Syarat Pembimbing Agama Pembimbing 1.

memperdagangkan hartanya. Sebagaimana sekutu bisa menjadi musuh dan pesaing yang memanipulasi keuntungan sehingga perlu terlebih dahulu dibuat syarat musyrathah, kemudian diawasi muraqabah, diaudit muhasabah dan memberi sanksi mu’aqabah atau dicela mu’atabab. 25 b. Mu’aqabah menghukum diri atas segala kekurangan Selain sadar akan pengawasan muraqabah dan sibuk mengkalkulasi diri, maka perlu meneladani para sahabat dan salafus- shaleh dalam meng’iqab menghukum atau menjatuhi sanksi atas diri mereka sendiri. Bila Umar terkenal dengan ucapan: “Hisablah dirimu sebelum kelak engkau dihisab”, maka mu’aqabah dianalogikan dengan ucapan tersebut, yakni “Iqablah dirimu sebelum kelak engkau diiqab”. Umar Ibnul Khathab pernah terlalaikan dari menunaikan shalat dzuhur berjamaah di masjid karena sibuk mengawasi kebunnya. Lalu karena beliau merasa ketertambatan harinya kepada kebun melalaikannya dari bersegera mengingat Allah, maka beliau pun cepat-cepat menghibahkan kebun beserta isinya tersebut untuk keperluan fakir miskin. Hal serupa itu pula yang dilakukan Abu Thalhah ketika beliau terlupakan berapa jumlah rakaatnya saat shalat karena melihat burung terbang. Beliau segera menghibahkan kebunnya beserta seluruh isinya. 26 c. Mu’atabah Mencela Diri, Terakhir dari tingkatan mu’abathah ini adalah mu’atabah. 25 Said Hawa, Al-Mustakhlas fi Tazkiyah al- Anfus, Terjemahan annur Rafiq Saleh Tahmid, Jakarta: Rabani Press, 2004, Cet Ke 8 h. 134 26 Khoiri Alwan, Akhlak Tasawuf. Yogyakarta: Pokja UIN Sunan Kalijaga, 2005, h .173 Mu’atabah mengandung arti perlunya memonitoring, mengontrol dan mengevaluasi sejauh mana proses tersebut seperti mujahadah dan seterusnya berjalan dengan baik. Dalam melakukan mu’atabah adalah mengetahuilah terlebih dahulu bahwa musuh bebuyutan dalam diri manusia adalah nafsu yang ada di dalam dirinya. Langkah tersebut dibuat dengan memiliki karakter suka memerintahkan pada keburukan, cenderung pada kejahatan, dan lari dari kebaikan. Manusia diperintahkan agar mensucikan, meluruskan dan menuntunnya dengan rantai paksaan untuk beribadah kepada Tuhan. 27 Dapat ditarik kesimpulan bahwa ketiga langkah pembinaan akhlak menjelaskan perlunya untuk melakukan pengawasan serta mengevaluasi diri di dalam diri manusia.

E. Anak Yatim

1. Pengertian Anak Yatim

Secara etimologis , kata “yatim” merupakan kata serapan dari bahasa arab yaitu yutma – yatama – yatma yang artinya infirad kesendirian. Kata yatim berasal dari bahasa arab yang merupakan isim fail menunjukkan pelaku sebagai bentuk jamaknya adalah yatama atau aitam. Kata ini mencakup pengertian semua anak yang bapaknya telah meninggal, sedangkan “piatu” adalah seseorang yang tidak memiliki ibu karena telah meninggal dunia ketika ia belum menginjak usia dewasa, baik ia kaya atau miskin baik laki atau perempuan maupun beragama Islam maupun Non Islam. Kata “anak yatim” merupakan gabungan dari dua kata , yatiu “anak” dan “yatim”. Istilah “anak” dalam bahasa arab disebut waladun dan 27 Ibid h. 175