Karakteristik Biodiesel TINJAUAN PUSTAKA

Cara memproduksi biodiesel dapat dilakukan melalui proses transesterfikasi minyak nabati dengan metanol atau esterfikasi langsung asam lemak hasil hidrolis dengan methanol. Namun, transesterfikasi lebih intensif dikembangkan karena proses ini lebih efisien dan ekonomis. Pemanfaatan minyak nabati sebagai pengganti bahan bakar yang berasal dari minyak bumi khususnya solar telah lama dikenal namun pengembangan produk biodiesel ternyata lebih menggembirakan dibandingkan dengan pemanfaatan minyak nabati yang langsung digunakan sebagai bahan bakar karena proses termal panas didalam mesin akan teroksidasi atau terbakar secara relatif sempurna, tetapi dari gliserin akan terbentuk senyawa akrolein dan terpolimerisasi menjadi senyawa plastis yang agak padat. Senyawa ini menyebabkan kerusakan pada mesin, karena membentuk deposit pada pompa injector. Karena itu perlu dilakukan modifikasi pada mesin – mesin kendaraan bermotor komersial apabila menggunakan minyak nabati langsung sebagai pengganti bahan bakar solar. Selain dapat digunakan langsung, biodiesel juga dapat dicampur dengan solar atau minyak diesel lainnya dengan tujuan untuk mengubah karakteristiknya agar sesuai dengan kebutuhan. Lit 3 hal 21 – 26

2.7 Karakteristik Biodiesel

Biodiesel tidak mengandung nitrogen atau senyawa aromatik dan hanya mengandung kurang dari 15 ppm part per million sulfur. Biodiesel mengandung kira – kira 11 oksigen dalam persen berat yang keberadaannya mengakibatkan berkurangnya kandungan energi LHV menjadi lebih rendah bila dibandingkan dengan solar namun menurunkan kadar emisi gas buang yang berupa karbon monoksida CO, hidrokarbon HC, partikulat dan jelaga. Kandungan energi biodiesel kira – kira 10 lebih rendah bila dibandingkan dengan solar. Efisiensi bahan bakar dari biodiesel kurang lebih sama dengan solar, yang berarti daya dan torsi yang dihasilkan proporsional dengan kandungan nilai kalor pembakarannya LHV. Lit 3 hal 21 – 26. Kandungan asam lemak dalam minyak nabati yang merupakan bahan baku biodiesel menyebabkan biodiesel sedikit kurang stabil bila dibandingkan solar khususnya dalam hal terjadinya oksidasi. Perbedaaan bahan baku menyebabkan kestabilan antara biodiesel yang satu berbeda dari biodiesel yang lainnya tergantung dari jumlah ikatan rangkap dari rantai karbon yang Universitas Sumatera Utara dikandungnya C=C. Semakin besar jumlah ikatan rangkap rantai karbonnya maka kecenderungan untuk mengalami oksidasi semakin besar. Sebagai contoh, C 18 : 3 yang mempunyai tiga ikatan rangkap mempunyai sifat tiga kali lebih reaktif untuk mengalami oksidasi dibandingkan C 18 : 0 yang tidak memiliki tiga ikatan rangkap. Kestabilan suatu biodiesel dapat diprediksi dengan mengetahui jenis bahan bakunya. Kestabilan yang rendah dari suatu jenis biodiesel dapat meningkatkan kandungan asam lemak bebas, menaikkan viskositas dan terbentuknya gums dan sedimen yang dapat menyumbat saringan bahan bakar. Oleh karena itu, biodiesel dan bahan bakar yang mengandung campurannya sebaiknya tidak disimpan lebih dari 6 bulan karena lamanya penyimpanan mempengaruhi terjadinya oksidasi. Salah satu cara yang dapat diupayakan bila biodiesel harus disimpan lebih dari 6 bulan adalah dengan menambahkan anti oksidan. Jenis anti oksidan yang dapat bekerja dengan baik pada biodiesel antara lain TBHQ t-butyl hydroquinone, Tenox 21 dan Tocopherol Vitamin E. Biodiesel mempunyai sifat melarutkan Solvency. Hal ini dapat menimbulkan permasalahan, dimana bila digunakan pada motor diesel yang sebelumnya telah lama menggunakan solar dan didalam tangki bahan bakarnya telah terbentuk sedimen dan kerak, maka biodiesel akan melarutkan sedimen dan kerak tersebut sehingga dapat menyumbat saluran dan saringan bahan bakar. Oleh karena itu, bila kandungan sedimen dan kerak pada tangki bahan bakar cukup tinggi, sebaiknya diganti sebelum menggunakan biodiesel. Hal lain yang dapat dilakukan adalah dengan tidak menggunakan biodiesel murni melainkan campurannya. Sifat pelarut dari bahan bakar yang mengandung campuran Biodiesel akan semakin berkurang seiring dengan berkurangnya kadar biodiesel didalamnya. Penelitian menunjukkan bahwa campuran antara biodiesel dan solar dengan komposisi 20 : 80 B02 mempunyai sifat pelarut yang cukup kecil sehingga dapat ditoleransi. Lit 13 Beberapa material seperti kuningan, tembaga, timah, dan seng dapat mengoksidasi biodiesel dan menghasilkan sedimen. Untuk mencegah hal ini, peralatan yang bersentuhan langsung dengan biodiesel sebaiknya terbuat dari stainless steel atau aluminium. Selain bereaksi terhadap sejumlah material logam, Universitas Sumatera Utara biodiesel juga cenderung menyebabkan peralatan yang terbuat dari karet alam mengembang sehingga sebaiknya diganti dengan karet sintetis. Biodiesel murni mempunyai sifat pelumas yang baik, bahkan campuran bahan bakar yang mengandung biodiesel dalam komposisi yang rendah masih memiliki sifat pelumas yang jauh lebih baik dibanding solar. Seperti halnya bahan bakar diesel lainnya, biodiesel dapat berubah fasa menjadi “gel” pada temperatur yang rendah. Biodiesel memiliki temperatur titik tuang pour point yang lebih tinggi yaitu sekitar -15 sampai 10 C dibandingkan solar, -35 sampai -15 C sehingga pemakaian biodiesel murni pada daerah rendah kurang dianjurkan. Untuk menurunkan temperature titik tuang biodiesel dapat dilakukan dengan mencampurkan solar, semakin besar komposisi solar dalam campuran, maka semakin rendah temperatur titik tuangnya. Tabel 2.4 Perbandingan Biodiesel dan Solar Petrodiesel Fisika Kimia Biodiesel Solar Kelembaman 0.1 0.3 Energi Power Energi yang dihasilkan 128.000 BTU Energi yang dihasilkan 130.000 BTU Komposisi Metil Ester atau asam lemak Hidrokarbon Modifikasi Engine Tidak diperlukan - Konsumsi bahan bakar Sama Sama Lubrikasi Lebih tinggi Lebih rendah Emisi CO rendah, total hidrokarbon, sulfur dioksida, dan nitroksida CO tinggi, total hidrokarbon, Sulfur dioksida, dan nitroksida Penanganan Flamable lebih rendah Flamable lebih tinggi Lingkungan Toxisitas rendah Toxisitas 10 kali lebih tinggi Keberadaan Terbarukan renewable Tidak terbarukan Sumber : CRE-ITB, NOV. 2001 Universitas Sumatera Utara

2.8 Biodiesel dari Minyak Kelapa Sawit