commit to user 7
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka rumusan masalah yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:
1. Bagaimana gambaran umum kota Surakarta?
2. Bagaimana perkembangan Pasar Klewer di Surakarta pada tahun 1958-
1998? 3.
Bagaimana interaksi antar pedagang yang multietnis di pasar Klewer Surakarta pada tahun 1958-1998?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui gambaran umum dari kota Surakarta.
2. Untuk mengetahui perkembangan pasar Klewer di Surakarta pada tahun
1958-1998. 3.
Untuk mengetahui interaksi antar pedagang yang multietnis di pasar Klewer Surakarta pada tahun 1958-1998.
commit to user 8
D. Manfaat Penelitian
Tujuan dari penelitian ini dapat menjelaskan melalui penulisan hasil penelitian secara deskriptif analisis berdasarkan data-data yang relevan dengan
inti permasalahan, diharapkan dari hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan tentang
perkembangan dan dinamika pedagang multietnis Pasar Klewer di Surakarta.
2. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi masyarakat khususnya masyarakat Surakarta, mengenai perkembangan dan dinamika
pedagang multietnis Pasar Klewer di Surakarta.
E. Tinjauan Pustaka
Penelitian ini menggunakan beberapa literatur dan referensi yang relevan dan dapat menunjang tema yang dikaji. Literatur tersebut akan dijadikan sebagai
bahan acuan untuk mengkaji, menelusuri dan mengungkapkan pokok-pokok perasalahan. Literatur yang digunakan antara lain:
Buku karangan Clifford Geertz, yang berjudul
Penjaja dan Raja
, 1983. Dalam buku ini menceritakan mengenai suatu pranata ekonomi dan cara hidup
yang membuktikan bahwa pasar merupakan suatu gaya umum dari kegiatan ekonomi yang mencangkup semua aspek dari masyarakat, sebagai contoh dua
commit to user 9
kota di Indonesia, yaitu Mojokuto sebagai kota pasar dan Tabanan sebagai Kotaraja di Bali. Selain itu juga, dijelaskan pula bahwa kedua kota tersebut
menjadi pusat pemerintahan, perdagangan dan pendidikan. Keduanya merupakan gelanggang setempat bagi pertemuan kebudayaan antara timur dan barat,
tradisionil dan modern serta lokal dan nasional, dan keduannya menunjukkan bukti-bukti yang jelas bahwa disitu sedang terjadi perubahan-perubahan sosial,
politik dan ekonomi. Meskipun dari segi kebudayaan kedua kota itu berlainan dan struktur sosialnya juga menunjukkan perbedaan tertentu yang penting, namun
keduannya timbul dari tradisi historis yang sama. Hal ini sama seperti keadaan di kota Surakarta yang banyak terdapat berbagai etnis namun dengan adanya pasar
Klewer tersebut dapat saling berinteraksi dalam bidang budaya maupun sosial ekonomi.
Geertz juga menyebutkan tentang tiga tipe pasar dan tiga sudut pandangnya dalam memahami pasar, antara lain sebagai arus barang dan jasa
menurut pola tertentu. Tipe yang kedua yaitu sebagai rangkaian mekanisme ekonomi untuk memelihara dan mengatur arus barang dan jasa tersebut.Tipe yang
terakhir yaitu sebagai sistem sosial dan kebudayaan, yang mekanisme itu tertanam. Selain itu, terdapat ekonomi pasar yang merupakan suatu perekonomian
dimana arus total perdagangan terpecah-pecah menjadi transaksi antara orang yang satu dengan yang lainnya yang masing-masing tidak ada hubungan, dan
dalam jumlah yang besar. Mekanisme ekonomi yang mengatur dan memelihara arus barang dan jasa dalam pasar, seperti: sistem harga luncur yang cenderung
menciptakan suatu situasi yang tekanan persaingan bukan pertama-tama antara penjual dengan penjual seperti lazimnya, melainkan antara pembeli dan penjual.
commit to user 10
Pola ini hanya memusatkan seluruh perhatian pedagang pada masing-masing transaksi, tujuannya adalah selalu berusaha mendapatkan keuntungan sebanyak-
banyaknya dari transaksi jual beli yang dilakukan. Peranan Pasar pada Masyarakat Pedesaan Pasar “Nayak” Wamena,
yang ditulis oleh Tejo Wahyono, dkk, 1987. Buku ini mengulas tentang peranan Pasar sebagai pusat ekonomi dan peranan pasar sebagai pusat kebudayaan, juga
mengenai masyarakat pedesaan. Selain itu, pasar tidak hanya sebagai tempat jual- beli, namun juga tempat bertemu, tempat berinteraksi antara anggota masyarakat
dari berbagai golongan dan berbagai angkatan. Munculnya interaksi, secara sengaja atau tidak maka terjadi transformasi nilai-nilai budaya.
Runtuhnya Kekuasaan “Keraton Alit” Studi Radikalisasi Sosial “wong Sala” dan Kerusuhan Mei 1998 di Surakarta, karangan M. Hari Mulyadi, dkk,
tahun 1999. Buku ini meyoroti mengenai kondisi sosial, politik, ekonomi, kultural, pertahanan dan keamanan di Surakarta selama Orde Baru dan terutama
menjelang terjadinya kerusuhan. Sebelumnya juga dimulai dengan meninjau kota Surakarta dalam perspektif historis, baik sejak masa dualisme pemerintahan
kolonial dan Keraton Surakarta Hadiningrat hingga pemerintahan dibawah Negara Republik Indonesia. Pembahasan mengarah kepada berbagai kebijakan
politik maupun politik ekonomi, dengan fenomena kondisi sosial ekonominya. Kemudian mencoba melihat mengenai hubungan antar etnis di Surakarta dan
interaksinya. Di Surakarta terdapat model perkampungan homogen seperti nama kampung dan model perkampungan yang heterogen seperti model perkampungan
orang Eropa, Suku Banjar, Etnis Cina, Etnis Arab.
commit to user 11
Robert L. Heirbroner, dalam buku
Terbentuknya Masyarakat Ekonomi
, 1982. Robert membedakan jenis pasar dari sudut pandang pembentukannya, yaitu
pasar yang timbul dengan sendirinya dan yang disengaja. Jenis pasar yang pertama, biasanya terdapat di tempat-tempat yang strategis untuk berdagang,
seperti di tepi jalan besar, dekat pemukiman penduduk dan lain sebagainya. Jenis pasar yang kedua yaitu berhubungan dengan keinginan penguasa untuk memenuhi
kebutuhan penduduk. Penelitian Mahasiswa Jurusan Ilmu Sejarah tentang
Solo Kota Dagang,
2006. Laporan ini banyak menjelaskan mengenai keadaan kota Surakarta seperti alat transportasi, pola pemukiman, pasar-pasar, bandar dan tempat-tempat
bersejarah lainnya. Faktor tersebut sangat menunjang sistem perdagangan, misalnya dengan adanya pasar di pusat kota maka disekitar pasar tersebut akan
dibuat jalur transportasi untuk kelancaran dalam berdagang dan memudahkan para konsumen. Sejalan dengan perkembangan masyarakat maka berkembang pula
jumlah penduduk dan jumlah srtuktur yang dibutuhkan masyarakat dalam menunjang kehidupannya. Pola pemukiman masyarakat di kota Surakarta yang
heterogen, sehingga setiap masyarakat atau etnis menempati wilayah tertentu, seperti etnis Cina yang pola pemukimannya di daerah Pecinan, etnis Arab yang
terdapat di Pasar Kliwon serta masyarakat Banjar yang berada di kampung Jayengan.
Tesis Karya Sudarmono,
Munculnya Kelompok P engusaha Batik Laweyan Awal Abad XX
, 1987, menjelaskan masyarakat Laweyan yang tumbuh menjadi komunitas pengusaha diantara komunitas sosial yang lebih besar yaitu Keraton
dan rakyat Surakarta. Tulisan ini dijelaskan bagaimana Laweyan menjadi derah
commit to user 12
yang memiliki
karakter sosial
yang berbeda.
Masyarakat Laweyan
mengembangkan gaya hidup yang berlawanan dengan para priyayi yang suka berfoya-foya, feodalistis dan berpoligami. Melalui perdagangan batik, para
saudagar laweyan mampu menunjukkan kekayaan yang menyaingi para bangsawak keraton. Peningkatan kekayaan para saudagar batik diikuti dengan
naiknya status sosial mereka sebagai “mbok mase” yaitu gelar diluar gelar
kebangsawanan sebagai majikan wanita pemilik perusahaan batik di Laweyan. Status dan kekayaan ini diperoleh berkat etos kerja pedagang yang sangat berbeda
dengan priyayi.
F. Metode Penelitian