saksi sendiri, akan tetapi keterangan-keterangan yang disampaikan oleh orang lain kepadanya mengenai kenyataan-kenyataan dan hal-hal yang didengar,
dilihat atau dialami sendiri oleh orang lain tersebut. Wirjono Prodjodikoro juga menyatakan bahwa kesaksian testimonium de auditu adalah kesaksian berupa
pendengaran dari orang lain dan hal ini tidak diperbolehkan.
2. Pengertian Perlindungan Saksi
Pasal 1 butir 6 Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 menuliskan bahwa, perlindungan adalah segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk
memberikan rasa aman kepada saksi danatau korban yang wajib dilaksanakan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban atau lembaga lainnya sesuai
dengan ketentuan undang-undang ini.
28
28
Undang-undang No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Psl 1 butir 6.
Sedangkan pengertian saksi telah diuraikan diatas, maka menurut penulis dapat diambil suatu pengertian yang pas
tentang perlindungan saksi yaitu segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberi rasa aman kepada orang yang dapat memberikan
keterangan guna kepentingan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan disidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar
sendiri, ia lihat sendiri, danatau ia alami sendiri yang wajib dilaksanakan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban atau lembaga lainnya sesuai dengan
ketentuan undang-undang ini. Perlindungan saksi bertujuan memberikan rasa aman kepada saksi dalam memberikan keterangan pada setiap proses peradilan
pidana.
Universitas Sumatera Utara
Keberadaan saksi maupun pelapor selama ini dalam proses peradilan pidana kurang mendapat respon dan perhatian dari pihak masyarakat maupun
penegak hukum itu sendiri sehingga kasus-kasus yang tidak terungkap dan tidak terselesaikan banyak disebabkan oleh karena saksi enggan melapor atau
memberikan kesaksiannya kepada penegak hukum karena terlebih dahulu mendapatkan ancaman. Oleh karena itu dalam rangka menumbuhkan partisipasi
dan paham masyarakat untuk mengungkap tundak pidana perlu diciptakan iklim yang kondusif dengan cara memberikan perlindungan hukum dan keamanan
kepada setiap orang yang mengetahui atau menemukan suatu hal yang dapat membantu atau mengungkap tindak pidana yang telah terjadi dan mempunyai
keberanian untuk memaparkan apa yang terjadi sesungguhnya kepada aparat penegak hukum.
Dengan melindungi saksi akan memiliki efek berantai multi effect untuk memerangi kejahatan-kejahatan serius. Sebab salah satu titik tekan tujuan
program perlindungan saksi dan korban bukanlah semata-mata hanya untuk memenuhi hak-hak saksi dan korban, tetapi juga dapat digunakan sebagai alat
tool untuk memerangi kejahatan-kejahatan terorganisir dengan keberanian saksi dan korban mengungkap kejahatan tersebut. Seperti: korupsi, drugstrafficking,
human trafficking, terorisme, pelanggaran HAM yang berat, pencucian uang, atau berbagai kejahatan lain yang termasuk kategori organized crimes dan
transnational crimes.
Universitas Sumatera Utara
Paradigma inilah yang menjadi salah satu latar belakang utama terselenggaranya aneka konvensi atau deklarasi internasional yang berkaitan
dengan peran penting saksi pengungkap kejahatan dalam konteks penegakan hukum. Antara lain: Declaration of Basic Principles of Justice for Victim of
Crime and Abuse of Power, yang lahir dari Kongres PBB VII di Milan, Italia, 1985; mengetengahkan isu The Prevention of Crime and The Treatment of
Offenders. Ada juga United Nations Convention Againts Illicit Trafic in Narcotics, Drugs, and Psychotropic Substance of 1998. Kemudian International
Convention for the Suppresion of the Financing of Terrorism, 1999. Termasuk United Nations Convention Againts Corruption, 2003
29
Porsi perlindungan saksi dan korban yang lebih komprehensif terdapat dalam United Nations Convention Againts Transnational Organized Crime 2005; lahir
dalam Konferensi Negara Melawan Kejahatan Transnasional Terorganisir, berlangsung di Vienna, 10-21 Oktober 2005. Indonesia telah mengesahkan
konvensi ini berupa UU No. 5 Tahun 2005 tentang Pengesahan Konvensi PBB tentang Anti-Kejahatan Transnasional Terorganisir
.
30
29
Abdul Haris Semendawai, Revisi Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006: Momentum Penguatan Perlindungan Saksi dan Korban, Urgensi Peningkatan Peran Lembaga Perlindungan
Saksi dan Korban, 2011, hal 12.
30
United Nations Convention Againts Transnational Organized Crime atau Konvensi PBB tentang Anti-Kejahatan Trans-nasional Terorganisir ini menegaskan kepada negara-negara
anggotanya untuk melakukan upaya-upaya yang pantas dalam memberikan perlindungan yang efektif terhadap pembalasan atau intimidasi terhadap saksi pengungkap kasus-kasus kejahatan
trans-nasional yang terorganisir. Baik berupa perlindungan fisik; relokasi dan menjaga kerahasiaan atau pembatasan pengungkapan identitas dan lokasi saksi; serta memperkenalkan peraturan
pembuktian untuk mengizinkan pemberian kesaksian dengan terlebih dahulu memastikan
Universitas Sumatera Utara
Selama ini keberadaan saksi maupun pelapor dalam proses peradilan pidana kurang mendapat respon dan perhatian dari pihak masyarakat maupun penegak
hukum itu sendiri sehingga kasus-kasus yang tidak terungkap dan tidak terselesaikan banyak disebabkan oleh karena saksi enggan melapor atau
memberikan kesaksiannya kepada penegak hukum karena terlebih dahulu mendapatkan ancaman. Oleh karena itu dalam rangka menumbuhkan partisipasi
dan paham masyarakat untuk mengungkap tundak pidana perlu diciptakan iklim yang kondusif dengan cara memberikan perlindungan hukum dan keamanan
kepada setiap orang yang mengetahui atau menemukan suatu hal yang dapat membantu atau mengungkap tindak pidana yang telah terjadi dan mempunyai
keberanian untuk memaparkan apa yang terjadi sesungguhnya kepada aparat penegak hukum.
3. Pengertian Tindak Pidana Korupsi