DINAMIKA PEDAGANG MULTIETNIS PASAR KLEWER SURAKARTA TAHUN 1958 1998

(1)

commit to user

DINAMIKA PEDAGANG MULTIETNIS PASAR

KLEWER SURAKARTA TAHUN 1958-1998

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Mencapai Gelar Sarjana Sastra Jurusan Ilmu Sejarah

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Disusun oleh:

LIA CANDRA RUFIKASARI

C0506033

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010


(2)

commit to user

ii

DINAMIKA PEDAGANG MULTIETNIS PASAR KLEWER

SURAKARTA TAHUN 1958-1998

Disusun oleh

LIA CANDRA RUFIKASARI

C0506033

Telah disetujui oleh pembimbing

Pembimbing

Dra. Sawitri Pri Prabawati, M.Pd

NIP. 195806011986012001

Mengetahui

Ketua Jurusan Ilmu Sejarah

Dra. Sri Wahyuningsih, M.Hum


(3)

commit to user

iii

DINAMIKA PEDAGANG MULTIETNIS PASAR KLEWER

SURAKARTA TAHUN 1958-1998

Disusun oleh

LIA CANDRA RUFIKASARI

C0506033

Telah disetujui oleh Tim Penguji Skripsi

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Pada Tanggal...

Jabatan Nama Tanda Tangan

Ketua Dra. Sri Wahyuningsih, M. Hum (...)

NIP. 195402231986012001

Sekretaris Tiwuk Kusuma Hastuti, S.S, M. Hum (...)

NIP. 197306132000032002

Penguji I Dra. Sawitri Pri Prabawati, M. Pd (...)

NIP. 195806011986012001

Penguji II Drs. Sudarmono. S. U (...)

NIP. 194908131980031001

Mengetahui,

Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Surakarta

Drs. Sudarno, MA


(4)

commit to user

iv

PERNYATAAN

Nama : Lia Candra Rufikasari NIM : C0506033

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Dinamika P edagang

Multietnis Pasar Klewer Surakarta Tahun 1958-1998 adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan

karya saya, dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam

daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.

Surakarta, 22 Desember 2010

Yang membuat pernyataan


(5)

commit to user

v

MOTTO

Jangan pernah kamu melupakan pengalaman-pengalaman waktu lampau, karena pengalaman-pengalaman itu dapat menjadi penuntun bagimu di kemudian hari

(P enulis)

Membaca tanpa berfikir seperti makan tanpa mencernanya (P enulis)

Kita baru akan menyadari siapa yang menjadi teman sejati setelah kita mengalami kesulitan dan ia tetap berada di samping kita


(6)

commit to user

vi

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan untuk:

 Ayah dan Bunda tercinta

 Kakak dan keluargaku


(7)

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Syukur Alhamdulillah senantiasa penulis panjatkan ke-Hadirat Allah SWT, yang telah memberikan berbagai kemudahan dan limpahan karunia-Nya kepada penulis, hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Dinamika Pedagang Multietnis Pasar Klewer Surakarta Tahun 1958-1998

Dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada berbagai pihak yang telah mendukung, baik moral, material maupun spiritual, hingga akhirnya penulisan skripsi ini dapat berjalan dengan baik dan selesai sesuai yang penulis harapkan, yaitu kepada:

1. Drs. Sudarno, MA, selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

2. Dra. Sri Wahyuningsih, M.Hum, selaku Ketua Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas

Sastra dan Seni Rupa, serta selaku Ketua Penguji skripsi, yang banyak memberikan masukan dan kritik yang membangun dalam proses penulisan skripsi.

3. Dra. Sawitri Pri Prabawati, M. Pd, selaku Pembimbing skripsi yang telah

banyak memberi dorongan dan masukan yang membangun dalam proses penulisan skripsi ini.

4. Drs. Sudarmono, S. U, selaku Penguji II skripsi, yang banyak memberikan


(8)

commit to user

viii

5. Tiwuk Kusuma Hastuti, S.S, M. Hum, selaku Sekretaris Penguji skripsi, yang

banyak memberikan dorongan, masukan dan kritik yang membangun dalam penulisan skripsi.

6. Insiwi Febriary Setiasih, S.S, M.A selaku Pembimbing Akademik yang telah

memberikan bimbingan selama penulis menjalani masa perkuliahan.

7. Segenap dosen pengajar di Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan bekal ilmu dan wacana pengetahuan.

8. Segenap staf dan karyawan UPT Perpustakaan Pusat UNS, Perpustakaan

Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS, Laboratorium Sejarah, Perpustakaan Daerah Kota Surakarta, Monumen Pers, Dinas Pengelolaan Pasar, Kantor Pasar, Himpunan Pedagang Pasar Klewer (HPPK) dan Paguyuban Pedagang Pelataran Pasar Klewer (P4K).

9. Bapak Totok Supriyanto (Lurah Pasar), Bapak Dwi Adi Prihutomo, Bapak H

Abdul Kadir, Bapak Atmanto, Ibu Fatimah, Ibu Hj. Juminten, Ibu Aminah.

10. Bapak dan Ibu (di Kalimantan) yang selalu memberikan kasih sayang dan

semangat dengan tulus ikhlas serta doa yang tidak pernah putus kepada penulis.

11. Kakakku Mas Mei dan Mbak Sari, Keponakanku Roina dan Sila, Anik,

Budhe Nini, serta Eyang dirumah dan di Sragen, terima kasih doa dan dukungannya.

12. Cahyo Adi Utomo, terima kasih atas masukan, nasehat, doa serta support

yang tak henti-hentinya kepada penulis dan selalu menemani penulis mencari data dan informasi.


(9)

commit to user

ix

13. Kakak-kakak tingkat: Mas Khanivan, Mas Budi Darmawan, Mas Yusuf Ari,

Mas Adit, Mas Daryadi, Mas Edi, Mas Warsita, Mbak Wulan, Mbak Mbak Ning, Mbak Nurus, Mas Andri, Mas Wido, Mas Anjar, Mbak Meta, Mbak Yuni, terima kasih atas masukannya

14. Teman-Temanku angkatan 2006 : Memik (terima kasih buku serta menemani

penulis mencari data), Aga (terima kasih atas bantuannya selama ini), Aditya, Helmy, Indras, Adi, Bagus, Endah, Trisna, Dhani, Sidiq, Hasrie, Dyah, Embri, Ulwa, Mira, Jarot, Dwi Ari, Jadi, Gilang , Ari, Candra, terima kasih atas saran dan masukan dan teman-teman 2006 yang lain tetap kompak dan cepat menyelesikan skripsi.

15. Sahabatku: Mbak Linda, Mbak Evi, Anggie, Evi, Fitri, Mbak Nana, Agnes,

Alimah, Devina, Mbak Heppy, Mas Wawan, Agus, Budi, Mas Adi, Dwi, Achmad, Radit, Sugi, Mas Aji, terima kasih atas supportnya.

16. Segenap pihak yang telah mendukung dan membantu terlaksananya penulisan

skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis berharap akan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun, agar skripsi ini menjadi lebih baik.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Surakarta, Desember 2010


(10)

commit to user

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERNYATAAN... iv

HALAMAN MOTTO... v

HALAMAN PERSEMBAHAN... vi

KATA PENGANTAR... vii

DAFTAR ISI... x

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR LAMPIRAN... xiv

DAFTAR ISTILAH... xv

ABSTRAK... xvii

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah... 1

B.Rumusan Masalah... 7

C.Tujuan Penelitian... 7

D.Manfaat Penelitian... 8

E. Tinjauan Pustaka... 8

F. Metode Penelitian... 12

1. Heuristik ... 12

2. Kritik Sumber ... 3. Interpretasi ………... 4. Historiografi ………. 13 13 14 G.Sistematika... 15

BAB II GAMBARAN UMUM KOTA SURAKARTA

A. Deskripsi Kota Surakarta ...

1. Keadaan Penduduk ………

2. Sarana dan Prasarana Kota ………

16 17 20


(11)

commit to user

xi

B. Kondisi Sosial Ekonomi... 22

C. Pasar-pasar Tradisional di Surakarta……….. 25

BAB III PERKEMBANGAN PASAR KLEWER SURAKARTA

TAHUN 1958-1998

A. Sejarah Pasar Klewer ... 35

B. Keadaan Pasar Klewer ………. 38

C.Asal Usul Pedagang Pasar Klewer ……….. 43

1. Etnis Jawa... 2. Etnis Cina... 3. Etnis Arab... 4. Etnis Banjar...

43 45 48 51

D. Aktivitas Perdagangan di Pasar Klewer………...

1. Pedagang Batik………...

2. Pedagang Tekstil……….

3. Pedagang Konveksi………

52 53 57 59

E. Karakter Pedagang………

1. Pedagang Partai Besar (Grosir)………..

2. Pedagang Partai Kecil (Eceran)………..

60 61 63

BAB IV INTERAKSI PEDAGANG MULTIETNIS PASAR KLEWER

SURAKARTA TAHUN 1958-1998

A. Etos Kerja Pedagang……… 66

B. Jaringan Interaksi dalam Bidang Sosial Ekonomi……….

1. Hubungan Antara Pedagang Pemilik Kios………..

a. Pedagang Etnis Jawa dengan Cina………...

b. Pedagang Etnis Jawa dengan Arab………...

c. Pedagang Etnis Jawa dengan Banjar………

2. Hubungan Antara Pedagang Pemilik Kios dengan

Pedagang Kaki Lima………...

73 75 76 80 83 87

C. Paguyuban Pedagang Pasar Klewer………...

1. Himpunan Pedagang Pasar Klewer (HPPK)………...

2. Paguyuban Pedagang Pelataran Pasar Klewer (P4K)……..

89 90 94


(12)

commit to user

xii

BAB V KESIMPULAN... 95

DAFTAR PUSTAKA... 98 LAMPIRAN... 102


(13)

commit to user

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1 Penyebaran wilayah tempat tinggal etnis-etnis di Surakarta... 19 Tabel 2 Jumlah pedagang batik dan tekstil pemilik kios di Pasar Klewer.. 39 Tabel 3 Persebaran Warga Cina di Lima Kecamatan Kota Surakarta... 47


(14)

commit to user

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta No. 5

Tahun 1983 tentang Pasar... 106

2. Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta No. 3 Tahun 1993 tentang Perubahan Pertama Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta No. 5 Tahun 1983 tentang Pasar……... 122

3. Surat Hak Penempatan untuk menempati kios Pasar Klewer Blok DD No. 108... 131

4. Kartu Tanda Pengenal Pedagang Pasar Klewer (KTPP)... 132

5. Peta Daerah Persebaran Etnis-etnis di Surakarta ... 133

6. Denah Pasar Klewer... 134

7. Foto Bagian dari Pasar Klewer... 137

8. Foto Karakter Pedagang di Pasar Klewer... 138

9. Foto Aktivitas Perdagangan di Pasar Klewer... 139


(15)

commit to user

xv

DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN

1. Istilah

Babah Mayor/ Mayor : Pangkat tertinggi untuk etnis Cina

Barter : Pertukaran barang maupun uang.

Canting : Alat untuk membatik, yaitu untuk mengambil

hiasan pada kain mori sebagai calon kain batik

Cina Totok : Orang Cina pendatang baru

Indigo : Bahan pewarna untuk batik

Interstimulan : Timbal balik

Kapten : Kepala (pimpinan) untuk orang Arab

Pakretan : Tempat pemberhentian kereta milik abdi dalem

Keraton Kasunanan dari luar kota

Passenstelsel : Surat ijin melakukan perjalanan

Ritel : Pedagang eceran

Settlement : Menetap

Simbiosis mutualisme : Hubungan yang saling mnguntungkan bagi kedua

belah pihak

Sistem dumping : Sistem monopoli hasil perdagangan dengan cara

menjual murah barang diluar negeri dan menjual mahal barang tersebut didalam negeri

Vortenlanden : Nama yang diberikan oleh Belanda untuk kerajaan

Surakarta dan Yogyakarta serta Mangkunegaran dan Pakualaman

Wholesaler : Pedagang besar

Wholesaling : Perdagangan besar


(16)

commit to user

xvi

2. Singkatan

B.A.T.A.R.I : Batik Republik Indonesia

D.L.L.A.J : Dinas Layanan Lalulintas Jalan

H.P.P.K : Himpunan Pedagang Pasar Klewer

K.B.I : Koperaasi Batik Indonesia

K.P.N : Koperasi Pembatikan Indonesia

K.T.A : Kartu Tanda Anggota

K.T.P.P : Kartu Tanda Pengenal Pedagang

P.4.K : Paguyuban Pedagang Pelataran Pasar Klewer

P.K.L : Pedagang Kaki Lima

P.P.B.S : Persatuan Pengusaha Batik Surakarta

P.P.K.L : Persatuan Pedagang Kaki Lima Pasar Klewer

P.T : Perseroan Terbatas

S.H.P : Surat Hak Penempatan

S.I.P : Surat Ijin Penempatan

V.O.C : Vereenigde Oost Indische Compagnie


(17)

commit to user

xvii

ABSTRAK

Lia Candra Rufikasari. C0506033. 2010. Dinamika Pedagang Multietnis Pasar Klewer Surakarta Tahun 1958-1998. Skripsi: Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penelitian ini berjudul Dinamika Pedagang Multietnis Pasar Klewer

Surakarta Tahun 1958-1998. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) Gambaran umum dari Kota Surakarta, (2) Perkembangan Pasar Klewer di Surakarta pada tahun 1958-1998, (3) Interaksi antar pedagang multietnis di Pasar Klewer Surakarta tahun 1958-1998.

Penelitian ini merupakan penelitian historis, sehingga langkah-langkah

yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi heuristik, kritik sumber baik intern

maupun ekstern, interpretasi, dan historiografi. Teknik pengumpulan data yang

digunakan adalah studi dokumen, studi pustaka dan wawancara. Dari pengumpulan data, kemudian data dianalisa dan diinterpretasikan berdasarkan kronologisnya. Untuk menganalisis data, digunakan pendekatan ilmu sosial yang lain sebagai ilmu bantu ilmu sejarah. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan ekonomi, dan sosiologi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Surakarta banyak terdapat pasar-pasar tradisional yang memiliki keunikan masing-masing. Selain itu Surakarta juga menjadi pusat perdagangan bagi daerah-daerah di sekitarnya. Pasar Klewer merupakan pasar tradisional yang ada di Surakarta dan banyak memiliki keunikan, salah satu diantaranya pasar tersebut merupakan pasar tekstil terbesar di Jawa Tengah, sehingga menarik animo pedagang dari berbagai golongan untuk berdagang di Pasar Klewer. Perkembangan Pasar Klewer dari tahun 1958-1998 mengalami peningkatan, baik dalam hal jumlah pedagang kios dan para pedagang kaki lima maupun kapasitas bangunan yang kemudian diperluas. Jaringan interaksi yang terjalin antar pedagang Pasar Klewer yang multietnis ini sangat baik dan sudah terjalin sejak nenek moyang dan bahkan turun temurun. Para pedagang yang terdiri dari beberapa golongan, seperti: etnis Jawa, Cina, Arab dan Banjar ini memiliki tujuan yang sama, sehingga mereka tidak membedakan perbedaan golongan dan saling mengormati kepercayaan dalam berdagang. Para pedagang di Pasar Klewer ini juga memiliki suatu organisasi yang dapat menyatukan dan mempererat hubungan diantara para pedagang, yaitu HPPK dan P4K.

Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian tentang dinamika pedagang multietnis Pasar Klewer Surakarta tahun 1958-1998 adalah hubungan yang harmonis antar pedagang, keselarasan dalam berdagang dan tidak membedakan perbedaan golongan. Meskipun para pedagang Cina dan Arab menguasai sektor perdagangan partai besar, namun mereka juga membantu para pedagang Jawa, Banjar bahkan pedagang kaki lima. Keanekaragaman etnis di Pasar Klewer tidak menyurutkan mereka untuk melakukan kegiatan ekonomi dan dapat berkembang dengan baik tanpa saling menjatuhkan satu sama lain.


(18)

commit to user

xviii

ABSTRACT

Lia Candra Rufikasari. C0506033. The Dynamics Multiethnic Traders in Klewer Market Surakarta in the Year 1958-1998. Thesis: History Department Faculty of Letters and Fine Arts Sebelas Maret University.

The title of the research is “The Dynamics Multiethnic Traders in Klewer

Market Surakarta in the Year 1958-1998”. The objective of this research is to find

out (1) general description of the town of Surakarta, (2) Klewer Market developments in Surakarta in the year of 1958-1998, (3) multiethnic interaction betwen traders in the Klewer Market Surakarta in the year of 1958-1998.

This research is a historic research of which steps conducted include heuristics, both intern and extern source critics, interpretation, and historiography. Document study and literature review were used as techniques of collecting data. From the data collection, the data were interpreted based on their chronology. In order to analyze the data, other social science approaches as supporting science of history were applied. The approaches included in this research were economic and sociology approach.

Results showed that in Surakarta numerous traditional markets that have the uniqueness of each. Surakarta in addition also a tranding center for surrounding areas. Klewer market is a traditional market in Surakarta and many unique, one of which market is the largest textile market in Central Java, and attracted the interest of traders from various group to trade in the market Klewer. So that Klewer market developments from the year 1958-1998 has increased, both in terms of number of traders stall and street vendors as well as capacity building which later expanded. Network interaction that exists between a multiethnic Klewer market trader is excellent and has been stranded since the common ancestor and even form generation to generation until now. Traders consisting of several groups, such as: ethnic Javanese, Chinese, Arabs and ethnic Banjar has the same goal, so they do not distinguish differences in class and mutual respect trust in trade. Klewer market traders also has an organization that can unite and strengthen the relationship between the merchants of HPPK and P4K.

The conclusions can be drawn from researsch on the dynamics of a multiethnic Klewer market traders in Surakarta in the year of 1958-1998 is a harmonious relationship between traders, harmony in the trade and did not distinguish the difference in class. Although the Chinese and Arab traders controlled trade bulk, but they also help the traders of Javanese, Banjar, and even street vendors. Klewer ethnic diversity in the market did not discourage them to conduct economic activities and to develop properly without dropping each one another.


(19)

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Permasalahan sosial ekonomi di Indonesia, diawali dengan kedatangan para pedagang Indonesia kuno atau pada masa pra penjajahan. Keadaan sosial ekonomi, setelah kedatangan bangsa barat, telah mengalami banyak perubahan. Indikator dari kegiatan ekonomi pada masa lampau nampak pada aktivitas

perdagangan dan pelayaran yang terkosentrasi di daerah perkotaan.1

Aktivitas perekonomian yang ada di berbagai daerah tidak dapat dipisahkan dari adanya sektor pasar. Biasanya suatu pasar pada waktu tertentu berfungsi juga sebagai pasar barang dari tanah asing bagi saudagar perantauan. Begitu juga dengan daerah-daerah atau kota di Jawa, khususnya Jawa Tengah, yang perekonomian mereka pada masa kerajaan masih tergantung pada aktivitas perdagangan. Aktivitas perdagangan yang dilakukan pada awalnya masih bersifat

sederhana, dimulai dengan adanya sistem barter atau pertukaran uang hingga

mereka mengenal mata uang yang dijadikan sebagai alat transaksi dalam

perdagangan.2

Bagi kehidupan bermasyarakat Indonesia pasar menjadi salah satu tempat berinteraksi dan berkomunikasi, bagi masyarakat desa maupun masyarakat kota

1 Sukanto Reksohadiprojo dan Ar. Kaseno, 1981, Ekonomi Perkotaan, Yogyakarta:

BPFE, hal:1

2 Sartono Kartodirdjo, 1977, Masyarakat Kuno dan Kelompok-kelompok Sosial, Jakarta:


(20)

commit to user

yang memandang pasar sebagai pusat kegiatan jual-beli. Pasar sebagai pusat komunikasi dan interaksi, maka keadaan pasar sangat ramai, namun dibalik itu banyak hal yang dapat dikaji.

Asal usul pasar telah ada sejak jaman kuno. Masyarakat telah melakukan

perdagangan satu sama lain sejak jaman es.3 Adanya pasar di dalam kota-kota

kerajaan, maupun di kota-kota yang bukan pusat kerajaan, sangatlah erat hubungannya dengan sifat corak kehidupan ekonomi kota itu sendiri. Kota,

dilihat dari pengertian ekonomi adalah suatu tempat menetap (settlement) di mana

penduduknya terutama hidup dari perdagangan dari pada pertanian.4

Baik pasar dalam perkampungan pedagang-pedagang asing maupun di pusat kota-kota atau di bagian lain dari kota, tidaklah lepas dari kepentingan ekonomi masyarakat kota. Bagi kepentingan golongan atas, pasar tidak dapat diabaikan, terutama karena merupakan hasil pendapatan bagi mereka. Pasar yang terdapat di kota-kota pusat kerajaan atau mungkin di kota lainnya, merupakan salah satu sumber penghasilan Raja atau Penguasa setempat, serta kaum bangsawan atau kaum elite. Hubungan kota dengan desa disekitarnya juga tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan perekonomian karena saling tergantung.

Munculnya pasar tidak dapat lepas dari kebudayaan masyarakat setempat. Pasar yang merupakan komponen penting bagi kehidupan penduduk merupakan ciri khas dari suatu kota, baik dalam pusat kota maupun kota pinggiran. Hal ini

3 Robert L. Heilbroner, 1994, Terbentuknya Masyarakat Ekonomi, Jakarta: PT. Bumi

Aksara, hal: 27

4 Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, 1993, Sejarah Nasional


(21)

commit to user

karena, pasar itu sendiri sebagai himpunan masyarakat dari berbagai tempat. Berkaitan dengan masalah ini tentunya bagi mereka yang kehidupannya menitikberatkan pada perdagangan. Dalam kehidupan sehari-hari, lembaga pasar sangat berperan penting. Dapat dikatakan bahwa kemajuan atau kemunduran taraf kehidupan masyarakat sangat ditentukan oleh lembaga pasar itu. Keadaan demikian tentunya merupakan sesuatu yang menarik untuk diteliti.

Pada dasarnya pasar pada suatu masyarakat ditentukan oleh fungsinya, yaitu sebagai tempat untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain, serta sebagai tempat transaksi jual beli barang dan jasa antara anggota masyarakat dari berbagai golongan, seperti Pasar Klewer di Surakarta. Pasar Klewer dirintis sejak jaman penjajahan Jepang, yang pada saat itu kehidupan warga Surakarta banyak mengalami kesulitan. Berawal dari kehidupan yang serba sulit ini kemudian sejumlah orang berinisiatif untuk berjualan pakaian dan kain. Waktu itu lokasinya terletak di sebelah timur pasar Legi atau kawasan kantor air minum dan pasar Burung.

Sejumlah orang ini menjajakan pakaian dan kain dengan cara menggantungkannya di pundak, dan berjalan hilir mudik di lingkungan tersebut, yang tentu saja barang dagangannya menjuntai ke bawah tidak beraturan atau

istilah orang jawa “kleweran”. Berhubung komunitas tersebut belum memiliki

nama, maka disebutlah pasar Klewer. Pemerintah saat itu menilai bahwa lokasi seputar pasar Klewer kotor, maka lokasi pasar dipindah di sebelah selatan Masjid Agung, atau di sebelah barat gapura Keraton Kasunanan Surakarta, menyatu dengan pasar Slompretan yang sudah ada sebelumnya.


(22)

commit to user

Sekitar tahun 1957-1958 pasar Klewer diperluas ke barat, dengan memindahkan pasar sepeda ke alun-alun selatan dan pasar burung dipindah ke Widuran, karena lokasi ini akan digunakan untuk berjualan tenun dan batik. Pada tahun 1969 kondisi pasar sudah tidak memenuhi persyaratan ekonomis, kesehatan, dan perkembangan kemajuan pembangunan. Pemerintah kemudian merenovasi pasar hingga memiliki bagunan dengan dua lantai. Peresmiannya dilakukan oleh

Presiden Soeharto pada 7 Juni 1971 dengan nama tetap Pasar Klewer.5

Sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan ekonomi, keberadaan pasar Klewer semakin dikenal sebagai pusat tekstil di Jawa Tengah. Hal ini mengakibatkan orang dari berbagai penjuru daerah, tidak hanya dari pulau Jawa tetapi juga dari Sumatra, Lombok, Kalimantan berdatangan ke Surakarta untuk mencari barang dagangan. Melihat keadaan pasar Klewer yang berkembang sangat pesat, akibatnya memancing animo pedagang untuk berjualan di lingkungan pasar Klewer, sehingga keberadaannya sangat mengganggu kelancaran arus lalu lintas dan menganggu pedagang yang mempunyai Surat Ijin Penempatan (SIP). Untuk mengatasi hal tersebut oleh Pemkot Solo pada tahun 1985 membangun pasar Klewer Timur yang letaknya berhimpitan dengan pasar Klewer lama, peresmiannya dilakukan oleh Gubernur Jawa Tengah H.M Ismail pada 17 Desember 1986.

Karakter pedagang di Pasar Klewer ini terdiri dari berbagai etnis, baik etnis Jawa, suku Banjar, etnis Cina maupun Arab. Hubungan diantara kalangan

pedagang ini meskipun rumit, namun terjalin suasana “mutual Simbiosis”.


(23)

commit to user

Disebut rumit karena pedagang yang berada di pasar ini terdiri dalam skala usaha, mulai dari pedagang besar atau grosir, pedagang biasa hingga pedagang pengecer. Meskipun terdapat perbedaan kepentingan diantara mereka, tetapi juga terdapat

semacam aturan, sehingga tidak terjadi persaingan yang tidak sehat.6

Etnis Arab yang terdapat di wilayah Surakarta ini berada di sekitar Pasar Kliwon, sebelah timur Kasunanan Surakarta. Tempat tersebut dinamakan

perkampungan Arab, yang menjadi pemimpinnya adalah Kapten Arab Sungkar.7

Orang Arab tersebut bekerja sebagai pengusaha batik di pasar Klewer. Meskipun orang Arab di kelompokkan dalam golongan Timur Asing, namun mereka banyak berhubungan dengan orang pribumi. Kesamaan agama dan kepentingan ekonomi yang melandasi masyarakat Arab ini lebih mendekatkan mereka dengan kalangan penduduk pribumi daripada dengan kalangan penguasa Eropa maupun kelompok Cina.

Kelompok Timur Asing lainnya adalah etnis Cina. orang-orang Cina di Surakarta menempati wilayah Balong, Coyudan dan lain sebagainya, sehingga tempat tersebut dinamakan kampung Pecinan. Masyarakat Cina ini dipimpin oleh Babah Mayor dan banyak bekerja menjadi pengusaha di sekitar pasar Klewer. Mereka hampir mendominasi di pasar tersebut, meskipun masih terdapat etnis lain selain masyarakat keturunan Cina, yaitu Arab dan pribumi.

6 M. Hari Mulyadi, dkk, 1999, Runtuhnya Keraton Alit: Studi Radikalisasi Wong Solo

dan Kerusuhan Mei 1998, Surakarta: LPTP, hal: 266

7 Mahasiswa Jurusan Ilmu Sejarah, 2006, Solo Kota Dagang, Laporan Penelitian,


(24)

commit to user

Pasar Klewer yang merupakan pasar tekstil terbesar di Surakarta, bahkan Jawa Tengah ini banyak memperdagangkan hasil kerajinan batik dari masyarakat sekitar maupun dari daerah lain. Bagi kehidupan masyarakat Surakarta, dapat dilihat bahwa setiap hari masyarakat memenuhi pasar-pasar yang ada, meskipun belum tentu mereka mendapatkan barang yang mereka inginkan sesuai dengan harga yang diberikan oleh pedagang. Dengan demikian munculnya pasar-pasar modern akan semakin banyak alternatif dari para konsumen untuk menentukan pilihannya, tetapi pasar-pasar tradisional yang juga masih banyak peminatnya. Tetapi bagaimanapun juga pasar tradisional tetap menjadi urat nadi ekonomi rakyat.

Untuk mendapatkan gambaran yang lebih luas dan jelas tentang interaksi pedagang Pasar Klewer yang terdiri dari etnis Jawa, Banjar, Cina dan Arab, khususnya pada tahun 1958-1998, yang ditandai dengan perluasan wilayah pasar

seperti sekarang ini, maka penelitian ini mengambil judul Dinamika Pedagang


(25)

commit to user

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka rumusan masalah yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:

1. Bagaimana gambaran umum kota Surakarta?

2. Bagaimana perkembangan Pasar Klewer di Surakarta pada tahun

1958-1998?

3. Bagaimana interaksi antar pedagang yang multietnis di pasar Klewer

Surakarta pada tahun 1958-1998?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui gambaran umum dari kota Surakarta.

2. Untuk mengetahui perkembangan pasar Klewer di Surakarta pada tahun

1958-1998.

3. Untuk mengetahui interaksi antar pedagang yang multietnis di pasar


(26)

commit to user

D. Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini dapat menjelaskan melalui penulisan hasil penelitian secara deskriptif analisis berdasarkan data-data yang relevan dengan inti permasalahan, diharapkan dari hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan tentang

perkembangan dan dinamika pedagang multietnis Pasar Klewer di Surakarta.

2. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi masyarakat khususnya masyarakat Surakarta, mengenai perkembangan dan dinamika pedagang multietnis Pasar Klewer di Surakarta.

E. Tinjauan Pustaka

Penelitian ini menggunakan beberapa literatur dan referensi yang relevan dan dapat menunjang tema yang dikaji. Literatur tersebut akan dijadikan sebagai bahan acuan untuk mengkaji, menelusuri dan mengungkapkan pokok-pokok perasalahan. Literatur yang digunakan antara lain:

Buku karangan Clifford Geertz, yang berjudul Penjaja dan Raja, 1983.

Dalam buku ini menceritakan mengenai suatu pranata ekonomi dan cara hidup yang membuktikan bahwa pasar merupakan suatu gaya umum dari kegiatan ekonomi yang mencangkup semua aspek dari masyarakat, sebagai contoh dua


(27)

commit to user

kota di Indonesia, yaitu Mojokuto sebagai kota pasar dan Tabanan sebagai Kotaraja di Bali. Selain itu juga, dijelaskan pula bahwa kedua kota tersebut menjadi pusat pemerintahan, perdagangan dan pendidikan. Keduanya merupakan gelanggang setempat bagi pertemuan kebudayaan antara timur dan barat, tradisionil dan modern serta lokal dan nasional, dan keduannya menunjukkan bukti-bukti yang jelas bahwa disitu sedang terjadi perubahan-perubahan sosial, politik dan ekonomi. Meskipun dari segi kebudayaan kedua kota itu berlainan dan struktur sosialnya juga menunjukkan perbedaan tertentu yang penting, namun keduannya timbul dari tradisi historis yang sama. Hal ini sama seperti keadaan di kota Surakarta yang banyak terdapat berbagai etnis namun dengan adanya pasar Klewer tersebut dapat saling berinteraksi dalam bidang budaya maupun sosial ekonomi.

Geertz juga menyebutkan tentang tiga tipe pasar dan tiga sudut pandangnya dalam memahami pasar, antara lain sebagai arus barang dan jasa menurut pola tertentu. Tipe yang kedua yaitu sebagai rangkaian mekanisme ekonomi untuk memelihara dan mengatur arus barang dan jasa tersebut.Tipe yang terakhir yaitu sebagai sistem sosial dan kebudayaan, yang mekanisme itu tertanam. Selain itu, terdapat ekonomi pasar yang merupakan suatu perekonomian dimana arus total perdagangan terpecah-pecah menjadi transaksi antara orang yang satu dengan yang lainnya yang masing-masing tidak ada hubungan, dan dalam jumlah yang besar. Mekanisme ekonomi yang mengatur dan memelihara arus barang dan jasa dalam pasar, seperti: sistem harga luncur yang cenderung menciptakan suatu situasi yang tekanan persaingan bukan pertama-tama antara penjual dengan penjual seperti lazimnya, melainkan antara pembeli dan penjual.


(28)

commit to user

Pola ini hanya memusatkan seluruh perhatian pedagang pada masing-masing transaksi, tujuannya adalah selalu berusaha mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya dari transaksi jual beli yang dilakukan.

Peranan Pasar pada Masyarakat Pedesaan (Pasar “Nayak” Wamena), yang ditulis oleh Tejo Wahyono, dkk, 1987. Buku ini mengulas tentang peranan Pasar sebagai pusat ekonomi dan peranan pasar sebagai pusat kebudayaan, juga mengenai masyarakat pedesaan. Selain itu, pasar tidak hanya sebagai tempat jual-beli, namun juga tempat bertemu, tempat berinteraksi antara anggota masyarakat dari berbagai golongan dan berbagai angkatan. Munculnya interaksi, secara sengaja atau tidak maka terjadi transformasi nilai-nilai budaya.

Runtuhnya Kekuasaan “Keraton Alit” (Studi Radikalisasi Sosial “wong Sala” dan Kerusuhan Mei 1998 di Surakarta), karangan M. Hari Mulyadi, dkk, tahun 1999. Buku ini meyoroti mengenai kondisi sosial, politik, ekonomi, kultural, pertahanan dan keamanan di Surakarta selama Orde Baru dan terutama menjelang terjadinya kerusuhan. Sebelumnya juga dimulai dengan meninjau kota Surakarta dalam perspektif historis, baik sejak masa dualisme pemerintahan (kolonial dan Keraton Surakarta Hadiningrat) hingga pemerintahan dibawah Negara Republik Indonesia. Pembahasan mengarah kepada berbagai kebijakan politik maupun politik ekonomi, dengan fenomena kondisi sosial ekonominya. Kemudian mencoba melihat mengenai hubungan antar etnis di Surakarta dan interaksinya. Di Surakarta terdapat model perkampungan homogen seperti nama kampung dan model perkampungan yang heterogen seperti model perkampungan orang Eropa, Suku Banjar, Etnis Cina, Etnis Arab.


(29)

commit to user

Robert L. Heirbroner, dalam buku Terbentuknya Masyarakat Ekonomi,

1982. Robert membedakan jenis pasar dari sudut pandang pembentukannya, yaitu pasar yang timbul dengan sendirinya dan yang disengaja. Jenis pasar yang pertama, biasanya terdapat di tempat-tempat yang strategis untuk berdagang, seperti di tepi jalan besar, dekat pemukiman penduduk dan lain sebagainya. Jenis pasar yang kedua yaitu berhubungan dengan keinginan penguasa untuk memenuhi kebutuhan penduduk.

Penelitian Mahasiswa Jurusan Ilmu Sejarah tentang Solo Kota Dagang,

2006. Laporan ini banyak menjelaskan mengenai keadaan kota Surakarta seperti alat transportasi, pola pemukiman, pasar-pasar, bandar dan tempat-tempat bersejarah lainnya. Faktor tersebut sangat menunjang sistem perdagangan, misalnya dengan adanya pasar di pusat kota maka disekitar pasar tersebut akan dibuat jalur transportasi untuk kelancaran dalam berdagang dan memudahkan para konsumen. Sejalan dengan perkembangan masyarakat maka berkembang pula jumlah penduduk dan jumlah srtuktur yang dibutuhkan masyarakat dalam menunjang kehidupannya. Pola pemukiman masyarakat di kota Surakarta yang heterogen, sehingga setiap masyarakat atau etnis menempati wilayah tertentu, seperti etnis Cina yang pola pemukimannya di daerah Pecinan, etnis Arab yang terdapat di Pasar Kliwon serta masyarakat Banjar yang berada di kampung Jayengan.

Tesis Karya Sudarmono, Munculnya Kelompok P engusaha Batik Laweyan

Awal Abad XX, 1987, menjelaskan masyarakat Laweyan yang tumbuh menjadi komunitas pengusaha diantara komunitas sosial yang lebih besar yaitu Keraton dan rakyat Surakarta. Tulisan ini dijelaskan bagaimana Laweyan menjadi derah


(30)

commit to user

yang memiliki karakter sosial yang berbeda. Masyarakat Laweyan

mengembangkan gaya hidup yang berlawanan dengan para priyayi yang suka berfoya-foya, feodalistis dan berpoligami. Melalui perdagangan batik, para saudagar laweyan mampu menunjukkan kekayaan yang menyaingi para bangsawak keraton. Peningkatan kekayaan para saudagar batik diikuti dengan

naiknya status sosial mereka sebagai “mbok mase” yaitu gelar diluar gelar

kebangsawanan sebagai majikan wanita pemilik perusahaan batik di Laweyan. Status dan kekayaan ini diperoleh berkat etos kerja pedagang yang sangat berbeda dengan priyayi.

F. Metode Penelitian

Metode merupakan cara yang di gunakan untuk menggunakan penelitian terhadap data dan fakta yang objektif agar sesuai dengan tujuan penelitian, sehingga dapat terbukti secara ilmiah. Sesuai dengan permasalahan yang dibaas, maka metode yang digunakan adala metode historis. Menurut Louis Gottschalk yang dimaksud dengan metode historis adalah proses menguji dan menganalisis

secara kritis rekaman dari pengalaman masa lampau.8 Metode historis ini terdiri

dari empat tahap yang saling berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya, yaitu:

a. Heuristik, merupakan suatu proses pengumpulan bahan atau sumber-sumber sejarah atau data-data baik dokumen hasil wawancara maupun buku-buku. Dokumen yang terkumpul seperti berita dalam koran Dharmo Kanda terbit


(31)

commit to user

tahun 1978 tentang ”Mula Bukane Jeneng Pasar Klewer”, yang di dalamnya

di bahas mengenai sejarah pasar Klewer yang dulunya bernama Pasar Slompretan, dan data-data yang diperoleh dari Dinas Pengelolaan Pasar, Kantor Pasar, Kantor HPPK (Himpunan Pedagang Pasar Klewer) dan P4K (Paguyuban Pedagang Pelataran Pasar Klewer), seperti data-data mengenai pedagang Pasar Klewer, sejarah Pasar Klewer dan dinamika Pasar Klewer. Wawancara dilakukan terhadap informan yaitu Totok Supriyanto, Dwi Adi Prihutomo, Atmanto, H. Abdul Kadir, Maryono, Juminten, Fatimah dan Aminah. Proses yang dilakukan yaitu dengan mengumpulkan bahan buku, koran dan majalah di Laboratorium Sejarah, Perpustakaan Sastra dan Seni Rupa, Perpustakaan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Dinas Pengelolaan Pasar, Pusdok Solopos, Rekso Pustoko Mangkunegaran, Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Surakarta dan Monumen Pers. Karena di tempat tersebut banyak terdapat sumber-sumber primer yang sangat membantu dalam penulisan penelitian ini.

b. Kritik sumber, yang bertujuan untuk mencari keaslian sumber yang diperoleh

melalui kritik intern dan kritik ekstern.9 Kritik intern ini bertujuan untuk

mencari keaslian isi sumber atau data yang diperoleh dari Monumen Pers dan Dinas Pengelolaan Pasar. Sedangkan kritik ekstern bertujuan untuk mencari keaslian sumber yang telah diperoleh tersebut.

c. Interpretasi, adalah penafsiran terhadap fakta-fakta yang dimunculkan dari data-data yang telah diseleksi dan disesuaikan dengan tema yang dibahas,

9 Dudung Abdurrahman. 1999. Metode penelitian Sejarah. Jakarta: Logos Wacana Ilmu,


(32)

commit to user

berdasarkan hasil data yang telah di peroleh dari Monumen Pers dan Dinas Pengelolaan Pasar. Tujuan dari interpretasi ini adalah menyatukan sejumlah fakta yang diperoleh dari sumber atau data sejarah dan bersama teori

disusunlah fakta tersebut kedalam interpretasi yang menyeluruh.10 Untuk

analisa terhadap data dilakukan secara deskriptif kualitatif karena data-data yang dikumpulkan pada dasarnya adalah data-data-data-data kualitatif. Analisa setelah data-data yang terkumpul, kemudian diinterpretasikan, ditafsirkan, dan dianalisis dengan sebab akibat dari suatu fenomena sosial pada cakupan waktu dan tempat tertentu.

d. Historiografi, yaitu proses penulisan sejarah sebagai langkah akhir dari penelitian sejarah, dimana dalam menyajikan hasil penelitian ini berupa penyusunan fakta-fakta dalam suatu sintesa kisah yang bulat sehingga harus disusun menurut teknik penulisan sejarah.


(33)

commit to user

G. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini, peneliti menggunakan sistematika penulisan yang terbagi dalam lima bab pokok pembahasan, yang urutannya sebagai berikut:

BAB I, merupakan bab pendahuluan yang mencangkup mengenai garis besar penulisan skripsi yang di dalamnya memuat: latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika skripsi.

BAB II, merupakan gambaran umum mengenai kota Surakarta, serta mengenai kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar dan keadaan pasar-pasar tradisional pada saat itu.

BAB III, dibahas mengenai perkembangan pasar klewer pada tahun 1958-1998, mencangkup mengenai sejarah pasar Klewer, keadaan pasar klewer, mengenai asal usul pedagang pasar Klewer yang multietnis tersebut serta aktivitas dan karakter pedagang di Pasar Klewer.

BAB IV, mengkaji mengenai interaksi antar pedagang pasar Klewer yang multietnis baik dalam bidang sosial maupun ekonomi, serta paguyuban pedagang Pasar Klewer.

BAB V, bab ini merupakan bab akhir yang akan mengungkapkan kesimpulan dari bab-bab sebelumnya.


(34)

commit to user

16

BAB II

GAMBARAN UMUM KOTA SURAKARTA

A. Deskripsi Kota Surakarta

Surakarta merupakan bagian Vortenlanden di samping daerah Yogyakarta.

Surakarta yang sebagai suatu wilayah geografis dan administrasi pemerintahan mengalami perkembangan dan perubahan. Perkembangan kota Surakarta mengikut proses pembentukan konvensional, yaitu dari suatu fungsi agraris ke fungsi non agraris. Fungsi administrasi pemerintahan yang mula-mula berfungsi sebagai kedudukan feodal (kerajaan), untuk selanjutnya dipindahkan pada sistem pemerintahan kolonial, dan akhirnya sampai pada sistem pemerintahan demokratis dengan status sebagai kotamadya.

Kota Surakarta terletak pada ketinggian 200 meter di atas permukaan laut, di sebelah kiri Bengawan Sala, dan pada kedua belah tepi Sungai Pepe. Sebagian besar kota tersebut masuk dalam wilayah Kasunanan dan kurang lebih seperlima bagian merupakan daerah Mangkunegaran. Daerah Kasunanan di dalam kota

dikenal dengan nama daerah kidulan. Sebutan ini mungkin dihubungkan dengan

letak keraton yang berada di sebelah selatan, sedangkan istana Mangkungaran terletek di sebelah utara jalan raya Purwasari dan jalan trem yang menghubungkan

Boyolali dan Wonogiri yang seakan-akan menjadi batas kedua daerah tersebut.1

Kota Surakarta sebagai pusat kerajaan tradsional Mataram, menunjukkan ciri-ciri feodal agraris karena letak geografisnya yang dikelilingi oleh daerah pertanian. Selain faktor geografis, pertumbuhan dan perkembangan kota Surakarta

1 Darsiti Soeratman, 2000, Kehidupan Dunia Keraton Surakarta 1830-1939, Yogyakarta:


(35)

commit to user

tidak lepas dari faktor politik saat itu. Pengaruh politik dari Belanda yang semakin intensif terutama di Pulau Jawa, yang ikut menentukan pertumbuhan kota Surakarta, yakni kota Surakarta dijadikan sebagai pusat administrasi pemerintahan kolonial. Ikut campurnya pemerintah asing ini mengakibatkan masuknya unsur-unsur asing.

1. Keadaan Penduduk

Penduduk atau masyarakat merupakan salah satu komponen terpenting dalam masalah perkotaan. Pertumbuhan, perkembangan, serta penyebarannya sering kali menimbulkan efek sosial yang menjadi perhatian pemerintah daerah setempat. Perkembangan penduduk yang cepat menyebabkan struktur penduduk mengalami perkembangan juga. Struktur penduduk dari segi mata pencaharian akan mengalami varias yang labil. Mata pencaharian penduduk akan berubah seiring dengan perkembangna ekonomi dan potensi yang ada. Kependudukan merupakan salah satu bidang yang menjadi perhatian pemerintah dalam proses pembangunan, dimana dalam masalah kependudukan nantinya akan memuat kuantitas penduduk seperti jumlah penduduk, persebaran penduduk, angkatan kerja serta kualitas penduduk seperti pendidikan dan kesehatan.

Seperti penduduk Surakarta yang bersifat homogen. Dalam hal pemukiman, tampak adanya segregasi yang nyata antara lapisan penduduk. Hal ini sesuai dengan pembagian pelapisan sosial yang dilakukan oleh pemerintah Belanda pada tahun 1854 dengan membagi-bagi penduduk menjadi tiga

kelompok, yaitu Eropa (Europeesche), Timur Asing (Vreemde Oosterlingen)

seperti Cina, Arab, India dan yang terakhir adalah Pribumi (Inlanders).2

2 Cahyo Adi Utomo, 2010, “Peran Etnis Cina dalam Perdagangan di Surakarta pada


(36)

commit to user

Mayoritas penduduk kota Surakarta adalah orang Jawa, dan lainnya merupakan pendatang dari luar daerah seperti Banjar dan Melayu, bahkan keturunan etnis luar Indonesia seperti Eropa, Cina dan Arab yang telah menetap dan menjadi bagian dari kota Surakarta karena telah berkewarganegaraan Indonesia. Sebagian dari mereka telah mempunyai perkampungan tersendiri, seperti komunitas keturunan Arab dikenal berada di Kecamatan Pasar Kliwon, komunitas orang Cina di daerah Pecinan, sedangkan untuk pendatang dari golongan pribumi seperti orang Banjar di Kampung Banjaran, orang Madura di Kampung Sampangan dan sebagainya.

Pola pemukiman di Kota Surakarta pada awal abad ke-20 bersifat pluralistis dan menunjukkan stratifikasi sosial dengan pengelompokan yang sangat menyolok. Bentuk pelapisan sosial yang memisahkan antara perkampungan Eropa dengan etnik lain merupakan wujud diskriminasi yang pada awalnya telah diatur untuk kepentingan dan keamanan Pemerintah Kolonial Belanda. Perkampungan Pecinan untuk orang-orang Cina ditunjukkan untuk mengawasi gerak-gerik mereka yang ditempatkan di Sekitar Pasar Gede, diurus

oleh kepala yang diambil dari etnik yang sama, dan diberi pangkat Mayor. Di

kalangan penduduk setempat di kenal dengan sebutan Babah Mayor. Demikan

halnya dengan orang-orang Arab, mereka ditempatkan di wilayah sekitar Pasar

Kliwon, dan diurus oleh kepala dengan pangkat Kapten. Sedangkan

perkampungan untuk penduduk bumiputra terpencar di seluruh kota.3

3 Rustopo. 2007, Menjadi Jawa: Orang-orang Tionghoa dan Kebudayaan Jawa di


(37)

commit to user

Tabel 1

Penyebaran wilayah tempat tinggal etnis-etnis di Surakarta

No Etnis Wilayah tinggal

1. Jawa Tersebar di seluruh kota, etnis Jawa

merupakan etns mayortas di Surakarta

2. Cina Daerah Pasar Gede, Balong, Kecamatan

Jebres, Kelurahan Sudroprajan, Jagalan,

Langenharjo, Kecamatan Banjarsari,

Gilingan, Kestalan, Timuran, Setabelan dan Solo Baru.

3. Arab Kecamatan Pasar Kliwon (Kecamatan

Pasar Kliwon, Semanggi, dan Kedung Lumbu)

4. India dan Eropa Loji Wetan

Sumber: Eka Deasy Widyaningsih, 2007: 40

Pertumbuhan penduduk di Surakarta tidak lepas dari adanya mobilitas sosial yang relatif cukup singkat sehingga mendorong terjadinya peningkatan kepadatan penduduk di wilayah Surakarta. Mobilitas tersebut pada awalnya diakibatkan oleh faktor penarik kota yaitu kota Surakarta telah tumbuh menjadi kota yang modern dengan segala fasilitas penunjangnya. Meningkatnya jumlah penduduk di dalam kota kerena luas daerah itu sendiri tidak mungkin bertambah, sehingga pertambahan jumlah penduduk dengan pertumbuhan aspek lainnya tidak berjalan dengan seimbang yang menyebabkan masalah sosial dan ekonomi diantaranya terlihat kesenjangan diantara masyarakat, pemukiman kumuh, tingkat kriminalitas yang meningkat, pengangguran dan sebagainya.

Namun jika melihat perkembangan-perkembangan yang ada, wilayah Surakarta bisa menjadi sebuah kota yang dapat berfungsi sebagai kota


(38)

commit to user

perdagangan. Di daerah ini telah terdapat banyak pusat perdagangan, seperti adanya pasar tradisional maupun pusat perbelanjaan yang lebih modern. Selain itu banyaknya perusahaan juga dapat menjadikan sebagai kota industri. Perkembangan kota Surakarta tampaknya tidak hanya bertumpu pada sektor pertanian saja, namun sudah berkembang dalan sektor lainnya.

2. Sarana dan Prasarana Kota

Adanya fasilitas yang lengkap dalam suatu daerah atau kota, akan mempengaruhi kehidupan dan kemajuan masyarakatnya. Disadari atau tidak bahwa kesehatan masyarakat yang baik akan menunjang pembangunan. Manusia yang sehat akan lebih produktif sehingga akan memberi sumbangan kepada keberhasilan dalam pembangunan. Selain itu usaha-usaha pendidikan juga termasuk dalam usaha untuk mengembangkan sumber daya manusia. Kebutuhan pendidikan sekarang telah menjadi kebutuhan pokok. Untuk bisa menyediakan

tenaga kerja yang terdidik dan terampil perlu pendidikan yang baik.4 Selain

fasilitas kesehatan dan pendidikan, sarana-sarana yang lain juga sangat diperlukan untuk perkembangan suatu daerah. Misalnya: pasar, jalan yang baik, sarana transportasi dan lainnya.

Salah satu prasarana ekonomi yang penting adalah adanya pasar. Pada tahun 1960-an, wajah kota Surakarta masih diwarnai pasar-pasar tradisional, seperti: Pasar Gede, Pasar Klewer, Pasar Kliwon, Pasar Tanggul, Pasar Ledoksari, Pasar Jebres, Pasar Legi, Pasar Singosaren, Pasar Kembang, Pasar Kadipolo, Pasar Nangka, Pasar Harjodaksino, Pasar Kleco, Pasar Kabangan, dan Pasar Laweyan. Sedangkan pada tahun 1980-an dibangun lagi pusat pertokoan,

4 Sukanto Reksohadiprojo dan Ar. Kaseno, 1985, Ekonomi Perkotaan, Yogyakarta:


(39)

commit to user

beberapa super-market, puluhan hotel, ratusan bank, puluhan bioskop, ratusan warung telekomunikasi, dan lain-lain. Ada empat tekstil yang dibangun di sekitar Surakarta, yaitu: PT. Sritex, PT. Batik Keris atau Dan Liris, PT. Tyfountex, PT. Danarhadi atau Kusumahadi, dan satu perusahaan obat-obatan yang cukup besar

yaitu PT. Konimex, serta perusahaan jamu yang terkenal, PT. Air Mancur.5

Pada tahun 1980-an pembangunan jalan dan sarana transportasi, selain untuk memberikan fasilitas umum yang nyaman, juga untuk mendukung perkembangan sektor industri, ekonomi, dan pariwisata, khususnya untuk distribusi barang dan jasa. Pembangunan jalan di dalam Kota Surakarta disesuaikan dengan suatu pola, yang menempatkan Jalan Slamet Riyadi sebagai poros utama kota. Pembangunan jalan ke luar kota disesuaikan atau dihubungkan dengan pusat-pusat ekonomi baru yang merupakan bagian dari pengembangan zona ekonomi Surakarta, dan pintu masuk dan keluar dari Surakarta, seperti Palur,

Solo Baru, Colomadu, dan Kartasura.6

Berkembangnya pembangunan jalan dan perekonomian di Kota Surakarta itu seiring dengan perkembangan transportasi perkotaan. Kebutuhan akan transportasi perkotaan bagi masyarakat semakin meningkat, ditandai dengan semakin banyaknya armada-armada angkutan perkotaan dengan berbagai rute yang menjelajahi seluruh sudut kota dan antar kota Kecamatan atau Kabupaten yang tidak pernah sepi dari penumpang. Oleh karena itu dibutuhkan terminal-terminal bus yang memadai. Selain pembangunan terminal-terminal bus Tirtonadi untuk angkutan antarkota dan antarpropinsi, juga dibangun terminal-terminal bus yang lebih kecil di Palur, Kartasura, dan juga di Solo Baru dan Mojosongo. Untuk

5

Rustopo, Op. Cit, hal 22


(40)

commit to user

angkutan kereta api masih digunakan prasarana peninggalan kolonial, seperti Stasiun Balapan, Stasiun Jebres, Stasiun Purwosari, dan Stasiun Sangkrah (kota). Untuk angkutan udara, Bandara Adi Sumarmo di Panasan ditingkatkan kapasitasnya sebagai bandara internasional, sekaligus sebagai pelabuhan

embarkasi haji untuk Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.7

Pendukung dalam sektor perekonomian, seperti telah terdapat jalan-jalan yang kondisinya baik, sehingga dapat memperlancar kegiatan ekonomi masyarakatnya. Kondisi jalan di Surakarta pada umumnya sudah beraspal dengan keadaan yang masih baik. Hal ini tentu akan dapat mendukung sektor perdagangan dan perindustrian. Namun masih banyak pula kemacetan di sejumlah tempat, terutama jalan-jalan yang melewati Pasar Klewer, Pasar Gede, Pasar Legi, Pasar Kadipolo, kompleks pertokoan Coyudan dan Singosaren. Selain dikarenakan tempat tersebut menjadi pusat kegiatan ekonomi, juga sebagian jalan menjadi tempat parkir dan tempat berjualan pedagang-pedagang kaki lima yang memenuhi trotoar, bahu jalan dan lain-lain.

B. Kondisi Sosial Ekonomi

Pengertian antropologi mengenai tindakan sosial merupakan tindakan berpola dari setiap individu manusia. Kondisi sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang berintraksi satu sama lain, berhubungan serta bergaul setiap hari menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan sebagai

7 Ibid, hal: 24


(41)

commit to user

rangkaian aktivitas manusia dalam suatu masyarakat yang bersifat konkret, terjadi

di sekeliling kita sehari-hari. 8

Aspek sosial ekonomi merupakan suatu hal penting dalam mempelajari suatu aspek masyarakat dan suatu daerah, karena dari sinilah dapat diukur seberapa berhasil atau majunya suatu masyarakat dan sebuah kota. Kota Surakarta sendiri merupakan salah satu wilayah yang perkembangannya tergolong tinggi di Propinsi Jawa Tengah. Salah satu penyebabnya adalah letaknya yang strategis, tepatnya di persimpangan jalur penting yang terhubung dengan kota-kota besar seperti: Semarang dan Yogyakarta, serta wilayah bagian timur seperti Surabaya dan Madiun.

Kondisi sosial ekonomi di Surakarta pada masa Orde Baru, tidak jauh berbeda dengan kondisi ekonomi nasional. Keadaan ekonomi pada masa ini, dapat dilihat pada indikator harga sembilan macam barang kebutuhan pokok sehari-hari (sembako) selama tahun 1966, yaitu kenaikan paling sedikit adalah Batik Kasar pada bulan Desember menjadi Rp 185.000,-/kg atau harganya naik 116%. Gejala lain yang muncul di masyarakat yaitu membesarnya jumlah pedagang

barang-barang bekas (klitikan), terutama di daerah Ngapeman dan di sepanjang depan

Keraton Mangkunegaran keselatan hingga ke Pasar Pon yang kemudian dikenal

oleh masyarakat dengan Pasar Yaik.9

Masyarakat Surakarta sebagian besar bermata pencaharian di bidang non agraris, hal inilah yang menjadi pendorong bagi masyarakat Surakarta menjadi daerah atau kota yang memiliki potensi dalam bidang perdagangan. Sedangkan

8 Koentjaraningrat, 1990, Pengantar lmu Antropologi, Jakarta: PT. Rineka Cipta, hal: 43

9 Hari Mulyadi, dkk, 1999, Runtuhnya Kekuasaan Keraton Alit: Studi Radkalisasi Sosial


(42)

commit to user

prasarana yang disediakan oleh Pemerintah Daerah Kotamadya dalam memperlancar perekonomian telah tersedia, sarana itu antara lain berupa alat transportasi, pasar dan sebagianya.

Daerah-daerah yang berada di sekitar kota Surakarta merupakan daerah yang cukup berpotensial untuk tanaman pangan, karena daerah-daerah tersebut merupakan daerah yang cukup subur. Adanya berbagai program yang dikembangkan oleh masing-masing pemerintah Daerah, seperti peningkatan tanaman pangan maupun hasil produksi lainnya, menyebabkan wilayah Surakarta menjadi jalur lalu lintas perdagangan yang cukup strategis. Dari masing-masing daerah yang memiliki potensi yang berbeda antara yang satu dengan daerah yang lainnya, maka akan memperlancar perdagangan, dalam usaha meningkatkan ekonomi suatu daerah.

Daerah yang cukup potensial untuk pertanian terutama adalah daerah Sragen, Karanganyar, Klaten, Sukoharjo, dan wilayah lain yang masih termasuk dalam Karesidenan Surakarta. Disamping yang dihasilkan adalah tanaman pangan, ada juga hasil produksi lain seperti industri. Surakarta merupakan pusat perdagangan hasil pertanian maupun industri lain yang berasal dari daerah di sekitar wilayah Surakarta, maupun hasil produksi yang berasal dari luar Karesidenan Surakarta.

Menurut keterangan yang diperoleh dari beberapa responden seperti penuturan Atmanto dan Abdul Kadir, bahwa meskipun mereka berasal dari luar wilayah Surakarta dan dari daerah yang merupakan daerah yang cukup subur untuk lahan pertanian, namun sebagan besar dari pedagang di Pasar Klewer ini mencari pekerjaan lain untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka di luar


(43)

commit to user

pertanian yaitu dengan berdagang di Pasar Klewer. Mereka memilih kota Surakarta dalam mencari penghasilan, karena wilayah Surakarta merupakan kota yang dekat dengan daerah asal mereka dan juga Surakarta merupakan daerah tujuan wisata, dengan demikian harapan mereka untuk mendapatkan penghasilan akan semakin besar.

Perhitungan pertumbuhan ekonomi dapat membantu dalam melihat seberapa besar tingkat pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Sebagiaan kota perdagangan, letak Surakarta yang juga mendukung sektor ini, hal ini dapat dilihat letak Surakarta yang berada di tengah-tengan wilayah keresidenan Surakarta. Kota Surakarta dengan potensi yang dimiliki akan semakin mudah berkembang serta daerah di sekitarnya akan merasakan dampak positifnya juga. Hal yang menarik dari kota Surakarta adalah aktifitas perekonomian yang seakan tak pernah mati. Pada siang hari banyak masyarakat yang melakukan aktifitas perdagangan, transaksi bisnis baik dalam skala besar maupun kecil, dan sebagainya. Pada malam harinya kota ini memberikan suasana yang merakyat dengan hadirnya Pedagang Kaki Lima dan kuliner.

C. Pasar-pasar Tradisional di Surakarta

Daerah pusat kegiatan sangat dinamis, hidup tetapi gejala spesialisasinya semakin kentara. Daerah ini masih merupakan tempat utama dari perdagangan, hiburan-hiburan dan lapangan pekerjaan. Hal ini ditunjang dengan adanya sentralisasi sistem transportasi dan sebagian besar penduduk kota masih tinggal pada bagian dalam kota-kotanya. Proses perubahan yang sangat besar terjadi pada daerah ini dan sering mengancam keberadaan bangunan-bangunan tua yang


(44)

commit to user

bernilai historis tinggi. Pada daerah yang berbatasan dengan sungai masih banyak tempat-tempat yang longgar dan banyak digunakan untuk kegiatan ekonomi antara lain pasar lokal, daerah-daerah pertokoan untuk golongan ekonomi rendah

dan sebagian lainnya dgunakan untuk tempat tinggal para imigran.10

Pasar berasal dari kata “Parsi Bazar” dalam bahasa Arab. Dalam pengertian umum, pasar adalah tempat untuk menjalin hubungan antara pembeli dan penjual serta produsen yang turut serta dalam pertukaran barang dan jasa. Pasar tidak hanya terdapat di kota-kota besar namun juga di berbagai tempat di desa-desa. Clifford Geertz menjelaskan bahwa pasar bukan hanya suatu pranata ekonomi, tetapi sekaligus sebagai cara hidup. Dari penelitian di Pare, Jawa Timur, membuktikan bahwa pasar merupakan suatu gaya umum dari kegiatan ekonomi

yang mencakup semua aspek dalam masyarakat.11 Bahkan dapat juga dikatakan

bahwa pasar merupakan suatu sistem sosial.

Pada dasarnya pasar pada suatu masyarakat ditentukan oleh fungsinya. Adapun yang dimaksud disini adalah pranata yang mengatur komunkasi dan interaksi pertukaran barang dan jasa. Hasil transaksi dapat disampaikan pada waktu itu atau pada waktu yang akan datang berdasarkan harga yang telah ditetapkan. Secara singkat dapat disebutkan sebagai pranata dan tempat bertemunya antara penjual dan pembeli. Pasar yang berfungsi sebagai tempat bertemunya penjual dan pembeli bukan hanya menyebabkan terjadinya interaksi

10 Mahasiswa Jurusan Ilmu Sejarah, 2006, “Solo Kota Dagang,”

dalam Laporan Penelitian, Surakarta: FSSR UNS, hal: 54


(45)

commit to user

sesama individu, tetapi dilain pihak merupakan tempat pertukaran benda-benda

hasil kebudayaan.12

Pasar merupakan suatu simbol yang menandai kemajuan perekonomian masyarakat pada daerah tertentu. Munculnya pasar karena bersamaan dengan adanya kegiatan dan kebutuhan yang dilakukan manusia. Dengan demikian, pasar merupakan tempat untuk melakukan kegiatan tukar menukar barang dan jasa sebagai pemenuh kebutuhan bagi masyarakat yang lebih dikenal dengan sistem jual beli yang dilakukan antara penjual dan pembeli. Sebelum pasar terbentuk, kegiatan tukar menukar sudah lama dilakukan masyarakat yang lebih dikenal

dengan barter. Kegiatan ini dilakukan karena adanya rasa saling membutuhkan

barang atau jasa antara anggota masyarakat. Naik turunnya pendapatan pasar ditentukan oleh jumlah pelaku transaksi di pasar. Banyaknya transaksi dipengaruhi oleh daya beli masyarakat, sedangkan daya beli dipengaruhi oleh tingkat pendapatan setiap orang. Seiring dengan bertambahnya kebutuhan mereka maka diperlukan suatu tempat tertentu untuk bertemu antara penjual dan pembeli

barang mereka, maka kemudian terjadilah suatu pasar.13

Pertumbuhan dan perkembangan pasar senantiasa berhubungan erat dengan pertumbuhan dan perkembangan kota. Adanya pasar maka telah terjadi banyak perubahan dibidang ekonomi pada masyarakat. Perubahan itu meliputi semua aspek perekonomian, baik produksi, distribusi maupun sistem konsumsinya. Perubahan itu mengarah pada kemajuan, secara bertahap, walaupun pelan namun pasti, sehingga terjadilah modernisasi. Tidak dapat dipungkiri bahwa

12 Tejo Wahyono, dkk. 1987, Peranan Pasar pada Masyarakat Pedesaan (Pasar

“Nayak” Wamena), Jakarta: Depdikbud, hal: 1-2


(46)

commit to user

pembaharuan itulah membawa banyak perubahan dibagi masyarakat, namun ada juga terjadi kesenjangan. Kesenjangan itu terjadi sebagai akibat dari kurang siapnya masyarakat menghadapi perubahan yang sangat drastis, perubahan yang

dapat disebut sebagai loncatan budaya.14

Pasar pada masyarakat kuno bukanlah sebagai alat yang dipergunakan oleh masyarakat untuk memecahkan persoalan dasar perekonomian mereka. Pasar hanyalah merupakan embel-embel bagi proses produksi dan distribusi, bahkan merupakan bagian integral dari padanya, pasar berada diatas mesin perekonomian yang penting dan bukanlah berada dalam mekanisme itu sendiri. Pada masa kini dan kenyataan perekonomian pada jaman kita sekarang terdapat jarak yang sangat

besar yang memerlukan waktu berabad-abad untuk menjebataninya.15

Sebagaimana ditemui di Jawa pada umumnya, pasar-pasar tradisional di Surakarta sudah mulai bermunculan sejak pemerintahan kolonial, dan sebagai pengelola pasar tersebut kebanyakan dilakukan oleh kalangan etnis Cina. Mereka ini disamping diberi kepercayaan untuk memungut pajak tol, juga berkewajiban memungut pajak pasar yang kemudian diserahkan kepada pemerintah kolonial

atau pihak Keraton.16

Di Surakarta terdapat beberapa pasar tradsional yang berada di dalam kota. Pasar yang terbesar adalah Pasar Gede yang terletak di sekitar istana dan pemukiman orang Belanda. Pemerintah Mangkunegaran juga memilik pasar sendiri, seperti pasar Legi, Pasar Pon serta pasar Triwindu. Wilayah Kasunanan

14 Ibid, hal: 71

15 Robert L Heilbroner, 1994, Terbentuknya Masyarakat Ekonomi. Jakarta: PT. Bumi

Aksara, hal: 23


(47)

commit to user

juga melakukan pembangunan pasar, yaitu pasar Kliwon, dimana sebelumnya merupakan sebuah pasar kambing yang berada di kawasan pemukiman etnis Arab. Sedangkan di Gemblegan dibangun sebuah plot atau penempatan baru untuk menampung para pendatang baru.

Perkembangan pasar di Surakarta cukup pesat seiring dengan majunya industrialisasi di Surakarta dan daerah sekitar. Letak wilayah Surakarta yang strategis menjadikan Surakarta sebagai kota yang berpeluang besar untuk dijadikan kota perdagangan. Beberapa pasar di Surakarta berfungsi sebagai pasar induk, yang digunakan oleh kalangan pedagang pengecer, selain dari kota Surakarta sendiri juga dari berbagai daerah atau kota disekitar wilayah Surakarta bahkan hampir sampai daerah Jawa Timur.

Hingga menjelang berakhirnya pemerintahan Orde Baru di Surakarta terdapat 36 pasar tradisional dengan jumlah keseluruhan luas pasar sebesar 134.143,68 m² atau lebih dari 13 ha, jumlah kios sebanyak 3.036 buah, jumlah los sebanyak 5.039 petak, serta jumlah pelataran untuk 4.088 orang. Sebagian besar terkosentrasi pada hasil bumi dan sandang, sebuah pasar tekstil, sebuah pasar antik, sebuah pasar mebel, sebuah pasar buah, sebuah pasar sepeda, sebuah pasar

burung dan dua buah barang atau besi bekas.17

Pasar Besar Harjonegoro atau yang lebih dikenal dengan Pasar Gede dan Pasar Legi merupakan pasar induk dari hasil bumi dan barang klontongan yang cukup berpengaruh di wilayah Jawa Tengah bagian selatan. Artefak bangunan kota lama yang masih tersisa di kota Surakarta dan menjadikan ciri khas peninggalan Kerajaan Mataram adalah Pasar Gede. Di kota Surakarta banyak


(48)

commit to user

terdapat pasar tetapi tidak ada yang menyamai Pasar Gede, karena selain ditemukannya banyak rumah-rumah pertokoan yang besar juga terjadi arus barang yang setiap hari terus menerus ada dan baru tutup pukul 5 sore. Pasar Gede terletak di pusat kota di antara kampung Pecinan, dibangun dan diperbesar pada tahun 1930 oleh Susuhunan Paku Buwana X.

Pasar Gede dulunya merupakan pasar sederhana, banyak pedagang yang belum teratur dan berjualan dengan menggunakan tenda-tenda. Akan tetapi pasar ini akhirnya dibangun oleh pemerintah Karesidenan. Selama perbaikan banyak pedagang yang dipindahkan ke Gladag dan Alun-alun Lor. Setelah selesai dibangun pasar ini diberi nama Pasar Harjonegoro, namun demikian nama Pasar Gede lebih dikenal di kalangan rakyat. Luas pasar sebesar 12.244 m², jumlah kios sebanyak 64 buah, jumlah los sebanyak 498 petak, serta jumlah pelataran untuk

320 orang.18

Di sebelah barat pasar Gede terdapat pasar buah, dengan lokasi yang sangat strategis. Lokasi pasar buah ini menempati sebuah bangunan milik Pemerintah Daerah Kodya Surakarta. Bangunan ini terdiri dari dua lantai, di lantai satu bagian utara ditempati oleh pedagang buah sedangkan bagian selatan ditempat oleh pedagang ikan hias. Di bagian lantai dua di gunakan oleh kantor Dinas Pasar dan di sewakan untuk usaha pub dan permainan bilyard.

Pasar Legi berada di wilayah Mangkunegaran. Pasar ini ramai pedagang pada hari pasaran legi, banyak pedagang berdatangan dari desa-desa. Pada tahun 1936 pasar tersebut direnovasi model modern, yaitu pada masa kekuasaan Sri

18 Ibid, hal: 264


(49)

commit to user

Paduka Mangkunegara VII (1916-1944).19 Perilaku pedagang di Pasar Legi sangat

khas dan ditakuti oleh para pedagang lainnya. Persaingan antara pedagang di pasar ini cukup keras, dan banyak kalangan pedagang sendiri yang cenderung menganggap kasar. Munculnya spekulasi bisnis yang matang, banyak pedagang di pasar ini, terutama dari kalangan etnis Cina yang berani melakukan spekulasi.

Pasar Gede dan Pasar Legi terdapat beberapa pedagang besar yang menjual berbagai jenis hasil bumi. Namun disekitar pasar tersebut terdapat distributor atau agen komoditi kelontong, yang merupakan produk pabrik, serta obat-obatan dan barang kebutuhan sehari-hari yang mayoritasnya adalah pedagang Cina. Hal ini terutama dalam hal mengendalikan harga barang dagangan.

Pasar tradisional di Surakarta selain menjadi perdagangan hasil bumi, kelontong dan sandang, juga terdapat beberapa pasar yang memiliki komoditi sendiri misalnya batik dan tekstil, pasar barang antik, mebel, buah-buahan dan ikan, pasar sepeda, pasar burung, dan pasar barang atau besi bekas. Di wilayah Mangkunegaran berkembang pasar yang letaknya di utara Istana Mangkunegaran yaitu Pasar Triwindu. Pasar ini menawarkan berbagai macam barang antik, seperti patung-patung kuno, hasil kerajinan tangan (wayang kulit, wayang golek, kain batik, lukisan, ukir-ukiran kayu atau tembaga), keris, tombak dan sebagainya.. Pada awalnya tempat ini adalah sebuah lapangan atau alun-alun milik Mangkunegaran, dan di tempat tersebut setiap tiga windu diadakan perayaan peringatan oleh Mangkunegara sehingga mengundang banyak pedagang. Awalnya, penjualan di sini menggunakan sistem barter dengan menggelar barang


(50)

commit to user

dagangannya di meja-meja, karena semakin bertambah, sejak tahun 1960 mereka mulai mendirikan kios.

Berhubung dengan tradisi masyarakat Jawa, terutama dalam menghormati leluhurnya yaitu dengan ziarah, di kota Surakarta terdapat sebuah pasar yang khusus berjualan kembang atau yang lebih dikenal dengan nama Pasar Kembang. Pada tahun 1967 Pasar Kembang pertama kali dibangun dan pada tahun 1970 diperluas kesebelah utara. Luas Pasar Kembang sebesar 1.409 m², terdapat kios sebanyak 17 buah, jumlah los sebanyak 65 petak, dan memiliki pelataran untuk 60

orang.20

Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Surakarta, karena itu meningkat pula kebutuhan rumah tangga, seperti meja, kursi, almari dan tempat tidur. Pada awal tahun 60-an banyak pedagang eceran mebel yang menjajakan di berbagai tempat, misalnya perlimaan Balapan, perempatan Ngapeman, Perempatan Parsar Pon dan Triwindu, daerah Purwosari dan Gading. Pada tahun 1961, Pemerintah Kota Surakarta mengatur pedagang pengecer mebel ke dalam satu lokasi yaitu di jalan Pamedan Kepatihan Wetan, Kecamatan Jebres Surakarta. Namun para pedagang pengecer semakin lama semakin meningkat, sehingga diperlukan tempat usaha yang cukup luas. Pada tahun 1971 lokasi dagang para

pedagang pengecer dipindahkan ke Bibis Kulon, Kelurahan Gilingan Surakarta.21

Di Surakarta juga banyak sekali penggemar burung, yang berasal dari berbagai lapisan masyarakat maupun etnis, maka banyak pedagang yang menjual burung. Semula para pedagang burung berjualan di Widuran dekat Kepatihan dan di Purwasari, kemudian oleh Pemerintah Daerah Kota Surakarta dikumpulkan di

20

Hari Mulyadi, dkk, Op. cit, hal: 270


(51)

commit to user

Pasar Slompretan. Karena untuk pelebaran Pasar Klewer, akhir tahun 60-an pasar burung di Pasar Slompretan dipndahkan ke pasar burung di Widuran dekat Kantor Pegadaian Surakarta.

Berkembangnya perdagangan burung, sehingga lokasi pasar tidak muat bagi pedagang yang semakin banyak dan hampir setiap hari melimpah di Widuran serta mengganggu arus lalu lintas, kemudian pada tahun 1984 pasar burung dipindah ke lokasi baru di Depok dekat Balekambang, tepatnya Kelurahan Manahan, Kecamatan Banjarsari Surakarta. Lokasi Pasar Depok memiliki luas sebesar 4.480 m², tidak terdapat kios tetapi memiliki los sebanyak 68 petak, dan

memiliki pelataran bagi 217 orang.22 Di dalam Pasar Depok juga terdapat sebuah

patilasan dari Ki Ageng Pamanahan dan sampai sekarang tempat tersebut di keramatkan oleh masyarakat sekitar. Tempat tersebut dulunya digunakan oleh Ki Ageng Pamanahan sebagai tempat sembahyang. Di sekitar Pasar Depok juga terdapat sebuah umbul yang berkaitan pula dengan patilasan di dalam Pasar Depok.

Di kota Surakarta juga terdapat salah satu pasar tekstil terbesar di Jawa Tengah yaitu Pasar Klewer. Letak Pasar Klewer ini berdekatan dengan Keraton Surakarta dan Alun-alun serta Masjid Agung, sehingga hampir setiap hari daerah ini tak pernah sepi dari hiruk pikuknya jalan. Dulunya lokasi Pasar Klewer ini bernama Kampung Nglorengan. Pasar Klewer pada mulanya dinamakan Pasar Slompretan. Nama Kampung Slompretan ini berasal dari nama orang pemilik tanah yaitu Tuan Lourens. Ketika pemlik tanah itu meninggal, tempat itu dijadikan pasar yang bernama Pasar Slompretan. Pedagang yang berada di pasar

22 Ibid, hal: 272


(52)

commit to user

ini umumnya berjualan minuman dan juga berbagai jenis burung. Akhirnya para pedagang ini dipindahkan di daerah Widuran. Kemudian Pasar Slompretan ini diisi oleh pedagang yang menjajakan dagangannya dengan dijinjing di pundak, dan akhirnya timbul kata klewer. Masyarakat sekitar menyebut pasar tersebut dengan nama Pasar Klewer. Di Pasar Klewer ini dijual berbagai macam tekstil dan pakaian, serta batik.


(53)

commit to user

35

BAB III

PERKEMBANGAN PASAR KLEWER TAHUN 1958-1998

A. Sejarah Pasar Klewer

Pasar Klewer pada mulanya dinamakan Pasar Slompretan.1 Letaknya

disebelah selatan alun-alun utara, tempat tersebut dahulunya digunakan untuk menyimpan kereta dan tempat berhentinya kereta di pinggir jalan. Tempat tersebut paling tua di kota Surakarta, dan jalan tersebut juga merupakan jalan tertua. Karena pernah dipakai pada saat perpindahan kerajaan jaman Pakubuwana II, dari Kartasura ke Sala, yang kemudian diberi nama Surakarta Hadiningrat, di sebelah utara di bangun Masjid Agung.

Dulunya Pasar Klewer disebut juga dengan pakretan2 karena digunakan

sebagai tempat pemberhentian kereta milik para abdi dalem dari luar kota, seperti Delanggu, Kartasura dan Boyolali pada saat ada acara kebesaran di Istana. Nama pakretan tersebut sering kali salah dalam pengucapannya oleh masyarakat, maka

berganti menjadi Slompretan. Maka lama-kelamaan dijadikan pasar Slompretan.3

Kata Slompretan tersebut berasal dari slompret (terompet) karena suara dari kereta

yang akan berangkat mirip dengan suara terompet ditiup.4

1 Pasar Slompretan ini berasal dari nama orang pemilik tanah yaitu Tuan Lourens, dan

setelah pemilik tanah tersebut meninggal kemudian tempat tersebut diberi nama Pasar Slompretan. Pasar Slompretan berada di Jalan Ngapeman dekat dengan Pasar Klewer.

2 Pakretan berada di sepanjang jalan Coyudan dan tempat tersebut menjadi pusat dari

transportasi local yang berupa andong. Alat transportasi andong ini biasanya digunakan oleh para bangsawan maupun pedagang kaya yang mmbawa barang dagangannya dari rumah ke Pasar Klewer.

3 R.M Sajid, 1984, Babad Sala, Surakarta: Reksopustoko Mangkunegaran, hal: 68


(54)

commit to user

Pada saat dunia mengalami masa malaise (sekitar tahun 1930), yaitu sebelum Perang Dunia ke II, kehidupan di kota Solo juga mengalami penderitaan bagi masyarakatnya, banyak terdapat pengangguran. Hal ini menyebabkan banyak bermunculan pedagang rombengan, yaitu pedagang yang menjual barang-barang bekas dan dijual dengan berkeliling di perkampungan. Pedagang rombengan tersebut berdagang di Purwadiningratan dengan para pedagang klitikan dan besi tua. Jumlah pedagang rombengan yang tiap tahunnya mengalami peningkatan, maka mereka mencari tempat yang sekiranya dapat digunakan untuk berdagang, seperti sekitar jalan di Pasar Legi, Pasar Ngapeman dan Pasar Kliwon. Dan pada sore hari, pedagang rombengan tersebut pindah ke jalan Jendral Gatot Soebroto, sebelah selatan Pasar Pon sampai Pasar Singosaren. Selain tempat-tempat tersebut, para pedagang rombengan ini juga berdagang di pertigaan Stabelan, karena letaknya dekat dengan villa park (Banjarsari) yang pada saat itu masih

menjadi perkampungan orang Belanda, maka lokasi ini paling strategis.5

Pada jaman Jepang, sekitar tahun 1942-1945, biasanya barang yang dijual berupa barang-barang bekas. Para pedagang selalu berpindah-pindah, dan terkadang-kadang mengganggu arus lalu lintas. Pada mulanya bertempat di

Banjarsari sebelah tenggara Kantor Air Minum (Kantor Solose Water-Leiding).

Karena Pasar Slompretan dirasa sepi dan akan mati, maka para pedagang diminta berdagang di pasar Slompretan. Dikarenakan para penjualnya berdagang dengan berkleweran di bahunya, kemudian pasar Slompretan diganti menjadi pasar

Klewer.6

5

Dharma Kanda, “Mula Bukane Jeneng Pasar Klewer”, terbit Maret 1978, hal: V-VI


(55)

commit to user

Akhirnya timbul kata Klewer, yaitu pasar bagi orang miskin yang tidak memiliki tempat tertentu. Para pedagang menawarkan barang dagangannya dengan disampirkan di bahu mereka, sehingga para penjaja dagangan tampak berkleweran di pinggir jalan. Dalam istilah Jawa pemandangan ini dikenal dengan

sebutan pating klewer. Oleh karena itu, akhirnya pasar tersebut dikenal dengan

sebutan Pasar Klewer.

Nama Pasar Klewer berasal dari bahasa Jawa, yang artinya memanjang dari atas ke bawah secara tidak beraturan. Berkembangnya suatu pasar, karena pada awalnya di tempat tersebut banyak orang menjual barang dagangannya dengan meletakkan barang dagangannya dibahu dan dibawa kemana-mana.

Karena barang yang diletakkan dibahu banyak yang kleweran, serta barang yang

diperdagangkan sebagian besar berupa kain dan sandang, maka barang ini dapat dijual dengan cara rombengan artinya berdagang keliling sambil membawa barang dagangannya dengan cara digantungkan ditangan. Demikian juga halnya di Pasar Klewer ini, barang-barang yang diperdagangkan sifatnya mudah dikemas, digantung dan terurai di lantai, sehingga istilah Jawa tersebut dipakai sebagai nama pasar yaitu Pasar Klewer dan nama tersebut dipakai sampai sekarang.

Setelah pembangunan pasar pada tahun 1958 yang diperluas ke barat. Pasar Klewer mulai dikenal oleh masyarakat sekitar maupun dari berbagai kota seputar Jawa Tengah. Pada saat yang sama pasar sepeda di pindahkan ke Alun-alun selatan dan pasar burung dipindahkan ke Widuran, karena lokasi tersebut akan digunakan untuk berjualan tenun dan batik. Karena kondisi pasar Klewer yang sudak tidak memenuhi persyaratan ekonomis, kesehatan dan perkembangan


(1)

commit to user

c. Sekretaris Umum

Merupakan tangan kanan dari ketua umum dalam semua kebijakan menangani masalah yang ada di HPPK, sehingga bersama-sama ketua umum menyelesaikan dan mempertimbangkan keputusan yang akan diambil.

d. Bendahara Umum

Bertugas mencatat semua kekayaan (kas) hasil dari pedagang untuk organisasi HPPK. Pencatatan tersebut dipisahkan antara dana kas, pengeluaran, dan pemasukan uang yang semuanya dikerjakan oleh bendahara dan hasilnya di berikan kepada ketua umum.

e. Humas

Bertugas menyampaikan semua informasi kepada masyarakat, anggota, instansi dan orang yang membutuhkan informasi yang tidak menyimpang atau merugikan organisasi.

f. Bidang Hukum (Bidang 1)

Bertugas sebagai pelindung organisasi, bila terjadi masalah yang ada didalam organisasi maka bidang hukum berperan dan memberikan solusi untuk masalah yang dihadapi organisasi.

g. Bidang Kesra (Bidang 2)

Bertugas sebagai wadah dan menyampaikan aspirasi pedagang serta ditangani bersama-sama dengan kepala pasar untuk menyelesaikan suatu masalah dengan cara membentuk panitia.


(2)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

93

h. Bidang Litbang (Bidang 3)

Bertugas mendata dan mencatat pendapatan tiap tahun serta keberadaan pedagang dengan penelitian dan pengembangan studi banding kinerja organisasi.

i. Bidang Organisasi (Bidang 4)

Bertugas sebagai job diskripsi untuk usulan sebagai hasil musyawarah mengenai program-program yang diterapkan di organisasi HPPK, serta untuk penyeimbangan kinerja dari pedagang.

j. Bidang Dana Usaha (Bidang 5)

Bertugas sebagai pencari dana lewat sponsor maupun donatur, khususnya untuk mengadakan event tertentu dan mengkoordinasi pengusaha-pngusaha kecil untuk mendapatkan dana, serta berhak mengetahui dana (uang) keluar dan masuknya dari organisasi.

k. Bidang Usaha Kecil Menengah (Bidang 6)

Bertugas sebagai bidang koperasi (Koperasi Pasar) yang dikelola oleh Bank Bukopin sekaligus sebagai pondasi terbentuknya koperasi pasar khususnya di Pasar Klewer. l. Bidang Wanita (Bdang 7)

Bidang ini berbeda dengan bidang-bidang lainnya, yang membedakan adalah dalam bidang ini harus dipegang oleh seorang wanita serta bidang ini mempunyai kegiatan yang berkaitan dengan peran serta wanita khususnya anggota organisasi pedagang Pasar Klewer.


(3)

commit to user

m. Bidang Keamanan (Bidang 8)

Bertugas menjaga keamanan dan ketertiban, bidang ini dilakukan secara bergantian menjaga keamanan dan ketertiban di Pasar Klewer, dan sesuai hasil musyawarah yang telah disepakati bersama.32

2. P4K (Paguyuban Pedagang Pelataran Pasar Klewer)

Organisasi lain yang terdapat di Pasar Klewer adalah P4K (Paguyuban Pedagang Pelataran Pasar Klewer), yang ditujukan untuk para pedagang kaki lima. Paguyuban ini dibentuk pada tahun 80-an, yang pada awalnya bernama PPKL (Persatuan Pedagang Kaki Lima Pasar Klewer). Organisasi ini tidak memiliki kantor khusus seperti HPPK, sehingga untuk mengatur para pedagang kaki lima ini tiap bagian diawasi oleh ketua kelompok. Setiap 3 bulan sekali diadakan pertemuan untuk membahas perkembangan organisasi tersebut. Adapaun tugas dari P4K, yaitu:

a. Mengkoordinasi para pedagang kaki lima supaya tidak liar

b. Menjadi jembatan antara Lurah pasar dan DLLAJ dengan pedagang kaki lima c. Membantu para pedagang dalam membuat KTA.33

32 Ibid.


(4)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

95

BAB V

KESIMPULAN

Surakarta merupakan salah satu pusat perdagangan bagi daerah-daerah di sekitarnya, sehingga banyak terdapat fasilitas ekonomi yang mendukung kegiatan tersebut. Salah satunya adalah dengan keberadaan pasar-pasar tradisional yang menjadi identitas suatu kota dan menjadi pusat kegiatan ekonomi yang selalu ramai. Aktivitas pasar yang selalu berjalan setiap harinya dapat menjadi roda perekonomian dan mendapatkan pemasukan bagi pendapatan daerah.

Pasar Klewer merupakan salah satu pusat kegiatan ekonomi yang selalu ramai setiap harinya, meskipun sudah banyak pasar modern. Nama Pasar Klewer ini bermula dari keramaian para pedagang kain yang menjual barang dagangannya dengan cara diletakkan dibahu. Barang dagangan yang berupa kain itu diletakkan dibahu, maka banyak kain yang susunanya menjadi tidak beraturan dan orang Jawa menyebutkan “kleweran”. Berawal dari nama tersebut maka pasar Slompretan dulunya, kini lebih dikenal dengan nama Pasar Klewer.

Perkembangan suatu kota selalu terdapat lokasi yang menjadi pusat pelayanan dan bertindak sebagai pasar, serta tempat untuk beribadah. Fenomna ini terjadi pada Pasar Klewer yang lokasinya terdapat pada satu komplek dengan pusat pemerintahan, Masjid Agung dan Kraton Kasunanan. Pasar Klewer terletak di pusat kota dan termasuk dalam budaya keraton. Sehingga dengan keadaan yang strategis ini Pasar Klewer menjadi ikon dari Kota Surakarta

Pasar Klewer adalah pasar tekstil terbesar di Jawa Tengah, maka banyak aktivitas yang terjalin di dalam pasar, baik pedagang batik, pedagang konveksi


(5)

commit to user

maupun tekstil. Sistem penjualan di Pasar Klewer pun beragam mulai dari partai kecil (eceran) dan bahkan dalam partai besar. Meskipun beragam jenis tekstil dan karakter pedagang, namun di dalam Pasar Klewer juga dibentuk suatu organisasi atau Paguyuban yang mengatur dan membantu para pedagang dalam menjaga keamanan dan kenyamanan di dalam pasar. Paguyuban dalam pasar pun dibedakan antara pedagang pemilik kios dengan pedagang kaki lima. Untuk pedagang pemilik kios ini terdapat HPPK (Himpunan Pedagang Pasar Klewer), sedangkan untuk para pedagang kaki lima terdapat P4K (Paguyuban Pedagang Kaki Lima Pasar Klewer), meskipun dibedakan dalam hal organisasi namun paguyuban ini mempunyai tugas yang sama bagi para pedagang.

Selain itu terdapat jaringan interaksi pedagang multietnis yang jarang ditemui di tempat lain, yaitu antara etnis Jawa, Cina, Arab dan Banjar. Mereka berdagang saling berdampingan dan tidak saling menjatuhkan, atau dapat dikatakan hubungan diantara pedagang multienis di Pasar Klewer ini adalah simbiosis mutualisme. Diantara pedagang saling membantu apabila salah seorang pedagang lainnya membutuhkan bantuan. Suasana pasar yang diciptakan secara kekeluargaan, gotong royong dan saling menghormati membuat suasana Pasar Klewer menjadi nyaman.

Sikap maupun etos kerja diantara pedagang yang terdiri dari beberapa golongan dan membuat mereka saling menghormati. Seperti halnya etos kerja para pedagang merupakan bagian dari kepercayaan dan kebudayan yang mereka miliki. Setiap komunitas memiliki kepercayaan dan budaya dagang tersendiri, sehingga keanekaragaman budaya dagang ini telah mewarnai situasi di Pasar Klewer.


(6)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

97

Interaksi sosial ekonomi yang terjalin sejak nama Pasar Klewer ini dikenal oleh masyarakat dan sampai tahun 1998 selalu mengalami perkembangan yang baik, misalnya mengenai keadaan pasar yang semenjak tahun 1971 sudah diperluas bangunannya dan bahkan mengenai para pedagang yang tiap tahunnya mngalami peningkatan, termasuk para pedagang kaki lima. Sehingga dengan keadaan yang seperti ini, Pasar Klewer yang merupakan pasar tradisional dapat menjadi asset bagi pendapatan daerah kota Surakarta dan juga bagi para pedagang yang berasal dari sekitar Surakarta.