Pengertian Saksi, Keterangan Saksi, dan Jenis Saksi

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Pengertian Saksi, Keterangan Saksi, dan Jenis Saksi

Menurut Wjs Poerwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia 1961 halaman 794, saksi memiliki pengertian : 1. Orang yang diminta hadir pada suatu peristiwa untuk mengetahuinya supaya bilamana perlu dapat memberi keterangan juga membenarkan peristiwa tadi sungguh-sungguh terjadi. 2. Orang yang mengetahui sendiri suatu kejadian. 3. Orang yang memeberi keterangan di muka hakim untuk kepentingan pendakwa atau terdakwa. Pasal 1 butir 26 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana KUHAP memberikan pengertian saksi yaitu orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri 16 Menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban pasal 1 butir 1 menyatakan saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, . 16 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, Pasal 1 butir 26. Universitas Sumatera Utara dan pemeriksaan disidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, danatau ia alami sendiri 17 Pengertian saksi menurut KUHAP dan Undang-undang Perlindungan Saksi dan Korban mempunyai perbedaan. Perbedaan dengan rumusan KUHAP adalah bahwa rumusan saksi dalam Undang-undang Perlindungan Saksi dan Korban mulai dari tahap penyelidikan sudah dianggap sebagai saksi sedangkan KUHAP mulai dari tahap penyidikan. Definisi saksi yang demikian ini dapat dikatakan mencoba menjangkau pada saksi pelapor yang sering terdapat dalam kasus-kasus korupsi dan kasus-kasus narkoba psikotropika . 18 Subekti menyatakan bahwa saksi adalah orang yang didengar keterangannya di muka siding pengadilan, yang mendapat tugas membantu pengadilan yang sedang perkara . 19 17 Undang-undang No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Pasal. 1 butir 1. . Wirjono Projodikoro memaknai bahwa seorang saksi adalah seorang manusia belaka atau manusia biasa. Ia dapat dengan sengaja bohong, dan dapat juga jujur menceritakan hal sesuatu, seoalah-olah hal yang benar, akan sebetulnya tidak benar. Seseorang saksi harus menceritakan hal yang 18 http:www.prakarsarakyat.orgdownloadHAMKampanye20ELSAM20RUU20P erlindungan20Saksi203.pdf , Analisis Terhadap RUU Perlindungan Saksi dan Korban versi Badan Legislatif DPR, oleh Supriyadi Widodo Eddyono, Wahyu Wagiman dan Zaenal Abidin, diakses pada hari rabu 29 Februari 2012 pukul 19.35 WIB. 19 Subekti dan R Tjitro Soedibia, Kamus Hukum , Jakarta:Pradya Paramita, 1976, hal. 83. Universitas Sumatera Utara sudah lampau, dan tergantung dari daya ingat dari orang perseorang, apa itu dapat dipercaya atas kebenarannya 20 Sedangkan S.M. Amin menambahkan bahwa “Saksi tak bersuara dapat merupakan bahan-bahan yang diperoleh dengan cara menyelidiki dan memperhatikan benda-benda mati. Umpamanya bekas-bekas yang terdapat di tempat kejahatan yang dilakukan” . 21 Menurut Pasal 295 HIR kesaksian itu termasuk dalam salah satu jenis bukti yang sah. Yuridis yang dimaksudkan kesaksian keterangan lisan di muka hakim dengan sumpah lebih dahulu tentang hal-hal yang ia ketahui tentang sesuatu kejadian dengan panca indera sendiri. Dalam Pasal 301 HIR, dinyatakan dengan tegas bahwa tiap-tiap kesaksian yang diberikan itu harus mengatakan kejadian-kejadian yang sungguh terjadi, yang didengar, dilihat, atau dirasakan sendiri serta harus disebutkan sebab-sebab atau alasan-alasan hal itu sampai diketahuinya; pengiraansangkaan saja yang disusun dengan kata akal bukanlah kesaksian. . Bahwa saksi dalam memberikan keterangannya hanya boleh mengenai keadaan yang didengar, dilihat, atau dialami oleh saksi itu sendiri, dan tiap-tiap persaksian harus disertai penyebutan hal-hal yang menyababkan seorang saksi mengetahui hal sesuatu. Bahwa suatu pendapat atau suatu persangkaan yang 20 Wirjono Projodikoro, Hukum Acara Pidana Indonesia, hal. 7. 21 Mr. S.M. Amin, Hukum Acara Pengadilan Negeri, Jakarta:Pradya Paramita, 1981, hal.49. Universitas Sumatera Utara disusun secara memikirkan dan menyimpulkan hal sesuatu tidak dianggap sebagai keterangan saksi 22 Sedangkan pengertian keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu. Pasal 1 ayat 27 KUHAP. Keterangan saksi adalah alat bukti yang pertama disebut dalam Pasal 184 KUHAP. Aturan- aturan khusus tentang keterangan saksi hanya diatur dalam 1 satu pasal saja yaitu Pasal 185, yang antara lain menjelaskan apa yang dimaksud dengan keterangan saksi bagaimana tentang kekuatan pembuktiannya bewijskracht dan lain-lain. . 23 Keterangan saksi dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan yuridis oleh hakim. Keterangan tersebut harus disampaikan di dalam sidang pengadilan dengan mengangkat sumpah. 24 22 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Pidana di Indonesia, Sumur, Bandung; 1983. Hal 118. Dalam praktiknya, keterangan saksi seringkali menjadi bahan pertimbangan yuridis yang utama. Berdasarkan pengertian tersebut maka dalam keterangan saksi, hal yang harus diungkapkan di depan sidang pengadilan yaitu. 23 Djoko Prakoso, Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana, Yogyakarta: Liberty, 1988, hal.49. 24 Pasal 185 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana KUHAP. Universitas Sumatera Utara 1 Yang ia dengar sendiri, bukan hasil cerita atau hasil pendengaran dari orang lain. Saksi secara pribadi harus mendengar langsung peristiwa pidana atau kejadian yang terkait dengan peristiwa pidana tersebut; 2 Yang ia lihat sendiri, kejadian tersebut benar-benar disaksikan langsung dengan mata kepala sendiri oleh saksi baik secara keseluruhan, rentetan, fragmentasi pidana yang diperiksa; 3 Yang ia alami sendiri, sehubungan dengan perkara yang sedang diperiksa, biasanya merupakan korban dan menjadi saksi utama dari perisitiwa pidana yang bersangkutan. Pasal 160 ayat 1 huruf b menyatakan bahwa yang pertama kali didengar keterangannya adalah saksi korban; 4 Didukung oleh sumber dan alasan dari pengetahuannya itu, sehubungan dengan peristiwa, keadaan, kejadian yang didengar, dilihat, dan atau dialaminya. Setiap unsur keterangan harus diuji kebenarannya. Antara keterangan saksi dan sumbernya harus benar-benar konsisten satu dengan yang lainnya. Keterangan saksi tidak termasuk keterangan yang diperoleh dari orang lain atau testimonium de auditum, maksudnya agar hakim lebih cermat dan memperhatikan keterangan yang diberikan saksi harus diberikan benar-benar secara bebas, jujur dan objektif 25 25 H. R. Abdussalam, Sik, Prospek Hukum Pidana Indonesia Dalam Mewujudkan Rasa Keadilan Masyarakat Jilid 2, Restu Agung, Jakarta; 2006 hal 142. . Universitas Sumatera Utara Asas dalam pemeriksaan saksi adalah asas unus testis nullus testis artinya satu saksi bukan merupakan saksi yang diatur dalam Pasal 185 ayat 2 KUHAP tetapi asas tersebut dapat disimpangi berdasarkan Pasal 185 ayat 3 KUHAP bahwa ketentuan tersebut tidak berlaku apabila disertai dengan satu alat bukti lain yang sah. Berdasarkan tafsir acontrario keterangan saksi cukup untuk membuktikan kesalahan apabila disertai alat bukti lain 26 Jenis-jenis saksi dalam hukum acara pidana yaitu : . 27 a. Saksi a charge Saksi a charge adalah saksi yang memberikan keterangan di dalam persidangan, dimana keterangan yang diberikannya mendukung surat dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum atau memberatkan terdakwa. Pasal 160 ayat 1 KUHAP menyebutkan tentang saksi a charge, yaitu dalam hal ada saksi baik yang menguntungkan maupun yang memberatkan terdakwa yang tercantum dalam surat pelimpahan perkara danatau yang diminta oleh terdakwa atau penasihat hukum atau penuntut umum selama berlangsungnya sidang atau sebelum dijatuhkannya putusan, hakim ketua sidang wajib mendengar keterangan saksi tersebut. Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat diketahui bahwa saksi ini dihadirkan kepersidangan oleh Jaksa Penuntut Umum. 26 Hari Sasangka, Lily Rosita, Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana, Mandar Maju, Bandung; 2003 hal 42. 27 www.lontar.ui.ac.idfile?file=pdfabstrak-131194.pdf, Tinjauan Yuridis Terhadap Perlindungan Karyawan Notaris Sebagai Saksi Dalam Peresmian Akta, diakses pada tanggal 1 Maret 2011, pukul 21.28 WIB. Universitas Sumatera Utara b. Saksi a de charge Saksi a de charge adalah saksi yang memberikan keterangan didalam persidangan, dimana keterangan yang diberikannya meringankan terdakwa atau dapat dijadikan dasar bagi nota pembelaan pledoi dari terdakwa atau penasihat hukumnya. Saksi a de charge penempatan pengaturannya sama dengan saksi a charge yakni dalam pasal 160 ayat 1 KUHAP seperti yang telah diuraikan diatas. Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat diketahui bahwa saksi a de charge dihadirkan ke persidangan oleh terdakwa atau penasihat hukumnya. c. Saksi berantai Saksi berantai adalah keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri-sendiri tentang suatu kejadian atau keadaan dapat digunakan sebagai suatu alat bukti yang sah apabila keterangan saksi itu ada hubungannya satu dengan yang lain sedemikian rupa, sehingga dapat membenarkan adanya suatu kejadian atau keadaan tertentu sebagaimana diatur dalam pasal 185 ayat 4 KUHAP. Prof. Dr. Andi Hamzah, S.Hjuga mengemukakan pengertian saksi berantai yang sama dengan pasal 185 ayat 4 KUHAP. Menurutnya saksi berantai kettingbewijs adalah keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri-sendiri tentang suatu kejadian atau keadaan yang dapat digunakan sebagai alat bukti yang sah apabila keterangan saksi itu ada hubungannya satu dengan yang lain, sehingga dapat membenarkan adanya suatu kejadian tertentu. Hari Sasangka juga mengemukakan bahwa saksi berantai adalah beberapa orang saksi yang memberikan keterangan tentang suatu kejadian yang tidak bersamaan, asalkan Universitas Sumatera Utara berhubungan yang satu dengan yang lain sedemikian rupa dan tidak dikenai unus testis nullus testis. Ahli hukum S.M. Amin membedakan saksi berantai menjadi 2 macam yaitu: 1 Beberapa kesaksian oleh beberapa saksi dalam suatu perbuatan. 2 Beberapa kesaksian oleh beberapa saksi dalam beberapa perbuatan. Berdasarkan penjabaran tersebut, saksi berantai diartikan sebagai keterangan- keterangan saksi-saksi yang berdiri sendiri-sendiri, akan tetapi memiliki hubungan antara satu dengan lainnya untuk menggambarkan suatu kejadian atau keadaan tertentu berkaitan dengan perkara yang disidangkan di pengadilan. d. Saksi mahkota Saksi mahkota muncul dan berkembang dalam praktek peradilan pidana. Menurut Sofyan Lubis, S.H., saksi mahkota adalah saksi yang berasal danatau diambil dari salah seorang atau lebih tersangka atau terdakwa lainnya yang bersama-sama melakukan perbuatan pidana dan kepadanya diberikan mahkota dalam bentuk ditiadakan penuntutan terhadap perkaranya atau diberikan suatu tuntutan yang sangat ringan apabila perkaranya dilimpahkan ke pengadilan. Yahya Harahap menyatakan pendapatnya bahwa adanya saksi mahkota agar keterangan seorang terdakwa dapat dipergunakan sebagai alat bukti yang sah terhadap terdakwa lainnya. Caranya dengan menempatkan terdakwa yang lain itu dalam kedudukan sebagai saksi. Dari pengertian saksi mahkota tersebut diatas, dapat disimpulkan syarat diajukannya saksi mahkota adalah harus dalam bentuk pidana yang adaunsur penyertaan dan saksi mahkota muncul karena Universitas Sumatera Utara tidak adanya saksi yang dapat diajukan untuk memberikan kesaksian pada suatu perkara. Namun dalam perkembangannya, Sofyan Lubis menyatakan bahwa penggunaan saksi mahkota tidak diperbolehkan dan dianggap bertentangan dengan KUHAP yang menjunjung tinggi hukum. Pendapat ini didukung oleh berbagai Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1174 KPid1994 tanggal 3 Mei 1995, Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1952KPid1994 tanggal 29 April 1995, Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1590 KPid1995 tanggal 3 Mei 1995 danYurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1592 KPid1995 tanggal 3 Mei 1995. e. Saksi korban Saksi korban adalah saksi yang dimintai keterangannya dalam perkara karena ia menjadi korban langsung dari perkara tersebut atau mengalami penderitaan fisik, mental, danatau kerugian ekonomi dalam suatu tindak hukum yang dilakukan oleh tersangkaterdakwa. f. Saksi pelapor Saksi pelapor adalah orang yang memberikan kesaksian berdasarkan laporannya tentang suatu peristiwa pidana baik yang ia lihat atau alami sendiri, namun ia tidak harus menjadi korban dari peristiwa pidana tersebut. g. Testimunium de auditu Testimunium de auditu merupakan suatu keterangan yang diperoleh dari orang lain. S.M.Amin menyatakan bahwa kesaksian de auditu adalah keterangan tentang kenyataan dalam hal-hal yang didengar, dilihat atau dialami bukan oleh Universitas Sumatera Utara saksi sendiri, akan tetapi keterangan-keterangan yang disampaikan oleh orang lain kepadanya mengenai kenyataan-kenyataan dan hal-hal yang didengar, dilihat atau dialami sendiri oleh orang lain tersebut. Wirjono Prodjodikoro juga menyatakan bahwa kesaksian testimonium de auditu adalah kesaksian berupa pendengaran dari orang lain dan hal ini tidak diperbolehkan.

2. Pengertian Perlindungan Saksi