Etnis Jawa Asal Usul Pedagang Pasar Klewer

commit to user 43 dibedakan menjadi beberapa kelas, seperti: Kelas I kelas toko sebesar Rp 10.000,- , kelas II kelas mini sebesar Rp 8.000,-, dan untuk kelas III kelas supermini sebesar Rp 6.000,-; sedangkan untuk para pedagang kaki lima yang memiliki KTPP menjadi Rp 2.000.-. Konsumen Pasar Klewer ini terdiri dari berbagai lapisan masyarakat, mulai dari lapisan kelas bawah sampai lapisan menengah. Kebanyakan para konsumen tersebut adalah para pedagang dengan alasan harga yang ditawarkan oleh pedagang sifatnya murah, dan dapat ditawar sehingga banyak pedagang yang mencari barang di Pasar Klewer. Tidak hanya para pedagang saja, tetapi juga ada wisatawan baik lokal maupun mancanegara yang berbelanja tekstil di Pasar Klewer.

C. Asal Usul Pedagang Pasar Klewer

a. Etnis Jawa

Hunian orang-orang pribumi bercampur, baik penghuni lama maupun pendatang, kelas menengah maupun bawah. Semuanya tinggal di perkampungan, di rumah-rumah dengan kebun dan halaman yang ditumbuhi pohon atau tanaman rindang. Diskriminasi ras dan etnik masih sangat ketat, sehingga kontak sosial melalui jaringan sosial kota hanya terbatas pada golongan pribumi. 11 Pemukiman untuk penduduk pribumi Jawa terpencar hampir di seluruh kota. Nama-nama kampung hunian penduduk suku Jawa, ada yang didasarkan atas nama-nama bangsawan yang bertempat tinggal di sana, seperti: Ngadijayan tempat tinggal Hadiwijaya, Mangkubumen tempat tinggal Mangkubumi, 11 Sartono Kartodirdjo, 1990, Sejarah Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan Nasional, dari Kolonialisme sampai Nasionalisme , Jakarta: PT. Gramdia, hal: 73-74 commit to user 44 Jayasuman tempat tinggal Jayakusuma, Suryabratan tempat tinggal Suryabrata, Kusumabarata tempat tinggal Kusumabarata, Sumadiningratan tempat tinggal Sumadiningrat, Cakranegaran tempat tinggal Cakranegara, Kalitan tempat tinggal Kanjeng Ratu Alit, Kusumayudan tempat tinggal Kusumayuda, Purwadiningratan tempat tinggal Purwadiningrat. 12 Adapula kampung-kampung yang namanya diambil dari abdi dalem , seperti: Coyudan tempat tinggal Secayuda, Derpoyudan tempat tinggal Derpoyudo, Mangkuyudan tempat tinggal Mangkuyuda, dan Kerten tempat tinggal Wirakerti. Ada juga kampung-kampung yang namanya diambil dari kesatuan prajurit keraton, seperti: Kasatriyan, Tamtaman, Sorogenen; dan berdasarkan jenis pekerjaan penduduk, seperti: Sayangan, Gemblegan, Gapyukan, Serengan, Slembaran, Kundhen, Telukan, un Dhagen, Kepunton, dan Jayengan. Ada juga kampung-kampung yang namanya diambil dari nama jabatan di keraton, seperti: Carikan, Jagalan, Gandhegan, Sraten, Kalangan, Punggawan, Pondhokan dan Gadhing. 13 Di Surakarta, orang-orang pribumi ini menyebar hampir di seluruh kota. Mayoritas bekerja sebagai petani, namun karena keadaan Surakarta yang berkembang maka mereka kebanyakan juga sebagai pedagang. Karena dengan menjadi pedagang mereka dapat meningkatkan kehidupan mereka terutama dari segi ekonomi. Sejalan dengan keadaan tersebut, di Surakarta banyak terdapat pasar-pasar tradisional yang dapat menunjang kegiatan ekonomi mereka. 12 Rustopo. 2007, Menjadi Jawa: Orang-orang Tionghoa dan Kebudayaan Jawa di Surakarta 1895-1998 , Yogyakarta: Ombak, hal: 20 13 Darsiti Soeratman, 2000, Kehidupan Dunia Keraton Surakarta 1830-1939, Yogyakarta: Penerbit Taman Siswa, hal: 3 commit to user 45 Pada awalnya para pedagang pribumi ini berjualan secara berkeliling atau menjadi pedagang kaki lima, namun oleh pemerintah dirasa sangat mengganggu arus lalu lintas maka para pedagang ini dipindahkan pada lokasi tertentu. Misalnya para pedagang yang menjual tekstil ini, yang kemudian dipindahkan ke Pasar Klewer. Pasar klewer ini pada awalnya yang berdagang adalah etnis Jawa yaitu berdagang batik, namun barang yang didapat selain dari orang pribumi itu sendiri juga dari orang-orang Cina. Dan setelah mengalami perkembangan, banyak pedagang dari berbagai golongan yang ikut berdagang. Di Pasar Klewer ini mayoritas pedagangnya adalah orang pribumi yang berasal baik dari daerah Surakarta maupun daerah di sekitarnya.

b. Etnis Cina