commit to user
xv
DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN
1. Istilah
Babah Mayor Mayor
: Pangkat tertinggi untuk etnis Cina
Barter
: Pertukaran barang maupun uang.
Canting
: Alat untuk membatik, yaitu untuk mengambil hiasan pada kain mori sebagai calon kain batik
Cina Totok
: Orang Cina pendatang baru
Indigo
: Bahan pewarna untuk batik
Interstimulan
: Timbal balik
Kapten
: Kepala pimpinan untuk orang Arab
Pakretan
: Tempat pemberhentian kereta milik abdi dalem Keraton Kasunanan dari luar kota
Passenstelsel
: Surat ijin melakukan perjalanan
Ritel
: Pedagang eceran
Settlement
: Menetap
Simbiosis mutualisme
: Hubungan yang saling mnguntungkan bagi kedua belah pihak
Sistem dumping
: Sistem monopoli hasil perdagangan dengan cara menjual murah barang diluar negeri dan menjual
mahal barang tersebut didalam negeri
Vortenlanden
: Nama yang diberikan oleh Belanda untuk kerajaan Surakarta dan Yogyakarta serta Mangkunegaran
dan Pakualaman
Wholesaler
: Pedagang besar
Wholesaling
: Perdagangan besar
Wijkenstelsel
: Surat ijin tempat tinggal
commit to user
xvi
2. Singkatan
B.A.T.A.R.I : Batik Republik Indonesia
D.L.L.A.J : Dinas Layanan Lalulintas Jalan
H.P.P.K : Himpunan Pedagang Pasar Klewer
K.B.I : Koperaasi Batik Indonesia
K.P.N : Koperasi Pembatikan Indonesia
K.T.A : Kartu Tanda Anggota
K.T.P.P : Kartu Tanda Pengenal Pedagang
P.4.K : Paguyuban Pedagang Pelataran Pasar Klewer
P.K.L : Pedagang Kaki Lima
P.P.B.S : Persatuan Pengusaha Batik Surakarta
P.P.K.L : Persatuan Pedagang Kaki Lima Pasar Klewer
P.T : Perseroan Terbatas
S.H.P : Surat Hak Penempatan
S.I.P : Surat Ijin Penempatan
V.O.C : Vereenigde Oost Indische Compagnie
W.N.I : Warga Negara Indonesia
commit to user
xvii
ABSTRAK
Lia Candra Rufikasari. C0506033. 2010.
Dinamika Pedagang Multietnis Pasar Klewer Surakarta Tahun 1958-1998
. Skripsi: Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penelitian ini berjudul
Dinamika Pedagang Multietnis Pasar Klewer Surakarta Tahun 1958-1998
. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1 Gambaran umum dari Kota Surakarta, 2 Perkembangan Pasar Klewer di
Surakarta pada tahun 1958-1998, 3 Interaksi antar pedagang multietnis di Pasar Klewer Surakarta tahun 1958-1998.
Penelitian ini merupakan penelitian historis, sehingga langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi
heuristik
,
kritik sumber
baik intern maupun ekstern,
interpretasi
, dan
historiografi
. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi dokumen, studi pustaka dan wawancara. Dari
pengumpulan data, kemudian data dianalisa dan diinterpretasikan berdasarkan kronologisnya. Untuk menganalisis data, digunakan pendekatan ilmu sosial yang
lain sebagai ilmu bantu ilmu sejarah. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan ekonomi, dan sosiologi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Surakarta banyak terdapat pasar- pasar tradisional yang memiliki keunikan masing-masing. Selain itu Surakarta
juga menjadi pusat perdagangan bagi daerah-daerah di sekitarnya. Pasar Klewer merupakan pasar tradisional yang ada di Surakarta dan banyak memiliki keunikan,
salah satu diantaranya pasar tersebut merupakan pasar tekstil terbesar di Jawa Tengah, sehingga menarik animo pedagang dari berbagai golongan untuk
berdagang di Pasar Klewer. Perkembangan Pasar Klewer dari tahun 1958-1998 mengalami peningkatan, baik dalam hal jumlah pedagang kios dan para pedagang
kaki lima maupun kapasitas bangunan yang kemudian diperluas. Jaringan interaksi yang terjalin antar pedagang Pasar Klewer yang multietnis ini sangat
baik dan sudah terjalin sejak nenek moyang dan bahkan turun temurun. Para pedagang yang terdiri dari beberapa golongan, seperti: etnis Jawa, Cina, Arab dan
Banjar ini memiliki tujuan yang sama, sehingga mereka tidak membedakan perbedaan golongan dan saling mengormati kepercayaan dalam berdagang. Para
pedagang di Pasar Klewer ini juga memiliki suatu organisasi yang dapat menyatukan dan mempererat hubungan diantara para pedagang, yaitu HPPK dan
P4K.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian tentang dinamika pedagang multietnis Pasar Klewer Surakarta tahun 1958-1998 adalah hubungan yang
harmonis antar pedagang, keselarasan dalam berdagang dan tidak membedakan perbedaan golongan. Meskipun para pedagang Cina dan Arab menguasai sektor
perdagangan partai besar, namun mereka juga membantu para pedagang Jawa, Banjar bahkan pedagang kaki lima. Keanekaragaman etnis di Pasar Klewer tidak
menyurutkan mereka untuk melakukan kegiatan ekonomi dan dapat berkembang dengan baik tanpa saling menjatuhkan satu sama lain.
commit to user
xviii
ABSTRACT
Lia Candra Rufikasari. C0506033.
The Dynamics Multiethnic Traders in Klewer Market Surakarta in the Year 1958-1998
. Thesis: History Department Faculty of Letters and Fine Arts Sebelas Maret University.
The title of the research is “The Dynamics Multiethnic Traders in Klewer Market Surakarta in the Year 1958-1998
”. The objective of this research is to find out 1 general description of the town of Surakarta, 2 Klewer Market
developments in Surakarta in the year of 1958-1998, 3 multiethnic interaction betwen traders in the Klewer Market Surakarta in the year of 1958-1998.
This research is a historic research of which steps conducted include heuristics, both intern and extern source critics, interpretation, and historiography.
Document study and literature review were used as techniques of collecting data. From the data collection, the data were interpreted based on their chronology. In
order to analyze the data, other social science approaches as supporting science of history were applied. The approaches included in this research were economic and
sociology approach.
Results showed that in Surakarta numerous traditional markets that have the uniqueness of each. Surakarta in addition also a tranding center for
surrounding areas. Klewer market is a traditional market in Surakarta and many unique, one of which market is the largest textile market in Central Java, and
attracted the interest of traders from various group to trade in the market Klewer. So that Klewer market developments from the year 1958-1998 has increased, both
in terms of number of traders stall and street vendors as well as capacity building which later expanded. Network interaction that exists between a multiethnic
Klewer market trader is excellent and has been stranded since the common ancestor and even form generation to generation until now. Traders consisting of
several groups, such as: ethnic Javanese, Chinese, Arabs and ethnic Banjar has the same goal, so they do not distinguish differences in class and mutual respect trust
in trade. Klewer market traders also has an organization that can unite and strengthen the relationship between the merchants of HPPK and P4K.
The conclusions can be drawn from researsch on the dynamics of a multiethnic Klewer market traders in Surakarta in the year of 1958-1998 is a
harmonious relationship between traders, harmony in the trade and did not distinguish the difference in class. Although the Chinese and Arab traders
controlled trade bulk, but they also help the traders of Javanese, Banjar, and even street vendors. Klewer ethnic diversity in the market did not discourage them to
conduct economic activities and to develop properly without dropping each one another.
commit to user
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Permasalahan sosial ekonomi di Indonesia, diawali dengan kedatangan para pedagang Indonesia kuno atau pada masa pra penjajahan. Keadaan sosial
ekonomi, setelah kedatangan bangsa barat, telah mengalami banyak perubahan. Indikator dari kegiatan ekonomi pada masa lampau nampak pada aktivitas
perdagangan dan pelayaran yang terkosentrasi di daerah perkotaan.
1
Aktivitas perekonomian yang ada di berbagai daerah tidak dapat dipisahkan dari adanya sektor pasar. Biasanya suatu pasar pada waktu tertentu
berfungsi juga sebagai pasar barang dari tanah asing bagi saudagar perantauan. Begitu juga dengan daerah-daerah atau kota di Jawa, khususnya Jawa Tengah,
yang perekonomian mereka pada masa kerajaan masih tergantung pada aktivitas perdagangan. Aktivitas perdagangan yang dilakukan pada awalnya masih bersifat
sederhana, dimulai dengan adanya sistem
barter
atau pertukaran uang hingga mereka mengenal mata uang yang dijadikan sebagai alat transaksi dalam
perdagangan.
2
Bagi kehidupan bermasyarakat Indonesia pasar menjadi salah satu tempat berinteraksi dan berkomunikasi, bagi masyarakat desa maupun masyarakat kota
1
Sukanto Reksohadiprojo dan Ar. Kaseno, 1981, Ekonomi Perkotaan, Yogyakarta: BPFE, hal:1
2
Sartono Kartodirdjo, 1977, Masyarakat Kuno dan Kelompok-kelompok Sosial, Jakarta: Bhatara Karya Aksara, hal: 13
commit to user 2
yang memandang pasar sebagai pusat kegiatan jual-beli. Pasar sebagai pusat komunikasi dan interaksi, maka keadaan pasar sangat ramai, namun dibalik itu
banyak hal yang dapat dikaji. Asal usul pasar telah ada sejak jaman kuno. Masyarakat telah melakukan
perdagangan satu sama lain sejak jaman es.
3
Adanya pasar di dalam kota-kota kerajaan, maupun di kota-kota yang bukan pusat kerajaan, sangatlah erat
hubungannya dengan sifat corak kehidupan ekonomi kota itu sendiri. Kota, dilihat dari pengertian ekonomi adalah suatu tempat menetap
settlement
di mana penduduknya terutama hidup dari perdagangan dari pada pertanian.
4
Baik pasar dalam perkampungan pedagang-pedagang asing maupun di pusat kota-kota atau di bagian lain dari kota, tidaklah lepas dari kepentingan
ekonomi masyarakat kota. Bagi kepentingan golongan atas, pasar tidak dapat diabaikan, terutama karena merupakan hasil pendapatan bagi mereka. Pasar yang
terdapat di kota-kota pusat kerajaan atau mungkin di kota lainnya, merupakan salah satu sumber penghasilan Raja atau Penguasa setempat, serta kaum
bangsawan atau kaum elite. Hubungan kota dengan desa disekitarnya juga tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan perekonomian karena saling tergantung.
Munculnya pasar tidak dapat lepas dari kebudayaan masyarakat setempat. Pasar yang merupakan komponen penting bagi kehidupan penduduk merupakan
ciri khas dari suatu kota, baik dalam pusat kota maupun kota pinggiran. Hal ini
3
Robert L. Heilbroner, 1994, Terbentuknya Masyarakat Ekonomi, Jakarta: PT. Bumi Aksara, hal: 27
4
Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, 1993, Sejarah Nasional Indonesia III
, Jakarta: Balai Pustaka, hal: 265
commit to user 3
karena, pasar itu sendiri sebagai himpunan masyarakat dari berbagai tempat. Berkaitan dengan masalah ini tentunya bagi mereka yang kehidupannya
menitikberatkan pada perdagangan. Dalam kehidupan sehari-hari, lembaga pasar sangat berperan penting. Dapat dikatakan bahwa kemajuan atau kemunduran taraf
kehidupan masyarakat sangat ditentukan oleh lembaga pasar itu. Keadaan demikian tentunya merupakan sesuatu yang menarik untuk diteliti.
Pada dasarnya pasar pada suatu masyarakat ditentukan oleh fungsinya, yaitu sebagai tempat untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain,
serta sebagai tempat transaksi jual beli barang dan jasa antara anggota masyarakat dari berbagai golongan, seperti Pasar Klewer di Surakarta. Pasar Klewer dirintis
sejak jaman penjajahan Jepang, yang pada saat itu kehidupan warga Surakarta banyak mengalami kesulitan. Berawal dari kehidupan yang serba sulit ini
kemudian sejumlah orang berinisiatif untuk berjualan pakaian dan kain. Waktu itu lokasinya terletak di sebelah timur pasar Legi atau kawasan kantor air minum dan
pasar Burung. Sejumlah orang ini menjajakan pakaian dan kain dengan cara
menggantungkannya di pundak, dan berjalan hilir mudik di lingkungan tersebut, yang tentu saja barang dagangannya menjuntai ke bawah tidak beraturan atau
istilah orang jawa “kleweran”. Berhubung komunitas tersebut belum memiliki
nama, maka disebutlah pasar Klewer. Pemerintah saat itu menilai bahwa lokasi seputar pasar Klewer kotor, maka lokasi pasar dipindah di sebelah selatan Masjid
Agung, atau di sebelah barat gapura Keraton Kasunanan Surakarta, menyatu dengan pasar Slompretan yang sudah ada sebelumnya.
commit to user 4
Sekitar tahun 1957-1958 pasar Klewer diperluas ke barat, dengan memindahkan pasar sepeda ke alun-alun selatan dan pasar burung dipindah ke
Widuran, karena lokasi ini akan digunakan untuk berjualan tenun dan batik. Pada tahun 1969 kondisi pasar sudah tidak memenuhi persyaratan ekonomis, kesehatan,
dan perkembangan kemajuan pembangunan. Pemerintah kemudian merenovasi pasar hingga memiliki bagunan dengan dua lantai. Peresmiannya dilakukan oleh
Presiden Soeharto pada 7 Juni 1971 dengan nama tetap Pasar Klewer.
5
Sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan ekonomi, keberadaan pasar Klewer semakin dikenal sebagai pusat tekstil di Jawa Tengah. Hal ini
mengakibatkan orang dari berbagai penjuru daerah, tidak hanya dari pulau Jawa tetapi juga dari Sumatra, Lombok, Kalimantan berdatangan ke Surakarta untuk
mencari barang dagangan. Melihat keadaan pasar Klewer yang berkembang sangat pesat, akibatnya memancing animo pedagang untuk berjualan di
lingkungan pasar Klewer, sehingga keberadaannya sangat mengganggu kelancaran arus lalu lintas dan menganggu pedagang yang mempunyai Surat Ijin
Penempatan SIP. Untuk mengatasi hal tersebut oleh Pemkot Solo pada tahun 1985 membangun pasar Klewer Timur yang letaknya berhimpitan dengan pasar
Klewer lama, peresmiannya dilakukan oleh Gubernur Jawa Tengah H.M Ismail pada 17 Desember 1986.
Karakter pedagang di Pasar Klewer ini terdiri dari berbagai etnis, baik etnis Jawa, suku Banjar, etnis Cina maupun Arab. Hubungan diantara kalangan
pedagang ini meskipun rumit, namun terjalin suasana “mutual Simbiosis”.
5
http:labucyd.blog.uns.ac.id, diakses pada tanggal 10 Juni 2010.
commit to user 5
Disebut rumit karena pedagang yang berada di pasar ini terdiri dalam skala usaha, mulai dari pedagang besar atau grosir, pedagang biasa hingga pedagang pengecer.
Meskipun terdapat perbedaan kepentingan diantara mereka, tetapi juga terdapat semacam aturan, sehingga tidak terjadi persaingan yang tidak sehat.
6
Etnis Arab yang terdapat di wilayah Surakarta ini berada di sekitar Pasar Kliwon, sebelah timur Kasunanan Surakarta. Tempat tersebut dinamakan
perkampungan Arab, yang menjadi pemimpinnya adalah Kapten Arab Sungkar.
7
Orang Arab tersebut bekerja sebagai pengusaha batik di pasar Klewer. Meskipun orang Arab di kelompokkan dalam golongan Timur Asing, namun mereka banyak
berhubungan dengan orang pribumi. Kesamaan agama dan kepentingan ekonomi yang melandasi masyarakat Arab ini lebih mendekatkan mereka dengan kalangan
penduduk pribumi daripada dengan kalangan penguasa Eropa maupun kelompok Cina.
Kelompok Timur Asing lainnya adalah etnis Cina. orang-orang Cina di Surakarta menempati wilayah Balong, Coyudan dan lain sebagainya, sehingga
tempat tersebut dinamakan kampung Pecinan. Masyarakat Cina ini dipimpin oleh Babah Mayor dan banyak bekerja menjadi pengusaha di sekitar pasar Klewer.
Mereka hampir mendominasi di pasar tersebut, meskipun masih terdapat etnis lain selain masyarakat keturunan Cina, yaitu Arab dan pribumi.
6
M. Hari Mulyadi, dkk, 1999, Runtuhnya Keraton Alit: Studi Radikalisasi Wong Solo dan Kerusuhan Mei 1998
, Surakarta: LPTP, hal: 266
7
Mahasiswa Jurusan Ilmu Sejarah, 2006, “Solo Kota Dagang”, Laporan Penelitian,
Surakarta: FSSR UNS, hal: 37
commit to user 6
Pasar Klewer yang merupakan pasar tekstil terbesar di Surakarta, bahkan Jawa Tengah ini banyak memperdagangkan hasil kerajinan batik dari masyarakat
sekitar maupun dari daerah lain. Bagi kehidupan masyarakat Surakarta, dapat dilihat bahwa setiap hari masyarakat memenuhi pasar-pasar yang ada, meskipun
belum tentu mereka mendapatkan barang yang mereka inginkan sesuai dengan harga yang diberikan oleh pedagang. Dengan demikian munculnya pasar-pasar
modern akan semakin banyak alternatif dari para konsumen untuk menentukan pilihannya, tetapi pasar-pasar tradisional yang juga masih banyak peminatnya.
Tetapi bagaimanapun juga pasar tradisional tetap menjadi urat nadi ekonomi rakyat.
Untuk mendapatkan gambaran yang lebih luas dan jelas tentang interaksi pedagang Pasar Klewer yang terdiri dari etnis Jawa, Banjar, Cina dan Arab,
khususnya pada tahun 1958-1998, yang ditandai dengan perluasan wilayah pasar seperti sekarang ini, maka penelitian ini mengambil judul
“
Dinamika Pedagang Multietnis Pasar Klewer di Surakarta Tahun 1958-1998.
”
commit to user 7
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka rumusan masalah yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:
1. Bagaimana gambaran umum kota Surakarta?
2. Bagaimana perkembangan Pasar Klewer di Surakarta pada tahun 1958-
1998? 3.
Bagaimana interaksi antar pedagang yang multietnis di pasar Klewer Surakarta pada tahun 1958-1998?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui gambaran umum dari kota Surakarta.
2. Untuk mengetahui perkembangan pasar Klewer di Surakarta pada tahun
1958-1998. 3.
Untuk mengetahui interaksi antar pedagang yang multietnis di pasar Klewer Surakarta pada tahun 1958-1998.
commit to user 8
D. Manfaat Penelitian
Tujuan dari penelitian ini dapat menjelaskan melalui penulisan hasil penelitian secara deskriptif analisis berdasarkan data-data yang relevan dengan
inti permasalahan, diharapkan dari hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan tentang
perkembangan dan dinamika pedagang multietnis Pasar Klewer di Surakarta.
2. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi masyarakat khususnya masyarakat Surakarta, mengenai perkembangan dan dinamika
pedagang multietnis Pasar Klewer di Surakarta.
E. Tinjauan Pustaka
Penelitian ini menggunakan beberapa literatur dan referensi yang relevan dan dapat menunjang tema yang dikaji. Literatur tersebut akan dijadikan sebagai
bahan acuan untuk mengkaji, menelusuri dan mengungkapkan pokok-pokok perasalahan. Literatur yang digunakan antara lain:
Buku karangan Clifford Geertz, yang berjudul
Penjaja dan Raja
, 1983. Dalam buku ini menceritakan mengenai suatu pranata ekonomi dan cara hidup
yang membuktikan bahwa pasar merupakan suatu gaya umum dari kegiatan ekonomi yang mencangkup semua aspek dari masyarakat, sebagai contoh dua
commit to user 9
kota di Indonesia, yaitu Mojokuto sebagai kota pasar dan Tabanan sebagai Kotaraja di Bali. Selain itu juga, dijelaskan pula bahwa kedua kota tersebut
menjadi pusat pemerintahan, perdagangan dan pendidikan. Keduanya merupakan gelanggang setempat bagi pertemuan kebudayaan antara timur dan barat,
tradisionil dan modern serta lokal dan nasional, dan keduannya menunjukkan bukti-bukti yang jelas bahwa disitu sedang terjadi perubahan-perubahan sosial,
politik dan ekonomi. Meskipun dari segi kebudayaan kedua kota itu berlainan dan struktur sosialnya juga menunjukkan perbedaan tertentu yang penting, namun
keduannya timbul dari tradisi historis yang sama. Hal ini sama seperti keadaan di kota Surakarta yang banyak terdapat berbagai etnis namun dengan adanya pasar
Klewer tersebut dapat saling berinteraksi dalam bidang budaya maupun sosial ekonomi.
Geertz juga menyebutkan tentang tiga tipe pasar dan tiga sudut pandangnya dalam memahami pasar, antara lain sebagai arus barang dan jasa
menurut pola tertentu. Tipe yang kedua yaitu sebagai rangkaian mekanisme ekonomi untuk memelihara dan mengatur arus barang dan jasa tersebut.Tipe yang
terakhir yaitu sebagai sistem sosial dan kebudayaan, yang mekanisme itu tertanam. Selain itu, terdapat ekonomi pasar yang merupakan suatu perekonomian
dimana arus total perdagangan terpecah-pecah menjadi transaksi antara orang yang satu dengan yang lainnya yang masing-masing tidak ada hubungan, dan
dalam jumlah yang besar. Mekanisme ekonomi yang mengatur dan memelihara arus barang dan jasa dalam pasar, seperti: sistem harga luncur yang cenderung
menciptakan suatu situasi yang tekanan persaingan bukan pertama-tama antara penjual dengan penjual seperti lazimnya, melainkan antara pembeli dan penjual.
commit to user 10
Pola ini hanya memusatkan seluruh perhatian pedagang pada masing-masing transaksi, tujuannya adalah selalu berusaha mendapatkan keuntungan sebanyak-
banyaknya dari transaksi jual beli yang dilakukan. Peranan Pasar pada Masyarakat Pedesaan Pasar “Nayak” Wamena,
yang ditulis oleh Tejo Wahyono, dkk, 1987. Buku ini mengulas tentang peranan Pasar sebagai pusat ekonomi dan peranan pasar sebagai pusat kebudayaan, juga
mengenai masyarakat pedesaan. Selain itu, pasar tidak hanya sebagai tempat jual- beli, namun juga tempat bertemu, tempat berinteraksi antara anggota masyarakat
dari berbagai golongan dan berbagai angkatan. Munculnya interaksi, secara sengaja atau tidak maka terjadi transformasi nilai-nilai budaya.
Runtuhnya Kekuasaan “Keraton Alit” Studi Radikalisasi Sosial “wong Sala” dan Kerusuhan Mei 1998 di Surakarta, karangan M. Hari Mulyadi, dkk,
tahun 1999. Buku ini meyoroti mengenai kondisi sosial, politik, ekonomi, kultural, pertahanan dan keamanan di Surakarta selama Orde Baru dan terutama
menjelang terjadinya kerusuhan. Sebelumnya juga dimulai dengan meninjau kota Surakarta dalam perspektif historis, baik sejak masa dualisme pemerintahan
kolonial dan Keraton Surakarta Hadiningrat hingga pemerintahan dibawah Negara Republik Indonesia. Pembahasan mengarah kepada berbagai kebijakan
politik maupun politik ekonomi, dengan fenomena kondisi sosial ekonominya. Kemudian mencoba melihat mengenai hubungan antar etnis di Surakarta dan
interaksinya. Di Surakarta terdapat model perkampungan homogen seperti nama kampung dan model perkampungan yang heterogen seperti model perkampungan
orang Eropa, Suku Banjar, Etnis Cina, Etnis Arab.
commit to user 11
Robert L. Heirbroner, dalam buku
Terbentuknya Masyarakat Ekonomi
, 1982. Robert membedakan jenis pasar dari sudut pandang pembentukannya, yaitu
pasar yang timbul dengan sendirinya dan yang disengaja. Jenis pasar yang pertama, biasanya terdapat di tempat-tempat yang strategis untuk berdagang,
seperti di tepi jalan besar, dekat pemukiman penduduk dan lain sebagainya. Jenis pasar yang kedua yaitu berhubungan dengan keinginan penguasa untuk memenuhi
kebutuhan penduduk. Penelitian Mahasiswa Jurusan Ilmu Sejarah tentang
Solo Kota Dagang,
2006. Laporan ini banyak menjelaskan mengenai keadaan kota Surakarta seperti alat transportasi, pola pemukiman, pasar-pasar, bandar dan tempat-tempat
bersejarah lainnya. Faktor tersebut sangat menunjang sistem perdagangan, misalnya dengan adanya pasar di pusat kota maka disekitar pasar tersebut akan
dibuat jalur transportasi untuk kelancaran dalam berdagang dan memudahkan para konsumen. Sejalan dengan perkembangan masyarakat maka berkembang pula
jumlah penduduk dan jumlah srtuktur yang dibutuhkan masyarakat dalam menunjang kehidupannya. Pola pemukiman masyarakat di kota Surakarta yang
heterogen, sehingga setiap masyarakat atau etnis menempati wilayah tertentu, seperti etnis Cina yang pola pemukimannya di daerah Pecinan, etnis Arab yang
terdapat di Pasar Kliwon serta masyarakat Banjar yang berada di kampung Jayengan.
Tesis Karya Sudarmono,
Munculnya Kelompok P engusaha Batik Laweyan Awal Abad XX
, 1987, menjelaskan masyarakat Laweyan yang tumbuh menjadi komunitas pengusaha diantara komunitas sosial yang lebih besar yaitu Keraton
dan rakyat Surakarta. Tulisan ini dijelaskan bagaimana Laweyan menjadi derah
commit to user 12
yang memiliki
karakter sosial
yang berbeda.
Masyarakat Laweyan
mengembangkan gaya hidup yang berlawanan dengan para priyayi yang suka berfoya-foya, feodalistis dan berpoligami. Melalui perdagangan batik, para
saudagar laweyan mampu menunjukkan kekayaan yang menyaingi para bangsawak keraton. Peningkatan kekayaan para saudagar batik diikuti dengan
naiknya status sosial mereka sebagai “mbok mase” yaitu gelar diluar gelar
kebangsawanan sebagai majikan wanita pemilik perusahaan batik di Laweyan. Status dan kekayaan ini diperoleh berkat etos kerja pedagang yang sangat berbeda
dengan priyayi.
F. Metode Penelitian
Metode merupakan cara yang di gunakan untuk menggunakan penelitian terhadap data dan fakta yang objektif agar sesuai dengan tujuan penelitian,
sehingga dapat terbukti secara ilmiah. Sesuai dengan permasalahan yang dibaas, maka metode yang digunakan adala metode historis. Menurut Louis Gottschalk
yang dimaksud dengan metode historis adalah proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dari pengalaman masa lampau.
8
Metode historis ini terdiri dari empat tahap yang saling berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya,
yaitu: a.
Heuristik
, merupakan suatu proses pengumpulan bahan atau sumber-sumber sejarah atau data-data baik dokumen hasil wawancara maupun buku-buku.
Dokumen yang terkumpul seperti berita dalam koran Dharmo Kanda terbit
8
Louis Gottschalk, 1986. Mengerti Sejarah. Jakarta: UI Press. Hal: 32
commit to user 13
tahun 1978 tentang ”Mula Bukane Jeneng Pasar Klewer”, yang di dalamnya
di bahas mengenai sejarah pasar Klewer yang dulunya bernama Pasar Slompretan, dan data-data yang diperoleh dari Dinas Pengelolaan Pasar,
Kantor Pasar, Kantor HPPK Himpunan Pedagang Pasar Klewer dan P4K Paguyuban Pedagang Pelataran Pasar Klewer, seperti data-data mengenai
pedagang Pasar Klewer, sejarah Pasar Klewer dan dinamika Pasar Klewer. Wawancara dilakukan terhadap informan yaitu Totok Supriyanto, Dwi Adi
Prihutomo, Atmanto, H. Abdul Kadir, Maryono, Juminten, Fatimah dan Aminah. Proses yang dilakukan yaitu dengan mengumpulkan bahan buku,
koran dan majalah di Laboratorium Sejarah, Perpustakaan Sastra dan Seni Rupa, Perpustakaan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Dinas Pengelolaan
Pasar, Pusdok Solopos, Rekso Pustoko Mangkunegaran, Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Surakarta dan Monumen Pers. Karena di tempat tersebut
banyak terdapat sumber-sumber primer yang sangat membantu dalam penulisan penelitian ini.
b.
Kritik sumber
, yang bertujuan untuk mencari keaslian sumber yang diperoleh melalui kritik intern dan kritik ekstern.
9
Kritik intern ini bertujuan untuk mencari keaslian isi sumber atau data yang diperoleh dari Monumen Pers dan
Dinas Pengelolaan Pasar. Sedangkan kritik ekstern bertujuan untuk mencari keaslian sumber yang telah diperoleh tersebut.
c.
Interpretasi
, adalah penafsiran terhadap fakta-fakta yang dimunculkan dari data-data yang telah diseleksi dan disesuaikan dengan tema yang dibahas,
9
Dudung Abdurrahman. 1999. Metode penelitian Sejarah. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, hal: 58
commit to user 14
berdasarkan hasil data yang telah di peroleh dari Monumen Pers dan Dinas Pengelolaan Pasar. Tujuan dari interpretasi ini adalah menyatukan sejumlah
fakta yang diperoleh dari sumber atau data sejarah dan bersama teori disusunlah fakta tersebut kedalam interpretasi yang menyeluruh.
10
Untuk analisa terhadap data-data dilakukan secara deskriptif kualitatif karena data-
data yang dikumpulkan pada dasarnya adalah data-data kualitatif. Analisa setelah data-data yang terkumpul, kemudian diinterpretasikan, ditafsirkan,
dan dianalisis dengan sebab akibat dari suatu fenomena sosial pada cakupan waktu dan tempat tertentu.
d.
Historiografi
, yaitu proses penulisan sejarah sebagai langkah akhir dari penelitian sejarah, dimana dalam menyajikan hasil penelitian ini berupa
penyusunan fakta-fakta dalam suatu sintesa kisah yang bulat sehingga harus disusun menurut teknik penulisan sejarah.
10
Ibid , hal: 64
commit to user 15
G. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini, peneliti menggunakan sistematika penulisan yang terbagi dalam lima bab pokok pembahasan, yang urutannya sebagai berikut:
BAB I, merupakan bab pendahuluan yang mencangkup mengenai garis besar penulisan skripsi yang di dalamnya memuat: latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika skripsi.
BAB II, merupakan gambaran umum mengenai kota Surakarta, serta mengenai kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar dan keadaan pasar-pasar
tradisional pada saat itu. BAB III, dibahas mengenai perkembangan pasar klewer pada tahun 1958-
1998, mencangkup mengenai sejarah pasar Klewer, keadaan pasar klewer, mengenai asal usul pedagang pasar Klewer yang multietnis tersebut serta aktivitas
dan karakter pedagang di Pasar Klewer. BAB IV, mengkaji mengenai interaksi antar pedagang pasar Klewer yang
multietnis baik dalam bidang sosial maupun ekonomi, serta paguyuban pedagang Pasar Klewer.
BAB V, bab ini merupakan bab akhir yang akan mengungkapkan kesimpulan dari bab-bab sebelumnya.
commit to user
16
BAB II GAMBARAN UMUM KOTA SURAKARTA
A. Deskripsi Kota Surakarta
Surakarta merupakan bagian
Vortenlanden
di samping daerah Yogyakarta. Surakarta yang sebagai suatu wilayah geografis dan administrasi pemerintahan
mengalami perkembangan dan perubahan. Perkembangan kota Surakarta mengikut proses pembentukan konvensional, yaitu dari suatu fungsi agraris ke
fungsi non agraris. Fungsi administrasi pemerintahan yang mula-mula berfungsi sebagai kedudukan feodal kerajaan, untuk selanjutnya dipindahkan pada sistem
pemerintahan kolonial, dan akhirnya sampai pada sistem pemerintahan demokratis dengan status sebagai kotamadya.
Kota Surakarta terletak pada ketinggian 200 meter di atas permukaan laut, di sebelah kiri Bengawan Sala, dan pada kedua belah tepi Sungai Pepe. Sebagian
besar kota tersebut masuk dalam wilayah Kasunanan dan kurang lebih seperlima bagian merupakan daerah Mangkunegaran. Daerah Kasunanan di dalam kota
dikenal dengan nama daerah
kidulan
. Sebutan ini mungkin dihubungkan dengan letak keraton yang berada di sebelah selatan, sedangkan istana Mangkungaran
terletek di sebelah utara jalan raya Purwasari dan jalan trem yang menghubungkan Boyolali dan Wonogiri yang seakan-akan menjadi batas kedua daerah tersebut.
1
Kota Surakarta sebagai pusat kerajaan tradsional Mataram, menunjukkan ciri-ciri feodal agraris karena letak geografisnya yang dikelilingi oleh daerah
pertanian. Selain faktor geografis, pertumbuhan dan perkembangan kota Surakarta
1
Darsiti Soeratman, 2000, Kehidupan Dunia Keraton Surakarta 1830-1939, Yogyakarta: Penerbit Taman Siswa, hal: 84
commit to user 17
tidak lepas dari faktor politik saat itu. Pengaruh politik dari Belanda yang semakin intensif terutama di Pulau Jawa, yang ikut menentukan pertumbuhan kota
Surakarta, yakni kota Surakarta dijadikan sebagai pusat administrasi pemerintahan kolonial. Ikut campurnya pemerintah asing ini mengakibatkan masuknya unsur-
unsur asing.
1. Keadaan Penduduk
Penduduk atau masyarakat merupakan salah satu komponen terpenting dalam masalah perkotaan. Pertumbuhan, perkembangan, serta penyebarannya
sering kali menimbulkan efek sosial yang menjadi perhatian pemerintah daerah setempat. Perkembangan penduduk yang cepat menyebabkan struktur penduduk
mengalami perkembangan juga. Struktur penduduk dari segi mata pencaharian akan mengalami varias yang labil. Mata pencaharian penduduk akan berubah
seiring dengan perkembangna ekonomi dan potensi yang ada. Kependudukan merupakan salah satu bidang yang menjadi perhatian pemerintah dalam proses
pembangunan, dimana dalam masalah kependudukan nantinya akan memuat kuantitas penduduk seperti jumlah penduduk, persebaran penduduk, angkatan
kerja serta kualitas penduduk seperti pendidikan dan kesehatan. Seperti penduduk Surakarta yang bersifat homogen. Dalam hal
pemukiman, tampak adanya segregasi yang nyata antara lapisan penduduk. Hal ini sesuai dengan pembagian pelapisan sosial yang dilakukan oleh pemerintah
Belanda pada tahun 1854 dengan membagi-bagi penduduk menjadi tiga kelompok, yaitu Eropa
Europeesche,
Timur Asing
Vreemde Oosterlingen
seperti Cina, Arab, India dan yang terakhir adalah Pribumi
Inlanders.
2
2
Cahyo Adi Utomo, 2010, “Peran Etnis Cina dalam Perdagangan di Surakarta pada Tahun 1959-
1998”, Skripsi, Surakarta: FSSR UNS, hal: 35
commit to user 18
Mayoritas penduduk kota Surakarta adalah orang Jawa, dan lainnya merupakan pendatang dari luar daerah seperti Banjar dan Melayu, bahkan
keturunan etnis luar Indonesia seperti Eropa, Cina dan Arab yang telah menetap dan menjadi bagian dari kota Surakarta karena telah berkewarganegaraan
Indonesia. Sebagian dari mereka telah mempunyai perkampungan tersendiri, seperti komunitas keturunan Arab dikenal berada di Kecamatan Pasar Kliwon,
komunitas orang Cina di daerah Pecinan, sedangkan untuk pendatang dari golongan pribumi seperti orang Banjar di Kampung Banjaran, orang Madura di
Kampung Sampangan dan sebagainya. Pola pemukiman di Kota Surakarta pada awal abad ke-20 bersifat
pluralistis dan menunjukkan stratifikasi sosial dengan pengelompokan yang sangat menyolok. Bentuk pelapisan sosial yang memisahkan antara
perkampungan Eropa dengan etnik lain merupakan wujud diskriminasi yang pada awalnya telah diatur untuk kepentingan dan keamanan Pemerintah Kolonial
Belanda. Perkampungan Pecinan untuk orang-orang Cina ditunjukkan untuk mengawasi gerak-gerik mereka yang ditempatkan di Sekitar Pasar Gede, diurus
oleh kepala yang diambil dari etnik yang sama, dan diberi pangkat
Mayor
. Di kalangan penduduk setempat di kenal dengan sebutan
Babah Mayor
. Demikan halnya dengan orang-orang Arab, mereka ditempatkan di wilayah sekitar Pasar
Kliwon, dan diurus oleh kepala dengan pangkat
Kapten
. Sedangkan perkampungan untuk penduduk bumiputra terpencar di seluruh kota.
3
3
Rustopo. 2007, Menjadi Jawa: Orang-orang Tionghoa dan Kebudayaan Jawa di Surakarta 1895-1998
, Yogyakarta: Ombak, hal: 19
commit to user 19
Tabel 1
Penyebaran wilayah tempat tinggal etnis-etnis di Surakarta No
Etnis Wilayah tinggal
1. Jawa
Tersebar di seluruh kota, etnis Jawa merupakan etns mayortas di Surakarta
2. Cina
Daerah Pasar Gede, Balong, Kecamatan Jebres, Kelurahan Sudroprajan, Jagalan,
Langenharjo, Kecamatan
Banjarsari, Gilingan, Kestalan, Timuran, Setabelan
dan Solo Baru. 3.
Arab Kecamatan Pasar Kliwon Kecamatan
Pasar Kliwon, Semanggi, dan Kedung Lumbu
4. India dan Eropa
Loji Wetan
Sumber: Eka Deasy Widyaningsih, 2007: 40
Pertumbuhan penduduk di Surakarta tidak lepas dari adanya mobilitas sosial yang relatif cukup singkat sehingga mendorong terjadinya peningkatan
kepadatan penduduk di wilayah Surakarta. Mobilitas tersebut pada awalnya diakibatkan oleh faktor penarik kota yaitu kota Surakarta telah tumbuh menjadi
kota yang modern dengan segala fasilitas penunjangnya. Meningkatnya jumlah penduduk di dalam kota kerena luas daerah itu sendiri tidak mungkin bertambah,
sehingga pertambahan jumlah penduduk dengan pertumbuhan aspek lainnya tidak berjalan dengan seimbang yang menyebabkan masalah sosial dan ekonomi
diantaranya terlihat kesenjangan diantara masyarakat, pemukiman kumuh, tingkat kriminalitas yang meningkat, pengangguran dan sebagainya.
Namun jika melihat perkembangan-perkembangan yang ada, wilayah Surakarta bisa menjadi sebuah kota yang dapat berfungsi sebagai kota
commit to user 20
perdagangan. Di daerah ini telah terdapat banyak pusat perdagangan, seperti adanya pasar tradisional maupun pusat perbelanjaan yang lebih modern. Selain itu
banyaknya perusahaan juga dapat menjadikan sebagai kota industri. Perkembangan kota Surakarta tampaknya tidak hanya bertumpu pada sektor
pertanian saja, namun sudah berkembang dalan sektor lainnya.
2. Sarana dan Prasarana Kota