Pedagang Batik Aktivitas Perdagangan di Pasar Klewer

commit to user 53

a. Pedagang Batik

Batik kini telah menjadi busana nasional, bukan hanya karena keindahan coraknya saja, namun juga batik telah dikenal di seluruh nusantara. Daerah-daerah di Indonesia ternyata memilki batik sendiri-sendiri. Oleh karenanya dikenal batik Sumatera, batik Banten, batik Pekalongan, batik Bali, bahkan batik Nusa Tenggara dan Papua. Motif dan ragam hias merupakan ciri khas yang membedakan masing-masing daerah tersebut, karena telah dikenal secara umum itulah batik dipakai sebagai pakaian resmi nasional. Pada dasarnya batik merupakan seni lukis. Batik adalah lukisan atau gambaran pada kain mori dengan menggunakan canting . Jadi orang yang melukis atau menggambar pada kain mori dengan memakai canting disebut membatik atau membuat batik Bahasa Jawa “mbatik”. “Mbat ik ” yaitu gabungan dari dua kata bahasa Jawa ngoko “mbat” yang artinya memainkan, dan “tik” berasal dari kata nitik atau memberi titik. Pengertian ini diperoleh dari proses membatik itu sendiri dimana ragam hiasnya banyak menggunakan unsur titik atau memainkan unsur titik. 22 Terdapat perbedaan pendapat di antara para ahli tentang asal muasal batik. Sebagian mengatakan bahwa batik berasal dari India. Batik masuk ke Indonesia bersamaan dengan masuknya orang-orang India yang membawa pengaruh Hindu ke nusantara, sehingga tradisi Hindu sangat dominan dalam budaya Indonesia. Disebutkan pada tahun 1619 di Palikat dan Gujarat pernah dibuat sejenis batik 22 Suswandi Mangkudilaga, 1980, Batik, Jakarta: Wastaprema, hal: 3 commit to user 54 dengan lukisan lilin yang banyak dipasarkan di Malaya yang dikenal dengan nama kain pelekat. 23 Sejak tahun 1890-an orang-orang Cina berperan dalam industri batik, yang semula hanya berkembang di lingkungan istana dan rumah-rumah para bangsawan. Melalui usaha mereka, lambat laun daerah pemasaran batik menjangkau seluruh Jawa. Bukan hanya terbatas di kota-kota, tetapi juga masuk ke daerah pedalaman. Dalam hal ini, orang-orang Cina menguasai perdagangan berbagai jenis bahan baku pembuatan batik. Perdagangan bahan pewarna indigo dan kain mori putih juga di tangan orang Cina dan Arab. Mereka berhubungan dengan importir, yaitu pedagang besar Cina dalam bidang pertekstilan. Pada awal abad ke-20 orang-orang Cina di Surakarta membentuk perkumpulan dagang yang diberi nama kong sing . Perkumpulan ini mula-mula hanya beranggotakan kalangan pedagang kecil Cina yang miskin, dan tujuannya untuk membantu mereka dalam urusan kematian, pesta, dan perdagangan. Sejak ditemukan metode batik cap dan bahan pewarna kimiawi, pedagang-pedagang Cina di Surakarta mengalami kemajuan. Dengan kata lain, orang Cina menguasai sektor perdagangan ini, teutama dalam hal impor bahan baku batik. Mereka memonopoli dan menjadi pedagang perantara dalam menyuplai berbagai bahan baku batik impor. Beberapa di antaranya memliki industri batik sekaligus manjadi supplier bahan baku, sehingga dapat memproduksi kain batik dengan harga yang lebih murah dibandingkan dengan harga kain batik produksi orang Jawa. Orang Jawa menjual harga batik lebih tinggi karena seluruh ongkos produksi yang 23 Mahani, Op. cit, hal: 20 commit to user 55 dikluarkan lebih besar dari orang Cina. Hal tersebut terjadi karena bahan baku yang diperoleh dari orang Cina dan Arab harganya sangat mahal. Pada tahun 1900-an di Surakarta, orang Jawa, Cina, Arab dan sedikit orang Eropa masuk dalam aktivitas industri dan perdagangan batik. Orang Jawa mendominasi produksi batik di Surakarta, tetapi juga ada beberapa orang Cina dan Arab. Seluruh pekerja batik adalah orang Jawa tanpa mmperhatikan identifikasi etnis pemilik perusahaan. Bahkan beberapa perusahaan batik tulis berkualitas tinggi adalah milik orang Cina. Perusahaan batik milik orang Cina hampir seluruhnya ditemukan di sebelah timur laut kota yakni daerah Warung Pelem dan Balong. Sedangkan majikan batik Arab dilingkungan Pasar Kliwon. Secara umum pedagang Cina dan Arab lebih fokus pada perdagangan bukan pada produksi. Hampir seluruh pedagang Jawa mempercayakan orang Cina dalam memenuhi kebutuhan bahan-bahan baku batik. 24 Bersamaan dengan keadaan tersebut wilayah Surakarta terbuka bagi pengusaha swasta, sehingga daerah ini lebih banyak berhubungan dengan segala aktivitas ekonomi dan bisnis. Sebagian besar transaksi perdagangan orang Cina ditempatkan dibawah hukum perdata Eropa tahun 1855, adanya Undang-undang tersebut maka posisi orang Cina dalam kedudukan sosial lebih tinggi dari orang pribumi. Berada diantara orang-orang Eropa dan pribumi membuat bangsa Cina dapat menarik keuntungan dari kedua belah pihak. Orang Cina mulai terjun dalam perdagangan batik setelah diterapkan sistem cap. Motivasi ini didasari oleh perhitungan ekonomi yakni menjangkau pasar yang luas dan dijual dengan harga yang lebih murah, waktu pembuatan yang 24 S etiawan Budi Mulyanto, 2008, “Perkembangan Perusahaan Batik Arum Dalu Tahun 1998- 2007”, Skripsi, Surakarta: FSSR UNS, Hal: 10 commit to user 56 lebih cepat, dan pasti mereka akan memeperoleh keuntungan yang besar. Orang Cina hampir sepenuhnya mempercayakan pekerjaan batik kepada orang Jawa di pedesaan. Mereka diberi pekerjaan untuk membuat pola kain dan kemudian mewarnainya. Salah satu ciri penting dari perusahaan batik milik orang Cina adalah dipakainya paal merah. Salah satu tempat pembuatan batik Surakarta sekaligus pusat penjualan batik tersebar di Surakarta adalah di Pasar Klewer. Sejak tahun 70-an Pasar Klewer menjadi incaran para agen di berbagai kota di Nusantara bahkan negeri tetangga untuk mendapatkan batik bermutu tinggi dengan harga yang murah. Pada awalnya para pengrajin maupun pengusaha batik kebanyakan berasal dari daerah Laweyan dan Kauman yang dikenal sebagai kampung batik. Mereka menjajakan dagangannya di sekitar rumah-rumah mereka, namun lama-kelamaan tempat penjualannya berkembang menjadi sebuah komunitas pengrajin dan tempat perdagangan. Pada awalnya, para pedagang sandang khususnya batik di Pasar Klewer ini bertempat di Stabelan Pasar Legi Surakarta, namun sekitar tahun 50-an di Surakarta terserang wabah penyakit Pes maka para pedagang tersebut dipindahkan di Nonongan. Kemudian mereka menjajakan dagangannya sampai ke Pasar Slompretan, meskipun pada saat itu pasar tersebut masih menjadi pasar burung. Mereka membawa barang dagangannya dengan menggunakan transportasi andong bagi pedagang kaya dan bagi pedagang miskin menggunakan pikul . Mereka menjual dagangan mereka dari pagi sampai sore hari. Batik tersebut diperoleh dari daerah Surakarta seperti Pasar Kliwon, Laweyan dan Banjarsari. Berdasarkan hasil wawancara dengan Atmanto selaku commit to user 57 Humas HPPK dan pedagang di Pasar Klewer, batik tersebut diperoleh melalui koperasi batik yaitu KBI Koperasi Batik Indonesia, untuk daerah Serengan Pasar Kliwon Surakarta terdapat KPN Koperasi Pembatikan Nasional, di Laweyan ada PPBS Persatuan Pengusaha Batik Surakarta dan di Banjarsari ada BATARI Batik Republik Indonesia. Pasokan batik selain dari daerah Surakarta sendiri juga didukung dari sentral industri yang berada di sekitar wilayah Surakarta, seperti: Kliwonan untuk daerah Sragen, Gedung Gudel untuk daerah Sukoharjo, Tirtomoyo untuk daerah Wonogiri, Bayat untuk daerah Klaten dan Karanganyar. Di pasar ini beragam batik yang diperdagangkan, mulai dari kain dengan motif kuno dan sakral hingga modern. Harganya pun bersaing bila dibandingkan dengan harga toko, karena disini pembeli diperbolehkan menawar dengan harga terendah, semua proses jual beli dilakukan scara transparan sehingga harga yang disepakati juga tidak jauh berbeda dengan para penjual lainnya. Sebagai satu simbol kota tua Surakarta, Pasar Klewer juga menjadi bukti sejarah mengenai keberadaan batik di kota ini. Di setiap gambaran motif batik yang ditawarkan para pedagang menunjukkan era kretifitas dan perkembangan batik dari masa ke masa. Keunikan lainnya, para pedagang yang berjualan disini juga merupakan generasi yang turun temurun. Mereka tetap bertahan di pasar ini karena berdagang batik merupakan lahan pencarian mereka sejak jaman buyut mereka dulu.

b. Pedagang Tekstil