices.
Kumpulan bukti-bukti dengan prinsip kehati-hatian due care
sehingga bukti-bukti tadi dapat diterima dipengadilan. Pastikan bahwa seluruh dokumentasi dalam keadaan aman,
terlindungi dan indeks, dan jejak audit tersedia. Pastikan bahwa para investigator mengerti hak-hak azasi
pegawai dan senatiasa menghormatinya. Beban pembuktian ada pada yang “menduga” pegawainya
melakukan kecurangan, dan pada penuntut umum yang mendakwa pegawai tersebut, baik dalam kasus hukum
administratif maupun hukum pidana. Cakup seluruh substansi investigasi dan “kuasai” seluruh
target yang sangat kritis ditinjau dari segi waktu. Liput seluruh waktu tahapan kunci dalam proses
investigasi, termasuk perencanaan pengumpulan bukti dan barang bukti, wawancara, kontak dengan pihak ketiga,
pengamanan mengenai hal-hal yang bersifat rahasia, ikuti tata cara atau protokol, dokumentasi, dan penyelenggaraan
Universitas Sumatera Utara
catatan, keterlibatan polisi, kewajiban hukum, dan persyaratan mengenai pelaporan.
2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu
No Nama Peneliti Judul
Penelitian Hasil Penelitian
1 Fleming 2008 West
Virginia University:
Forensic Accounting
and Fraud Investigstion
mengembangkan program akademik baru untuk menghadapi akuntan
profesional dan auditor yaitu FAFI Forensic Accounting and Fraud
Investigaton .
2 Ipprianto2009 Persepsi Akademisi
dan Praktisi terhadap
Keahlian Akuntansi
Forensik tidak terdapat perbedaan persepsi yang
signifikan antara akademisi dengan praktisi terhadap kemampuan anallisis
deduktif, keahlian analitik, komunikasi tertulis, pengetahuan tentang hukum
dan bersifat tenang. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan persepsi yang signifikan antara akademisi dengan praktisi
terhadap kemampuan pemikiran kritis, memecahkan masalah tidak terstruktur,
Universitas Sumatera Utara
fleksibilitas penyidikan, dan komunikasi lisan.
3 Mulyanti 2012
Persepsi Akademisi
Universitas Sumatera
Utara terhadap
adanya Akuntansi
Forensik Tidak terdapat perbedaan persepsi yang
signifikan terhadap variabel akuntansi forensik sebagai alat untuk
mempercepat pemberantasan korupsi, akuntansi forensik dimasukkan
kedalam kurikulum pendidikan, dan mendapatkan perhatian dari pihak
perguruan tinggi. Hasil pengujian hipotesis variabel akuntansi forensik
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan untuk
akuntansi forensik tidak sama dengan audit forensik, peluang karir dimasa
depan.
Universitas Sumatera Utara
2.3 Kerangka Konseptual