Perlindungan Saksi Menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 2006

saksi, kewajiban serta mekanisme dari perlindungan yang dimaksud tidak dijelaskan dalam undang-undang ini.

B. Perlindungan Saksi Menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 2006

Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban Undang-Undang UU Perlindungan Saksi dan Korban pada awalnya adalah amanat yang didasarkan Ketetapan TAP MPR No. VIII Tahun 2001 tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, yang menyatakan bahwa perlu adanya sebuah undang-undang yang mengatur tentang perlindungan saksi. Komitmen untuk menjamin perlindungan saksi dan korban di dalam sebuah undang-undang berawal dari gagasan reformasi sistem politik dan hukum yang digulirkan sejak 1998. Lahirnya Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban sejatinya adalah demi menciptakan iklim yang kondusif dengan menumbuhkan partisipasi masyarakat melalui pemenuhan perlindungan hukum dan keamanan kepada setiap orang yang mengetahui atau menemukan suatu hal yang dapat membantu mengungkapkan tindak pidana yang telah terjadi dan melaporkan hal tersebut kepada penegak hukum. Harus diakui, keberhasilan penegak hukum dalam mengungkap dan membuktikan tindak pidana adalah sangat bergantung pada kebersediaan saksi dan atau korban untuk memberikan keterangannya berdasarkan apa yang dilihat, didengar dan dialaminya, tentang atau terkait peristiwa tindak pidana. Keterangan yang dimiliki saksi sangat penting dan diperlukan untuk mencari dan menemukan Universitas Sumatera Utara kebenaran materil sebagaimana yang dikehendaki dan menjadi tujuan dari proses peradilan pidana. oleh karena itu bagi saksi danatau korban dengan kriteria tertentu, yaitu mempunyai keterangan yang sangat penting dalam pengungkapan peristiwa suatu tindak pidana serta mengalami ancaman yang sangat membahayakan jiwa saksi danatau korban tersebut, perlu dipenuhi hak-hak dan jaminan perlindungan hukumnya. 48 Terkait dengan fakta mengenai posisi atau kedudukan saksi yang seringkali terancam dan rawan itu, sejumlah pasal di dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban memberikan jaminan perlindungan atas hak-hak saksi dan korban. Misalnya pada Pasal 5 disebutkan hak-hak saksi dan korban, sebagai hak yang harus dilindungi dan ditegakkan, yaitu : a. memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan harta bendanya, serta bebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya; b. ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan dukungan keamanan; c. memberikan keterangan tanpa tekanan; d. mendapat penerjemah; e. bebas dari pertanyaan yang menjerat; f. mendapatkan informasi mengenai perkembangan kasus; g. mendapat informasi mengenai putusan pengadilan; h. mengetahui dalam hal terpidana dibebaskan; 48 Lies Sulistiani, S.H., M.H., dkk, Sudut Pandang Peran LPSK Dalam Perlindungan Saksi Dan Korban, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. Hal 1-2. Universitas Sumatera Utara i. mendapat identitas baru; j. mendapat tempat kediaman baru; k. memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan; l. mendapat nasihat hukum; danatau m. memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu perlindungan berakhir. Apa yang terkandung di dalam Pasal 5 Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban tersebut, hakikatnya hendak menempatkan saksi pada posisi yang nyaman sebagai seorang saksi yang dalam hal ini menjadi pihak yang turut mempermudah tugas penegak hukum dalam mengumpulkan bukti dan sekaligus membuktikan kesalahan terdakwa. Dengan demikian hak-hak saksi menjadi diakui, dihormati dan dipenuhi oleh negara. Meskipun harus diakui, bahwa tidak semua saksi dapat memperoleh sebagaimana disebutkan di atas, sebab terdapat persyaratan atau kriteria yang ditentukan berdasarkan Pasal 5 ayat 2 49 Sudah ditegaskan dalam UU PSK bahwa saksi yang dilindungi oleh LPSK adalah saksi-saksi dalam kasus tindak pidana. Walaupun tidak dinyatakan secara tegas dinyatakan saksi dalam posisi siapakah yang dilindungi, namun dalam jo Pasal 28 Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, sehingga tidak semua saksi dapat menuntut hak atau perlindungan hukum bagi dirinya. 49 Hak sebagai mana dimaksud pada ayat 1 diberikan kepada saksi danatau korban tindak pidana dalam kasuskasus tertentu sesuai denga keputusan LPSK. Selanjutnya pada penjelasan Pasal 5 ayat 2 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “kasus-kasus tertentu”, antara lain, tindak pidana korupsi, tindak pidana narkotikapsikotropika, tindak pidana terorisme, dan tindak pidana lain yang mengakibatkan posisi saksi danatau korban dihadapkan pada situasi yang sangat membahayakan jiwanya. Universitas Sumatera Utara kelaziman program perlindungan saksi di berbagai negara saksi yang dilindungi adalah saksi yang memberikan keterangan membantu Jaksa Penuntut, dan bukanlah saksi dari pihak terdakwa. Selain perlindungan atas hak-hak sebagaimana disebutkan di atas, seorang saksi, korban, dan pelapor juga mempunyai hak atas perlindungan sebagaimana yang dimaksud Pasal 10, yang secara lengkap pasal dimaksud berbunyi sebagai berikut: 1 Saksi, Koban, dan Pelapor tidak dapat dituntut secara hukum baik pidana maupun perdata atas laporan, kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya; 2 Seorang saksi yang juga tersangka dalam kasus yang sama tidak dapat dibebaskan dari tuntutan pidana apabila ia ternyata terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, tetapi kesaksiannya dapat dijadikan pertimbangan hakim dalam meringankan pidana yang akan dijatuhkan; 3 Ketentuan yang dimaksud pada ayat 1 tidak berlaku terhadap Saksi, Korban, dan pelapor yang memberikan keterangan tidak dengan itikad baik. Makna dari Pasal 10 adalah hendak memberikan jaminan hukum bagi seorang Saksi, Korban, dan Pelapor whistleblower yaitu bahwa ia tidak dapat dituntut atas laporan, kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya. Jaminan hukum diberikan pula bagi saksi yang sekaligus berkedudukan sebagi tersangkaterdakwa, yaitu kesaksian yang diberikannya dalam kapasitasnya sebagai saksi dapat dijadikan pertimbangan hakim dalam meringankan pidana yang akan dijatuhkan kepadanya pada perkara dimana kapasitasnya sebagai terdakwa, apabila ia ternyata terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah. Pasal 10 dimaksud, sejatinya hendak mengakomodasi kepastian hak perlindungan hukum, dalam hal terdapat kesaksian yang sangat bernilai atau Universitas Sumatera Utara penting untuk terungkapnya sebuah kasus, sementara kesaksian ini dimiliki oleh seseorang yang berkedudukan sebagai tersangkaterdakwa. Dengan kata lain, tersangkaterdakwa itu berkedudukan juga sebagai saksi pada kasus lain atau sebaliknya saksi penting pada suatu kasus, adalah juga sebagai tersangkaterdakwa pada kasus yang lain. oleh karena itu pidana yang lebih ringan, harus merupakan perlindungan hukum yang sungguh-sungguh dapat dijaminkan dan diperoleh terdakwa yang sekaligus berkedudukan sebagai saksi dalam kasus yang sama. 50 Sebagai saksi yang mengetahui tindak pidana untuk pemberian perlindungan terhadap dirinya yang merasa terintimidasi ketika akan memberikan kesaksiannya maka saksi harus segera diberikan perlindungan. Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 memberikan syarat dan tata cara pemberian perlindungan terhadap saksi danatau korban. Syarat pemberian perlindungan dan bantuan kepada saksi diatur dalam Pasal 28 UU PSK yang berbunyi: “Perjanjian perlindungan LPSK terhadap Saksi danatau Korban tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat 2 diberikan dengan mempertimbangkan syarat sebagai berikut: a. sifat pentingnya keterangan Saksi danatau Korban; b. tingkat ancaman yang menbahayakan Saksi danatau Korban; c. basil analisis tim medis atau psikologi terhadap Saksi danatau Korban; d. rekam jejak kejahatan yang pernah dilakukan oleh Saksi danatau Korban. 50 Lies Sulistiani op Cit, hal 3-4. Universitas Sumatera Utara Sedangkan tata cara pemberian perlindungan diatur dalam Pasal 29 sampai dengan Pasal 32 UU PSK yang menyebutkan: Pasal 29 Tata cara memperoleh perlindungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sebagai berikut: a. Saksi danatau Korban yang bersangkutan, baik atas inisiatif sendiri maupun atas permintaan pejabat yang berwenang, mengajukan permohonan tertulis kepada LPSK; b. LPSK segera melakukan pemeriksaan terhadap permohonan sebagaimana yang dimaksud pada huruf a; c. Keputusan LPSK diberikan secara terulis paling lambat 7tujuh hari sejak permohonan prlindungan diajukan. Pasal 30 1 Dalam hal LPSK menerima permohonan Saksi danatau Korban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Saksi danatau Korban menandatangani pernyataan kesediaan mengikuti syarat dan ketentuan perlindungan Saksi danatau Korban. 2 Pernyataan kesediaan mengikuti syarat dan ketentuan perlindungan Saksi danatau Korban sebagaimana dimaksud pada ayat 1 memuat: a. Kesediaan Saksi danatau Korban untuk memberikan kesaksian dalam proses peradilan; b. Kesediaan Saksi danatau Korban untuk menaati aturan yang berkenaan dengan keselamatannya; c. Kesediaan Saksi danatau Korban untuk tidak berhubungan dengan cara apapun dengan orang lain selain atas persetujuan LPSK, selama ia berada dalam perlindungan LPSK; d. Kewajiban Saksi danatau Korban untuk tidak memberitahukan kepada siapapun mengenai keberadaannya di bawah perlindungan LPSK; dan e. Hal-hal lain yang dianggap perlu oleh LPSK. Universitas Sumatera Utara Pasal 31 LPSK wajib memberikan perlindungan sepenuhnya kepada Saksi danatau Korban, termasuk keluarganya, sejak ditandatanganinya pernyataan kesediaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30. Pasal 32 1 Perlindungan atas keamanan Saksi danatau Korban hanya dapat dihentikan berdasarkan alasan: a. Saksi danatau Korban meminta agar perlindungan terhadapnya dihentikan dalam hal permohonan diajukan atas inisiatif sendiri; b. Atas permintaan pejabat yang berwenang dalam hal permintaan perlindungan terhadap Saksi danatau Korban berdasarkan atas permintaan pejabat yang bersangkutan; c. Saksi danatau Korban melanggar ketentuan sebagaimana tertulis dalam perjanjian; atau d. LPSK berpendapat bahwa Saksi danatau Korban tidak lagi memerlukan perlindungan berdasarkan bukti-bukti yang meyakinkan. 2 Penghentian perlindungan keamanan seorang Saksi danatau Korban harus dilakukan secara tertulis.

C. Mekanisme Perlindungan Saksi Dalam Undang-Undang No. 13 Tahun