commit to user 75
rasa kekeluargaan meskipun mereka berasal dari golongan atau etnis yang berbeda, namun mereka tidak memandang perbadaan tersebut.
1. Hubungan Antara Pedagang Pemilik Kios
Para pedagang yang memiliki kios di Pasar Klewer ini terdiri dari beberapa golongan, namun hal ini tidak membuat para pedagang ini membeda-bedakan antara
pedagang yang satu dengan yang lain. Sifat kekeluargaan yang diciptakan merupakan salah satu wujud dari asimilasi atau pembauran dari semua perbedaan yang ada. Selain
interaksi ekonomi yang terjadi di dalam pasar, interaksi sosial juga terjalin dengan baik. Meskipun mereka bersaing dalam berdagang namun diantara pedagang pemilik kios ini
tidak saling menjatuhkan atau dapat dikatakan mereka bersaing secara sehat. Hal ini dapat dilihat pada saat salah seorang pedagang kekurangan barang dagangannya, mereka
mengambil sebagian barang dagangan dari pedagang lainnya tanpa melihat asal dan golongan yang mereka miliki.
12
Seperti penuturan Abdul Kadir salah seorang pedagang partai besar yang berdagang batik di Pasar Klewer, menurutnya antar pedagang tidak mempersoalkan asal
dan perbedaan etnis yang ada di Pasar Klewer. Perbedaan tersebut hanyalah bentuk fisik, namun dalam berdagang yang dicari bukanlah hal seperti itu melainkan strategi atau
sistem berdagang. Meskipun golongan Cina maupun Arab yang mendominasi perdagangan dalam partai besar, namun mereka juga membantu para pedagang pribumi
maupun Banjar dalam hal permodalan atau lainnya.
13
12
Wawancara dengan Totok Supriyanto, tanggal 11 Oktober 2010
13
Wawancara dengan H. Abdul Kadir, tanggal 8 Oktober 2010
commit to user 76
a. Pedagang etnis Jawa dengan Cina
Kelompok masyarakat Cina merupakan suatu golongan orang asing yang banyak bergaul dan berhubungan dengan masyarakat pribumi secara sosial dan
ekonomi. Interaksi sosial yang terjadi dengan masyarakat pribumi memberi kesempatan bagi orang-orang dan para pedagang Cina untuk mengenal lebih jauh
budaya Jawa. Mereka banyak meniru pola pemukiman dan pergaulan hidup orang Jawa. Pola pemukiman orang Cina yang dijumpai di tepi sungai Surakarta pada awal
Perang Diponegoro tahun 1825 sudah menunjukkan percampuran antara gaya Jawa dan Cina yang terbuat dari kayu jati.
14
Kampung Balong tetap sebagai perkampungan pecinan, tetapi dalam perkembangannya hanya orang-orang Cina miskin yang tinggal di sana. Ketrurunan
Cina yang di anggap miskin tersebut dapat menjalin komunitas sosial dengan masyarakat pribumi disekitarnya berlangsung sangat akrab. Proses pembauran
berlangsung secara alami, termasuk perkawinan campuran antara Cina-Jawa yang telah berlangsung beberapa generasi. Oleh karena itu, kampung Balong tumbuh dan
berkembang menjadi kampung heterogen, walaupun kesan perkampungan pecinan lama masih dapat dirasakan. Sementara itu orang-orang Cina telah menyebar ke
kampung-kampung pribumi lainnya dan berbaur secara alami pula.
15
Etnis Cina di Kampung Balong mempunyai mata pencaharian sebagai pedagang, baik usahanya sendiri maupun generasi dari orang tua. Selebihnya bekerja
14
Mahasiswa Jurusan Ilmu Sejarah, 200 6, “Solo Kota Dagang,” dalam Laporan Penelitian,
Surakarta: FSSR UNS, hal: 34
15
Rustopo. 2007, Menjadi Jawa: Orang-orang Tionghoa dan Kebudayaan Jawa di Surakarta 1895-1998
, Yogyakarta: Ombak, hal: 62-63
commit to user 77
sebagai pegawai negeri dan buruh. Bentuk usaha lain adalah membuka toko, rumah makan dan membuka usaha di luar Kampung Balong, seperti di Pasar Gede, Pasar
Klewer dan Coyudan. Sedangkan etnis Jawa yang tinggal di Kampung Balong berasal dari keluarga menengah kebawah yang bekerja sebagai buruh, pedagang dan pegawai
negeri. Etnis Jawa disini kebanyakan beragama Islam tetapi ada pula yang mengikuti aliran kepercayaan. Aliran kepercayaan yang dianut etnis Jawa di Kampung Balong
yaitu
Pangestu
dan
Sapto Darmo
.
16
Kedua etnis Jawa dan Cina ini tinggal dalam suatu komunitas, yaitu Kampung Balong. Masing-masing etnis saling menghormati
hak-hak orang lain. Dalam hal ini yang paling menonjol adalah pemakaian sarana komunikasi berupa bahasa Jawa dan bahasa Indonesia, sedangkan pemakaian bahasa
Cina oleh etnis Cina hanya digunakan oleh Cina
totok
. Interaksi sosial lainnya dapat melalui perkawinan yaitu dengan perempuan
Jawa dan pemelukan agama Islam oleh imigran, menurut Carey merupakan pilihan yang terbaik. Pertimbangan pertama adalah berkenaan dengan soal keuangan, yaitu
mereka dan keturunannya dapat terbebas dari pajak yang diberlakukan VOC bila dikemudian hari dapat berasimilasi dengan baik ke dalam kebudayaan Jawa.
Pertimbangan yang kedua adalah karena sedikitnya perempuan Cina yang ada di Jawa. Kebanyakan orang Cina yang baru datang itu
Hokkian dan Kanton
kawin dengan peranakan atau dengan perempuan Jawa. Melalui perkawinan tersebut,
pengetahuan kebudayaan, bahasa dan adat istiadat Jawa melekat pada keturunan- keturunan dari hasil perkawinan mereka. Mereka lahir dan tumbuh di dalam
16
Hari Mulyadi, dkk, 1999, Runtuhnya Kekuasaan Keraton Alit: Studi Radkalisasi Sosial Wong Solo dan Kerusuhan Mei 1998 di Surakarta
, Surakarta: LPTP, hal: 204
commit to user 78
lingkungan keluarga yang memungkinkan untuk menyesuaikan diri dengan mudah kedalam kehidupan dunia kultur Jawa.
17
Selain itu agama merupakan sumber pemersatu yang paling baik. Agama Nasrani yang dianut oleh sebagian besar etnis Cina merupakan landasan utama dalam
memperlancar interaksi sosial. Pada saat memperingati hari besar keagamaan, mereka akan mnyampaikan undangan kepada umat seagama maupun yang bukan seagama
untuk menghadirinya. Di samping Nasrani, agama yang juga mempercepat interaksi adalah agama Islam. Di dalam agama Islam persoalan realistis akan selesai, sebab
agama islam tidak membedakan umatnya menurut keturunan, ras, golongan dan sebagainya. Etnis Cina yang beragama Islam akan diterima oleh etnis Jawa sehingga
pembauran dengan sendirinya mudah terjadi, seperti halnya antar pedagang di Pasar Klewer.
18
Kegiatan ekonomi oleh orang Cina di Indonesia pada masa kolonial memang bergerak dan meluas dengan cepat. Pada mulanya hanya sebagai pedagang perantara
antara pedagang Eropa dengan penghasil barang komoditi dalam hai ini adalah penduduk pribumi. Lama kelamaan hampir semua siklus kegiatan ekonomi di
dominasi oleh orang Cina yang memang ulet dan tekun. Di samping itu, kesempatan yang diberikan oleh pemerintah kolonial untuk memonopoli barang-barang tertentu.
Hak yang mereka terima lebih luas memungkinkan operasi bisnis mereka sampai ke pedesaan.
17
Peter Carey, 1986, Orang Jawa dan Masyarakat Cina, Jakarta: Pustaka Azet, hal: 29-30
18
Wawancara Ony Hwa Timena, tanggal 13 Oktober 2010
commit to user 79
Peter Carey menulis, bahwa interaksi orang-orang Cina dengan Jawa sudah berlangsung berabad-abad yang lalu melalui perdagangan.
19
Perkembangan aktivitas ekonomi Cina di pedesaan Jawa ini begitu pesat sehingga pada akhir abad XIX dapat
dikatakan bahwa hampir semua sektor perdagangan kecil dan perantara berada di tangan orang Cina, dengan menyisihkan saingannya yaitu orang-orang Arab, para
pedagang Cina ini lebih mampu menjalin hubungan baik dengan kalangan bangsawan pribumi. Ini terbukti dari munculnya beberapa orang Cina dalam kehidupan politik di
Keraton dengan penganugrahan gelar kebangsawanan dari Susuhunan Surakarta dan hidup seperti halnya para bangsawan pribumi dengan hak-hak istimewanya.
Sedangkan interaksi sosial ekonomi yang terjadi di Pasar Klewer yaitu antara orang Jawa dengan orang Cina adalah mereka saling berhubungan baik dan saling
menghormati hak-hak antar pedagang sejak tahun 1980-an. Hubungan harmonis yang diciptakan merupakan wujud sistem interaksi yang terjalin. Mengenai terjadinya
proses interaksi didasari oleh sifat-sifat yang dimiliki oleh kedua etnis tersebut. Etnis Jawa menilai etnis Cina memiliki sifat rajin, suka bekerja sama, menepati janji,
kreatif dan berani, sedangkan etnis Cina menilai etnis Jawa memiliki sifat ramah dan suka bekerja sama. Secara umum etnis Cina dan etnis Jawa masing-masing memiliki
sifat yang ideal.
20
Pemakaian bahasa di Pasar Klewer ini tidak menjadi persoalan bagi etnis Cina, karena etnis Cina
totok
akan menysuaikan dengan lingkungannya. Hal ini nampak pada saat mereka sedang berbelanja barang atau menjajakan barang
19
Ibid, hal: 15
20
Wawancara Tan Swie Lan, tanggal 9 Oktober 2010
commit to user 80
dagangannya, etnis Cina
totok
ini menggunakan bahasa Jawa atau bahasa Indonesia agar dapat dimengerti oleh para konsumen yang rata-ranya adalah orang pribumi.
b. Pedagang etnis Jawa dengan Arab
Pada bagian lain terdapat kelompok Timur Asing selain Cina, yakni masyarakat keturunan Arab. Meskipun dikelompokkan sebagai golongan Timur
Asing, orang Arab lebih banyak berhubungan dengan orang pribumi. Kesamaan agama dan kepentingan ekonomi yang melandasi kehidupan masyarakat Arab ini
lebih mendekatkan mereka dengan kalangan penduduk pribumi daripada dengan penguasa Eropa maupun kelompok Cina. Sejauh perjalanan sejarah sosial Surakarta,
tidak pernah terdengar adanya konflik antara orang Arab dan masyarakat pribumi selama masa kolonial.
21
Kecilnya jumlah orang Arab yang bermukim di kota juga mengakibatkan peranan mereka yang kurang menonjol dari kehidupan sosial kota
Surakarta. Selain itu keterbatasan tinggal yang ditunjuk sebagai daerah pemukiman mereka membuat masyarakat Arab ini ikut campur dalam dinamika aktivitas sosial
ekonomi masyarakat pribumi tanpa dirasakan. Proses interaksi yang terjalin antara penduduk etnis Arab dengan etnis Jawa
terjadi di Pasar Kliwon Surakarta, yang lebih menekankan pada integrasi bersama, dapat dilihat melalui beberapa jaringan integrasi, yaitu aspek agama, politik,
ekonomi, pendidikan, organisasi sosial dan perkawinan. Interaksi yang terjalin dalam bidang agama sangat mudah mengalami pembauran, hal ini dikarenakan antara etnis
Arab dan etnis Jawa, mereka memiliki kepercayaan memeluk agama yang sama yaitu agama Islam. Hampir seluruh kegiatan ibadah antara etnis Arab dengan etnis Jawa
sudah tidak ada pembatasan-pembatasan. Mereka saling bantu-membantu dalam
21
Mahasiswa Jurusan Ilmu Sejarah, Op. cit, hal: 26
commit to user 81
mngembangkan dan mempelajari soal-soal agama baik melalui lembaga keagamaan maupun aksi-aksi sosial keagamaan lain sehingga menambah erat hubungan etnis
Jawa dan Arab.
22
Aspek ekonomi sebagai jaringan integrasi dimaksudkan adalah pertimbangan kesempatan dibidang ekonomi antara masyarakat yang mempunyai latar belakang
kebudayaan yang berbeda, seperti keadaan di Pasar Klewer. Integrasi dalam sektor ekonomi antara etnis Arab dengan etnis Jawa adalah tersebarnya orang Jawa ke dalam
fungsi atau kehidupan dan usaha di perusahaan-perusahaan yang seakan-akan dimonopoli oleh etnis Arab, misalnya sektor kerajinan batik. Sebaliknya integrasi
ekonomi itu berarti tersebarnya etnis Arab ke dalam fungsi usaha dan pekerjaan yang seolah-olah dimonopoli oleh etnis Jawa, misalnya pegawai pemerintah.
Kegiatan ekonomi dan perdagangan masih merupakan sektor yang paling dominan bagi penduduk keturunan Arab di Pasar Kliwon. Bentuk usaha mereka yang
terpenting adalah sektor industri kecil atau kerajinan batik, baik batik tradisional batik tulis maupun batik modern batik cap atau printing, yang kemudian banyak
dipasarkan di Pasar Klewer. Secara garis besar industri atau kerajinan batik di Pasar kliwon, dapat dikatagorikan menjadi tiga kelompok pengrajin, yaitu:
1 Pengrajin murni, yaitu pengrajin batik yang dimulai dari pengusahaan bahan
mentah atau penyediaan bahan lainnya, kegiatan pembatikan sampai dengan memasarkannya ditangani sendiri oleh pengrajin.
2 Pengrajin buruh, yaitu pengrajin batik yang bekerja hanya sebagai buruh. Seluruh
bahan mentah dan proses pemasaran disediakan dan dilakukan oleh pemilik
22
Hari Mulyadi, dkk, Op. cit, hal: 199-200
commit to user 82
modal. Mereka melakukan pembatikan itu bekerjasama dengan orang-orang yang mempunyai modal untuk menyediakan bahan mentah.
3 Pengrajin pengusaha, yaitu pengusaha yang mempunyai beberapa buruh tetap
yang bekerja di perusahaannya, jadi pengrajin ini menyediakan bahan mentah, mempunyai buruh tetap, dan menangani pemasaran.
23
Sebagian besar penduduk Arab bertindak sebagai pengrajin pengusaha. Biasanya mereka telah menggunakan peralatan dan cara yang modern yang kemudian
dikenal dengan batik printing. Etnis Jawa bertindak sebagai pengrajin buruh dan pengrajin murni yang proses produksinya masih menggunakan cara-cara tradisional.
Disamping sektor pembatikan masih terdapat usaha-usaha perekonomian yang dikerjakan dan diusahakan oleh etnis Arab. Usaha-usaha perekonomian yang berdiri
di dalam Pasar Klewer maupun di bagian depan pasar antara lain, toko sepatu, toko bahan-bahan batik, maupun toko batik yang sudah jadi.
Mengenai kerja sama dibidang ekonomi antara etnis Arab dengan etnis Jawa khususnya dalam hal penyediaan modal bersama usaha patungan kurang ada yang
melakukannya. Seluruh perusahaan yang ada merupakan milik perseorangan dan modalnya juga dari perseorangan. Adapun salah satu bentuk kerja sama dalam bidang
perekonomian adalah hubungan antara buruh dengan majikan. Banyak etnis Jawa yang bekerja sebagai buruh di perusahaan batik milik etnis Arab. Untuk usaha
pertokoan seperti di Pasar Klewer, etnis Jawa yang bekerja sebagai pembantu penjual di toko-toko milik etnis Arab sedikit sekali. Hal itu dikarenakan usaha pertokoan etnis
Arab bersifat kecil-kecilan dan cukup dikelola sendiri atau mengambil pembantu dari
23
Ibid, hal: 201
commit to user 83
anggota keluarga terdekat, seperti penuturan Aminah, salah satu pedagang di Pasar Klewer
24
. Bentuk kerja sama antara pengusaha etnis Arab dengan penduduk etnis Jawa
lainya yaitu dalam hal mengerjakan proses pembatikan tetapi bahan mentah disediakan oleh etnis Arab. Mereka mengerjakan pembatikan batik tulis di rumah
masing-masing. Setelah proses pembatikan selesai dikerjakan oleh pengrajin buruh, kemudian barang itu diserahkan kembali pada pengusaha Arab untuk dipasarkan.
Penduduk Jawa yang mengerjakan pembatikan itu mendapat upah sesuai persetujuan antara kedua belah pihak. Kerja sama dalam usaha pembatikan itu merupakan kerja
sama antara penduduk Arab dengan Jawa yang tidak saling menutup diri. Mereka saling membutuhkan dan membuka diri dalam kesempatan ekonomi bersama
berdasarkan kemampuan yang dimiliki masing-masing kelompok.
c. Pedagang etnis Jawa dengan Banjar
Proses interaksi sosial antara etnis Banjar dengan etnis Jawa dalam integrasi bersama dapat dilihat melalui beberapa aspek kehidupan antara lain, aspek ekonomi,
organisasi sosial, pendidikan dan aspek perkawinan. Kehidupan sosial orang Banjar di Surakarta masih membawa cara hidup mereka di Kalimantan Martapura,
misalnya dalam sistem kekerabatan dan agama digunakan sebagai alat solidaritas kelompok dalam kehidupan sosial maupun ekonomi. Kehidupan yang mementingkan
kelompok etnis Banjar tidak saja akan membuat
streotipe
pelapisan yang tertentu tetapi juga dapat menghambat integrasi.
Aspek kekerabatan etnis Banjar di Surakarta khususnya di Jayengan menggunakan sistem kekerabatan menurut garis ayah. Hal tersebut terungkap dalam
24
Wawancara dengan Aminah, tanggal 4 Oktober 2010
commit to user 84
hukum waris dan perkawinan yang mengutamakan wali. Menurut hukum waris, tidak terbatas pada warisan harta tetapi juga keahlian menggosok intan. Sistem perwalian
yang patrilineal tampak pada pernikahan yaitu yang menjadi wali dari seorang calon mempelai wanita adalah bapaknya, jika tidak ada ditelusuri dari pihak ayah yang laki-
laki.
25
Bentuk kelompok kekerabatan orang Banjar di Surakarta di dasarkan atas asal usul wilayah yang mereka diami baik di Kalimantan Selatan maupun di Surakarta.
Bentuk kelompok kekerabatan ini kemudian menimbulkan sebutan orang Banjar di Surakarta sebagai Banjar Martapura dan Banjar Jayengan.
Kehidupan ekonomi orang Banjar di Surakarta terutama bergerak sekitar masalah perhiasan yang mencangkup antara lain, intan, berlian, emas dan batu
permata akik. Walaupun profesi perdagangan mereka masih membawa pola mata pencaharian dari daerah asal tetapi sudah mulai menunjukkan perkembangan. Sifat
urban migrasi orang Banjar ditunjukkan oleh mata pencaharian mereka sebagai pedagang dan sebagai tukang gosok intan berlian. Para pedagang etnis Banjar di
Psasar Klewer ini banyak terdapat di lantai bawah. Mereka berdagang emas dan ada pula yang sebagian kecil sebagai pedagang konveksi.
26
Orang Banjar yang berada di Jayengan hampir seluruhnya beragama Islam. Agama Islam bagi orang Banjar bukan hanya sekedar agama tetapi sudah merupakan
adat istiadat yang sulit ditinggalkan. Mengingat bahwa faktor agama Islam mempunyai tempat penting dalam proses pembelajaran, norma-norma agama
berusaha dilaksananakan oleh orang Banjar dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam bidang ekonomi maupun kehidupan sosial. Ketekunan dalam menjalankan ibadah itu
25
Hari Mulyadi, dkk, Op. cit, hal: 207
26
Wawancara dengan Endang, tanggal 5 Oktober 2010
commit to user 85
antara lain dapat dilihat pada waktu sembahyang. Para pedagang yang sedang berjualan di Pasar Klewer segera meninggalkan kegiatannya untuk pergi ke masjid
menunaikan sembahyang terlebih pada waktu Jum’at, sulit ditemui orang laki-laki di
rumah maupun di pasar. Stratifikasi masyarakat Banjar di Kelurahan Jayengan dapat dikelompokkan
sebagai berikut: 1
Tauke juragan
yakni seseorang yang memiliki modal besar dan biasanya bergerak dalam bidang perdagangan perhiasan dan memiliki perusahaan srendiri seperti penggosokan
intan atau pemprosesan emas atau kemasan. Pada umumnya kelompok ini banyak memiliki buruh
2 Pengiket
Yakni seorang yang memiliki sedikit modal, untuk membeli emas dan intan. Dari emas yang mereka miliki itu dibuat perhiasan atau menyuruh seseorang untuk
membuat perhiasan, kemudian dijual.
3 Pengempit
Adalah seseorang yang hanya mempunyai kepercayaan untuk menjual barang perhiasan milik orang lain.
4 Penggosok
Merupakan seseorang yang hanya menjual jasa guna mengerjakan penggosokan intan milik orang lain.
5 Kemasan
Adalah seorang yang membuat emas menjadi barang perhiasan.
commit to user 86
6 Pengebook atau Book
Yakni seorang yang membeli emas dari orang lain dan biasanya membuka usahanya di pinggir-pinggir jalan serta di muka toko emas.
7 Ulama
Adalah kelompok yang terdiri dari kiai dan mubaligh. Kelompok ini berkecimpung dalam urusan agama.
8 Kelompok lainnya sperti pegawai negeri, guru dan lain sebagainya.
27
Jadi stratifikasi sosial masyarakat Banjar dipengaruh oleh faktor ekonomi khususnya dalam perdagangan dan agama. Bagi masyarakat Banjar, agama
merupakan hal yang penting dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam melakukan aktivitas perdagangan. Perubahan stratifkasi sosial dalam masyarakat Banjar
disebabkan oleh kemampuan dalam bidang perdagangan. Seorang
pengebook
atau
pengiket
yang memiliki ketrampilan dan keuletan dalam perdagangan akan dapat menduduki lapisan di atasnya, misalnya
juragan
. Orang Banjar selalu berhubungan dengan kelompok atau etnis lainnya di
Pasar Klewer Surakarta. Hubungan orang Banjar dengan etnis Jawa lebih banyak karena alasan ekonomi, misalnya dalam hal perdagangan intan berlian dan emas.
Mereka jarang sekali bergaul secara dekat dengan etnis lain. Saling kunjung mengunjungi di antara mereka masih terbatas pada kelompok etnis Banjar. Hal ini
memberi kesan bahwa orang Banjar tertutup.
27
Ibid, hal: 209
commit to user 87
2. Hubungan Antara Pedagang Pemilik Kios dengan Pedagang Kaki Lima