13
2. Fair or ethical disclosure
Pengungkapan yang wajar secara tidak langsung menyiratkan suatu etika, yaitu memberikan perlakuan yang sama kepada semua pemakai laporan
keuangan untuk menerima informasi yang handal sehingga tidak ada ketimpangan informasi antar para pembacanya.
3. Full disclosure
Pengungkapan penuh menyangkut penyajian informasi yang relevan. Bagi sebagian orang pengungkapan penuh berarti penyajian informasi secara
berlimpah sehingga tidak tepat. Menurut mereka terlalu banyak informasi akan membahayakan. Karena penyajian rinci dan yang tidak penting justru
akan mengaburkan informasi yang signifikan dan membuat laporan keuangan sulit ditafsir oleh para penggunanya.
Pengukuran luas pengungkapan sukarela dalam penelitian ini menggunakan daftar pengungkapan sukarela tanpa pembobotan. Metode tanpa
pembobotan dipilih karena: 1.
Laporan tahunan ditunjukkan untuk pihak umum sehingga memungkinkan para pemakai mempunyai persepsi yang berbeda-beda sehingga
memungkinkan adanya item suatu informasi yang dianggap penting bagi pihak tertentu tetapi tidak penting bagi pihak lain.
2. Untuk menghindari pemberian bobot secara tidak objektif terhadap item-
item informasi. Hasil penelitian Nasir dan Abdullah 2004 maupun Evi dan Rosa 2014 menggunakan peskoran baik dengan pembobotan
maupun tanpa pembobotan telah berhasil membuktikan bahwa hasilnya tidak terdapatperbedaan yang signifikan.
2.1.3 Financial distress
Andrade dan Kaplan 2008 Financial distress merupakan “kondisi di mana perusahaan memiliki kesulitan memenuhi kewajiban
yang dimiliki kepada pihak kreditor atau sebuah indikasi ketika perusahaan melakukan restrukturisasi utang yang disebabkan oleh
kesulitan dalam membayar kewajiban yang dimiliki”. Nasir dan Abdulah 2004 mengungkapkan bahwa “sebuah
perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan adalah perusahaan yang
Universitas Sumatera Utara
14
memiliki penurunan kinerja keuangan sebagai dampak dari krisis ekonomi dan manajemen yang buruk, yang diindikasikan dengan laba bersih negatif
dalam dua tahun berturut-turut”. Terdapat perbedaan pendapat mengenai Financial distressed pada
penelitian-penelitian terdahulu karena adanya perbedaan alat ukurnya. Menurut Platt dan Platt 2002 Financial distressed adalah “tahap
penurunan kondisi keuangan yang dialami oleh suatu perusahaan, yang terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan ataupun likuidasi”. Classens et al.
1999 dalam Wardhani 2006 menggunakan interest coverage ratio untuk mendefinisikan distressed.
Perusahaan yang berada dalam kesulitan keuangan sebagai perusahaan yang memiliki interest coverage ratio rasio antara laba
operasional terhadap biaya bunga kurang dari satu. Financial distressed terjadi saat perusahaan tidak bisa memenuhi kewajiban jangka pendek di
mana perusahaan tidak dapat membayar hutang-hutangnya kepada kreditur. Pemakaian hutang akan menimbulkan biaya bunga dan interest
coverage ratio menunjukkan apakah kewajiban tersebut dapat dipenuhi dari hasil penggunaan hutang terhadap laba operasional.
2.1.4 Corporate Governance
Salah satu kriteria suatu perusahaan dikatakan baik apabila perusahaan itu telah menerapkan Corporate Governance CG. Menurut Wijaya 2009:396,
berbagai atribut CG berguna untuk mengendalikan agency problem dengan
Universitas Sumatera Utara
15
memastikan bahwa para manajer telah bertindak sesuai dengan kepentingan para pemegang saham.
Menurut Wardhani 2006:96, berbagai atribut Corporate Governance berguna untuk mengendalikan agency problem dengan memastikan bahwa para
manajer telah bertindak sesuai dengan kepentingan para pemegang saham. Mekanisme Corporate Governance dalam suatu perusahaan dapat menentukan
kesuksesan perusahaan. Dewan memegang peranan yang sangat signifikan bahkan peran yang utama dalam penentuan strategi perusahaan tersebut. Indonesia
merupakan negara yang menggunakan konsep two tier, di mana dewan terdiri dari dewan direksi dan dewan komisaris. Istilah dewan di Amerika lebih mengacu
pada fungsi dari dewan komisaris. Dalam hasil penelitian yang dilakukan di Amerika, yang dimaksud dengan
dewan board adalah dewan komisaris. Kamal 2011:146 di Indonesia, konsep Corporate Governance
diperkenalkan secara resmi pada tahun 1999 ketika pemerintah membentuk Komite Nasional tentang Corporate Governance. Sebagaimana halnya di Negara-
negara lain di dunia, komite ini melahirkan kode Corporate Governance, yang kemudian direvisi pada tahun 2005. Linda dan Febrianty 2010:190 Corporate
Governance merupakan “seperangkat tata hubungan di antara manajemen, direksi, dewan komisaris, pemegang saham dan para pemangku kepentingan stakeholder
lainnya yang mengatur dan mengarahkan kegiatan perusahaan”. Menurut Corporate Governance perception index CGPI tahun 2012 yang
dikeluarkan oleh IICG yang dimaksud dengan Corporate Governance adalah : “Struktur, sistem dan proses yang digunakan oleh organ perusahaan sebagai upaya
Universitas Sumatera Utara
16
untuk memberikan nilai tambah perusahaan secara berkesinambungan dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya
berdasarkan norma, etika, budaya dan aturan yang berlaku”. BUMN diwajibkan menjadikan prinsip-prinsip Corporate Governance
sebagai landasan operasional kegiatan usaha dan memberikan pedoman yang lebih rinci bagi BUMN untuk menerapkan Corporate Governance berdasarkan
prinsip-prinsip transparansi, kemandirian, akuntabilitas, responsibilitas, serta kewajaran. Pemegang saham principal yang menyebar itu tidak memiliki pilihan
selain menyewa orang lain atau manajer agent untuk mengelola perusahaan, yang kemudian melahirkan apa yang disebut dengan hubungan principal dan
agent. Kamal 2011:147 hubungan principal dan agent memunculkan agency problem, dimana manajer yang menjalankan perusahaan cenderung
menyelewengkan uang pemilik perusahaan. Hal itu bisa terjadi karena para manajer memegang informasi dan pengetahuan lebih tentang kondisi perusahan
ketimbang pemilik perusahaan. Menurut pedoman umum Corporate Governance yang dikeluarkan KNKG
2006:5 diakses dari www.ecgi.org terdapat lima prinsip dasar pengelolaan perusahaan yang baik yaitu:
1. Keadilan fairness
Dalam kegiatannya, perusahaan harus senantiasa selalu memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku
kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan.
2. Transparansi transparancy
Untuk menjaga objektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara
yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak
hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan,
Universitas Sumatera Utara
17
tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya.
3. Dapat dipertanggungjawabkan accountability
Perusahaan harus mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara
benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku
kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.
4. Pertanggungjawaban responsibility
Perusahaan mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawabnya terhadap masyarakat dan
lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate
citizen.
5. Independensi
Untuk melancarkan pelaksanaan Good Corporate Governance, perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing
bagian dalam perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.
Dari penjelasan dari beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa keberadaan Corporate Governance menjadi salah satu alat proteksi bagi kepentingan
pemegang saham principal yang hanya memiliki sedikit informasi tentang perusahaan. Corporate Governance menjadi suatu mekanisme pengawasan yang
mendorong direksi melakukan kegiatan operasional perusahaan demi kepentingan pemegang saham. Dalam penelitian ini hanya ada dua proksi yang
menggambarkan Corporate Governance, yaitu proporsi dewan komisaris independen dan komite audit.
2.1.4.1 Komisaris Independen
Wardhani 2007 menjelaskan salah satu permasalahan dalam penerapan Corporate Governance adalah: “Adanya CEO yang
memiliki kekuatan yang lebih besar dibandingkan dengan dewan komisaris. Fungsi komisaris adalah untuk mengawasi kinerja dari
Universitas Sumatera Utara
18
direksi yang dipimpin oleh CEO tersebut. Efektivitas komisaris dalam menyeimbangkan kekuatan CEO tersebut sangat dipengaruhi oleh
tingkat independensi dari dewan komisaris tersebut”. Menurut Gedie dan Ghozali 2012:3, tingkat independensi
dewan biasanya dihubungkan dengan jumlah direktur dari luar dalam dewan direksi, dan dualitas non-CEO contohnya, CEO bukan anggota
dewan. Lebih jauh, dualitas CEO biasanya mengarah pada menurunnya independensi dan keefektifan dewan direksi.
Meiryanda 2012 :199, penurunan independensi dapat memberikan akibat pada pengungkapan informasi perusahaan, sebagai
hasil dari bertambahnya kekuatan manajer, yang tujuannya dapat berlawanan dengan pemegang saham. Keberadaan komisaris
independen pada suatu perusahaan dapat mempengaruhi integritas suatu laporan keuangan yang dihasilkan oleh manajemen. Jika
perusahaan memiliki komisaris independen maka laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen cenderung lebih berintegrasi, karena
didalam perusahaan terdapat badan yang mengawasi dan melindungi hak pihak-pihak luar di luar manajemen perusahaan.
Penelitian milik Nasir dan Abdullah 2004 menunjukan hasil positif bahwa komposisi board independence akan berpengaruh positif
terhadap pengungkapan. Jadi seharusnya semakin besar komposisi dewan komisaris independen maka akan mendorong pengungkapan
sukarela yang lebih baik.
Universitas Sumatera Utara
19
2.1.4.2 Komite Audit
Ardina dan Basuki 2013, pembentukan komite audit merupakan salah satu hal yang penting dalam menciptakan Corporate
Governance yang baik. Komite berperan penting dalam memantau operasi perusahaan dan sistem pengendalian internal dengan tujuan
melindungi pemegang saham. Komite audit merupakan mekanisme penting untuk
meningkatkan transparansi perusahaan, mendorong manajemen mengungkapkan informasi lebih lanjut.
Marta 2004, komite audit “membantu untuk memastikan akuntansi keuangan dan sistem pengawasan bekerja dengan baik”.
Peran komite audit berkembang dari tahun ke tahun untuk memenuhi kebutuhan dan perubahan lingkungan bisnis. Tanggung jawab komite
audit di bidang laporan keuangan adalah untuk memastikan bahwa laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen telah memberikan
gambaran sebenarnya tentang kondisi keuangan, hasil usahanya, rencana, dan komitmen jangka panjang.
Komite audit dibentuk untuk membantu dewan komisaris two tier systems dalam mengawasi kinerja kegiatan pelaporan keuangan
dan pelaksanaan audit baik internal maupun eksternal dalam perusahaan dan untuk mempertahankan indenpedensi komite audit
beranggotakan komisaris independen, dan pihak-pihak diluar perusahaan yang terlepas dari kegiatan manajemensehari-hari dan
Universitas Sumatera Utara
20
mempunyai tanggung jawab utama untuk membantu dewan komisaris dalam menjalankan tanggung jawabnya terutama dengan masalah yang
berhubungan dengan kebijakan akuntansi perusahaan, pengawasan internal, dan sistem pelaporan keuangan.
Oleh karena itu, manajer yang bertindak sebagai agen akan mengungkapkan informasi perusahaan lebih terbuka sebagai bentuk
keefektifan kinerja komite audit. Komite audit yang efektif dapat meningkatkan pengendalian internal yang memiliki kekuatan untuk
meningkatkan pengungkapan yang berhubungan dengan nilai perusahaan dan meningkatkan pengungkapan sukarela.
2.1.5 Leverage
Leverage merupakan kemampuan perusahan dalam memenuhi
pembayaran semua kewajibannya, baik kewajiban jangka pendek maupun kewajiban jangka panjang. Tingkat pengelolaan kewajiban Leverage berkaitan
dengan bagaimana perusahaan didanai, apakah perusahaan didanai lebih banyak menggunakan kewajiban atau modal yang berasal dari pemegang saham. Semakin
tinggi tingkat Leverage suatu perusahaan maka akan semakin besar pula agency cost. Dalam hal ini perusahaan akan cenderung mengungkapkan mengapa kondisi
kewajiban mereka berada pada angka tersebut kepada publik sehingga diharapkan investor cukup jelas mengetahui kondisi kewajiban perusahaan.
Widyantari 2011:28, tingkat rasio Leverage yang besar menimbulkan keraguan akan kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan
usahanya di masa depan. Hal ini dikarenakan sebagian besar dana yang diperoleh
Universitas Sumatera Utara
21
perusahaan akan digunakan untuk membiayai utang sehingga dana untuk beroperasi akan semakin berkurang. Kreditor pada umumnya lebih menyukai debt
ratio yang rendah angka rasionya karena jika terjadi likuidasi, kerugian yang dialami kreditor dapat diminimalisir.
Pancawati 2008:72 menjelaskan Leverage dapat dihitung melalui 3 pendekatan yaitu: