8 f.
Bau dan rasa Pada umumnya kayu memiliki bau dan rasa tertentu apalagi waktu masih segar
tetapi kebanyakan bau dan rasa tersebut sulit untuk diterangkan. Hanya beberapa diantaranya memiliki bau dan rasa yang mudah dikenal Mandang
dan Pandit, 2002. g.
Kekerasan Tingkat kekerasan kayu secara kualitatif terdiri dari sangat lunak, lunak, agak
lunak, agak keras, keras dan sangat keras. Penetapannya dilakukan dengan menyayat kayu pada arah tegak lurus serat. Semakin keras, kayu akan semakin
sukar disayat dan bekas sayatannya pun mengkilap Mandang dan Pandit, 2002.
2. Ciri Mikroskopis dan Submikroskopis
Ciri mikroskopis adalah ciri yang hanya dapat diamati dengan bantuan mikroskop cahaya, sedangkan ciri submikroskopis membutuhkan bantuan
mikroskop elektron. Pengamatan dan pengukuran terhadap ciri mikroskopis ditujukan pada sel-sel penyusun kayu yang meliputi macam, susunan dan
penyebarannya, sedangkan ciri submikroskopis memfokuskan pada karakter atau tanda-tanda yang terdapat di dinding sel.
a. Lingkaran tumbuh
Lingkaran tumbuh adalah batas antara sel-sel yang dibentuk akibat perubahan musim namun tidak mesti dalam satu tahun. Lingkar tumbuh berbeda dengan
lingkar tahun dalam hal waktu pembentukannya. Lingkaran tahun adalah lingkaran tumbuh yang terbentuk setiap satu tahun.
Pengelompokkan suatu jenis kayu berdasarkan lingkaran tumbuh atau lingkaran tahunnya dibagi menjadi dua golongan, yaitu:
i Kayu yang mempunyai batas lingkaran tumbuh yang jelas, yaitu kayu
yang mempunyai perubahan struktur yang mendadak pada batas antara kayu awal dan kayu akhir. Umumnya perubahan pada ketebalan dinding
sel dan atau perubahan perubahan pada diameter radial seratnya. ii
Kayu yang mempunyai batas lingkaran tumbuh yang tidak jelas atau tidak ada, dimana lingkaran tumbuhnya samar atau kurang jelas yang ditandai
9 oleh perubahan struktur yang terjadi secara berangsur-angsur pada zona
tertentu, atau sama sekali tidak dapat dilihat dengan jelas. b.
Sel pembuluh pori-pori Menurut Tsoumis 1991, sel pembuluh atau pori-pori kayu hanya terdapat
pada kayu daun lebar. Dalam batang, sejumlah sel pori tersusun secara bertingkat membentuk satu kesatuan ke arah longitudinal menyerupai pipa
saluran yang panjangnya bervariasi. Struktur yang demikian lebih dikenal sebagai jaringan pembuluh.
Panjang satu sel pembuluh pada umumnya berkisar antara 200-1000 µ m dengan diameter berkisar antara 40-400 µ m, bergantung pada jenis kayunya.
Namun jarang yang kurang atau lebih dari itu. Pada pohon, sel-sel inilah yang berfungsi sebagai penyalur air dan zat hara dari akar ke daun dan sebaliknya.
Ciri pembuluh dapat berbeda dari satu jenis ke jenis lainnya. Ciri tersebut meliputi sebaran, susunan, diameter, frekuensi, bentuk bidang perforasi, dan isi
Mandang dan Pandit, 2002. Wheeler et al., 1989 menyebutkan ciri-ciri pembuluh yang digunakan sebagai
dasar identifikasi, antara lain: i
Sebaran pori porositas Berdasarkan sebaran porinya, kayu dapat dikelompokkan menjadi 3
kelompok, yaitu: a
Berpori tata lingkar ring porous Berpori tata lingkar adalah bila letak pori besar terpisah dari pori kecil
dalam satu riap tumbuh sehingga membentuk zona pemisahan yang jelas. Pada kayu demikian terdapat perubahan mendadak dari kayu awal
ke kayu akhir. b
Berpori semi tata lingkar Berpori semi tata lingkar bila zonasi pemisahan antara pori besar dan
kecil tidak begitu jelas. Kayu semi tata lingkar dapat terbentuk dari kepadatan porinya, misalnya pada kayu awal keberadaan pori lebih
banyak atau lebih rapat jumlah persatuan luasnya lebih banyak daripada keberadaan pori pada kayu akhir. Atau dengan kata lain kayu
10 yang termasuk semi tata lingkar yaitu kayu-kayu yang memiliki
susunan pori peralihan antara tata lingkar dengan tata baur diffuse. c
Berpori tata baur diffuse Berpori tata baur apabila pori besar dan pori kecil tersebar merata pada
permukaan kayu atau tidak terdapat perbedaan lokasi antara pori besar dan pori kecil dalam satu riap tumbuh atau tidak ada perbedaan ukuran
pori dalam satu lingkaran tahun. Kelompok ini hampir mencangkup seluruh jenis kayu tropis dan juga kebanyakan kayu dari daerah sub
tropis. ii
Susunan pori Dikenal ada tiga susunan pori, yaitu:
a Tersusun tangensial, yaitu pori yang tersusun tegak lurus jari-jari
hingga membentuk pita baik pendek maupun panjang. Pita-pita ini dapat berbentuk lurus maupun bergelombang.
b Tersusun secara diagonal dan atau dalam pola radial, yaitu pori yang
tersusun mengarah radial atau semi antara tangensial dan radial. c
Tersusun dendritik, yaitu pori yang tersusun dengan pola bercabang, atau tersusun seperti lidah api.
iii Pengelompokan pori
Dikenal ada 3 pengelompokan pori, yaitu: a
Hampir seluruhnya soliter, dimana 90 atau lebih dari pori secara keseluruhan terpisah satu dengan yang lainnya karena dikelilingi oleh
jaringan lain, misalnya 90 atau lebih tidak berhubungan antar pori. b
Berganda radial, yaitu 4 atau lebih pori yang saling berdekatan c
Bergerombol, yaitu pori sering terlihat membentuk grup-grup dari tiga atau lebih dan terjadi kontak baik pada bidang radial maupun
tangensial. iv
Bidang Perforasi Dikenal beberapa bentuk bidang perforasi, yaitu:
a Bentuk sederhana, yaitu bidang perforasi yang berbentuk lubang
tunggal dari bulat sampai oval.
11 b
Bentuk tangga yaitu bidang perforasi dengan lubang yang memanjang kesamping dan tersusun bertingkat ke bawah menyerupai tangga.
Bidang perforasi demikian dapat dibedakan menurut jumlah palang anak tangga, yaitu yang ≤ 10 palang, 20-40 palang, dan yang ≥ 40
palang. c
Bentuk retikulat yakni bidang perforasi yang terdiri dari lubang-lubang kecil kadang tidak teratur yang menyerupai jala.
d Bentuk foraminat yakni bidang perforasi dengan bukaan berbentuk
bulat atau elips dan terdapat lubang-lubang seperti bentuk ayakan. Biasanya dinding pori lebih tebal dari pada dinding pada retikulat itu
sendiri. e
Tipe lain dengan bentuk yang kompleks atau seperti pada bentuk radiat. v
Ceruk dh. Noktah a
Ceruk antar pembuluh diantara elemen pembuluh i.
Bentuk tangga, yaitu ceruk memanjang atau mirip deretan anak tangga.
ii. Berhadapan, yaitu ceruk antar pembuluh yang tersusun dalam
barisan pendek sampai panjang yaitu baris arah melintang panjang pembuluh.
iii. Selang-seling, yaitu ceruk antar pembuluh yang tersusun berupa
deretan diagonal. iv.
Selang-seling bentuk poligonal, yaitu garis luar ceruk bersegi dan lebih dari 4 sisi bila dilihat pada permukaan longitudinal.
b Ceruk persilangan antara pembuluh dengan jari-jari
i. Dengan halaman yang jelas, sama dalam ukuran dan bentuk dengan
ceruk antar pembuluh pada seluruh sel jari-jari. ii.
Dengan halaman yang sangat dipersempit sampai terlihat sederhana; ceruk bundar atau bersudut.
iii. Dengan halaman sangat dipersempit sampai tampaknya sederhana;
ceruk horisontal, bentuk tangga atau jala sampai vertikal. iv.
Dengan dua macam ukuran atau tipe yang jelas dalam sel yang sama. v.
Bergabung searah, 10 µm
12 vi.
Terbatas pada baris marjinal. vi
Diameter lumen pembuluh Diameter pori diukur pada bidang lintang. Pembuluh yang diukur harus
mewakili semua ukuran sel pembuluh yang ada. Diameter lumen tangensial pembuluh tidak termasuk dinding selnya diukur pada bagian
terlebar dari terowongan pembuluh. Pengukuran minimum harus sebanyak 25 kali ulangan.
vii Jumlah atau frekuensi pembuluh per mm
2
Jumlah pembuluh per satuan luas permukaan lintang dapat mempunyai nilai yang cukup besar di dalam identifikasi kayu. Setiap individu dihitung
sebagai satuan individu. viii
Rata-rata panjang sel pembuluh Diukur melalui hasil proses maserasi sebanyak 25 elemen pembuluh.
ix Tilosis dan bahan endapan di dalam pori
Tilosis dikatakan ada jika terdapat suatu bahan gelembung, tonjolan yang keluar dari dinding pori yang berasal dari sel parenkim jari-jari maupun
parenkim aksial melalui ceruk, sehingga sebagian maupun keseluruhannya menyumbat lumen pori tersebut. Sering terdapat pada bagian kayu teras
jarang terdapat di bagian luar kayu gubal. c.
Serat Sel-sel yang berbentuk langsing dikenal dengan nama serat. Dinding umumnya
lebih tebal daripada dinding parenkim maupun dinding pembuluh. Panjangnya antara 300-3600 µ m, tergantung pada jenis pohon dan posisinya dalam batang.
Diameternya 15-50µ m. Ketebalan dindingnya relatif: dapat tipis, tebal maupun sangat tebal. Serat dikatakan berdinding sangat tebal jika lumen atau rongga
selnya hampir seluruhnya terisi dengan lapisan-lapisan dinding. Dari ciri inilah dapat dipahami bahwa serat berfungsi sebagai penguat batang pohon Mandang
dan Pandit, 2002. Serat berfungsi sebagai penyedia tenaga mekanik pada batang karena
mempunyai dinding sel yang relatif tebal. Berdasarkan jenis ceruk, serat pada daun lebar dibagi menjadi dua macam, yaitu serat libriform libriform fiber
13 dan serat trakeid tracheid fiber. Serat libriform memiliki ceruk sederhana
yang lebih kecil dan bersifat memberikan kekuatan karena diameternya relatif kecil dan lumen selnya lebih sempit. Serat libriform terlihat lebih ramping bila
dibandingkan dengan serat trakeida sehingga terlihat lebih panjang. Umumnya ceruk-ceruk pada dinding serat libriform lebih banyak terdapat pada dinding
radial dibandingkan dinding tangensialnya. Pada dinding vertikal dari sel serat sering terdapat modifikasi-modifikasi seperti yang terdapat pada serat trakeida.
Serat libriform dan serat trakeida mungkin terdapat secara bersama-sama pada suatu jenis kayu. Perbedaan antara dua macam sel ini sangat sedikit sehingga
dalam preparat anatomi, kedua sel ini sulit dibedakan karena sifat-sifat ceruknya yang menjadi ciri terkadang sulit dilihat. Oleh karena itu kedua
macam sel ini disebut sebagai sel serat. Seringkali 50 atau lebih volume dari kayu daun lebar ini disusun oleh sel serat Pandit dan Ramdan, 2002.
Wheeler et al., 1989 menyebutkan ciri-ciri serat yang digunakan sebagai dasar identifikasi, sebagai berikut:
i
Jaringan dasar serat
Pengamatan terhadap bentuk dan distribusi dari ceruk serat hanya pada bidang radial dan tangensial karena pengamatan pada bidang lintang tidak
seteliti pada bidang radial atau tangensial. Namun pada bidang radial dan tangensial maupun bidang lintang dapat ditentukan jenis ceruk yaitu
berhalaman atau semuanya sederhana. ii
Serat bersekat
Serat bersekat adalah serat dengan dinding tipis dan tidak berceruk. Sekat terjadi setelah dinding sekunder telah terbentuk. Oleh karenanya serat
tidak berhubungan dengan lamela tengah. Antar serat biasanya tidak terlignifikasi.
iii
Tebal dinding serat Menurut ketebalannya dinding serat dapat dibagi menjadi tiga, yakni:
a Sangat tipis; jika diameter lumen tiga kali lipat atau lebih dari tebal dua
kali dinding serat
14 b
Tipis sampai tebal; jika diameter lumen kurang dari tiga kali tebal dari dua kali dinding serat
c Sangat tebal; jika lumen hampir tertutup
d. Parenkim
Parenkim merupakan jaringan yang berfungsi untuk menyimpan serta mengatur bahan makanan cadangan. Menurut penyusunannya, parenkim
dibedakan menjadi dua macam yaitu parenkim aksial yang tersusun vertikal dan parenkim jari-jari yang tersusun secara horisontal Pandit dan Ramdan,
2002. Wheeler et al., 1989 menyebutkan jenis parenkim yang digunakan sebagai
dasar identifikasi, yaitu: i
Parenkim aksial apotrakea, yaitu parenkim aksial yang tidak berhubungan dengan pembuluh, terdiri dari parenkim aksial baur diffuse dan parenkim
aksial kelompok baur diffuse in agregate. ii
Parenkim aksial paratrakea, yaitu parenkim aksial yang berhubungan dengan pembuluh atau trakeida vaskular. Parenkim aksial paratrakea
terdiri dari parenkim aksial paratrakea jarang, parenkim aksial vasisentrik, parenkim aksial aliform ketupa dan bersayap, parenkim aksial konfluen,
dan parenkim aksial paratrakea sepihak. iii
Parenkim aksial bentuk pita terdiri dari parenkim bentuk pita dengan lebar lebih dari tiga sel, parenkim bentuk pita tipis 1-3 sel, parenkim aksial
bentuk jala retikulat, parenkim aksial bentuk tangga scalariform, dan parenkim marjinal atau menyerupai pita-pita marjinal.
iv Untaian parenkim, yaitu jajaran sel-sel parenkim aksial yang terbentuk
melalui pembagian secara transversal terhadap satu sel kambium fusiform awal.
e. Jari-jari
Jari-jari berfungsi sebagai jalan angkutan bagi cairan pohon dalam arah horisontal dari dan ke lapisan floem. Sel jari-jari diproduksi dari pembelahan
sel induk jari-jari dalam kambium. Inisial jari-jari sendiri berasal dari
15 pembelahan inisial jari-jari sendiri atau yang lain atau juga dari pembelahan
yang tidak sama dari inisial bentuk kumparan Haygreen dan Bowyer, 1989. Wheeler et al., 1989 and 1998 menyebutkan ciri-ciri jari-jari yang digunakan
sebagai dasar identifikasi, yaitu: i
Berdasarkan lebar jari-jari a
Jari-jari seluruhnya uniseri b
Lebar jari-jari 1-3 seri c
Lebar jari-jari 4-10 seri d
Lebar jari-jari ≥ 10 seri e
Jari-jari dengan bagian multiseri berseri banyak mempunyai lebar yang sama dengan bagian uniseri berseri satu.
ii Berdasarkan tinggi jari-jari
Jari-jari 1 mm termasuk jari-jari yang berkategori tinggi. iii
Jari-jari yang terdiri dari dua ukuran Jari-jari membentuk dua populasi yang tegas dalam lebar maupun tinggi
jika dilihat pada penampang tangensial. iv
Komposisi sel jari-jari a
Seluruhnya sel baring Sel baring jari-jari adalah suatu sel parenkim pada jari-jari yang dimensi
panjangnya kearah radial jika dilihat dari bidang radial b
Semua sel tegak dan atau bentuk persegi Sel tegak jari-jari yaitu suatu sel parenkim pada jari-jari yang dimensi
panjangnya kearah aksial jika dilihat dari bidang radial. Sel persegi jari-jari yaitu suatu sel parenkim yang terlihat berbentuk
hampir bujur sangkar jika dilihat dari bidang radial. c
Badan jari-jari berupa sel-sel baring dengan satu baris sel marjinal yang berupa sel tegak dan atau persegi.
d Badan jari-jari berupa sel-sel baring dengan umumnya mempunya 2-4
baris sel marjinal yang berupa sel tegak dan atau sel persegi. e
Badan jari-jari berupa sel-sel baring dengan umumnya mempunyai lebih dari 4 baris sel marjinal yang berupa sel tegak atau sel persegi
16 f
Jari-jari terdiri dari sel-sel campuran antara sel baring, persegi dan sel tegak.
v Sel seludang
Sel seludang adalah sel jari-jari yang terletak disepanjang kedua sisi jari- jari yang besar lebih dari 3 seri sebagaimana dapat dilihat pada bidang
tangensial. Umumnya lebih besar lebih tinggi dan lebih lebar daripada sel-sel jari-jari bagian tengahnya.
f. Inklusi mineral
i Kristal prismatik, yaitu kristal-kristal berbentuk rhomboidal atau
oktahedral yang terdiri dari kalsium oksalat, yang jika dilihat dengan sinar polarisasi memantulkan warna berkilauan.
ii Butir silika, yaitu butir yang tersusun dari silikon dioksida yang bentuknya
bundar atau tidak teratur. g.
Kualitas Serat i
Dimensi serat a
Panjang serat Handayani dalam Sofyan et al., 1993 menyatakan bahwa panjang
serat dianggap sebagai salah satu dimensi yang memegang peranan utama dalam kekuatan sobek. Hasil penelitian Pasaribu dan Silitonga
dalam Sofyan et al., 1993 menyatakan bahwa semakin tinggi perbandingan panjang serat dengan diameter serat akan semakin tinggi
pula kekuatan sobek dan semakin baik daya tenunnya. Panjang serat berpengaruh terhadap sifat-sifat fisik kertas seperti
kekuatan dan kekakuan. Serat panjang memungkinkan terjadinya ikatan antar serat yang lebih luas tetapi dengan semakin panjang serat maka
kertas akan semakin kasar. Serat kayu yang lebih panjang akan menghasilkan lembaran kertas yang mempunyai sifat kekuatan yang
lebih baik karena memiliki daerah ikatan antar serat bonding area yang lebih luas pada saat penggilingan dan sifat penyebaran tekanan
stress transfer yang lebih baik. Sifat kekuatan lembaran yang dipengaruhi oleh ukuran panjang serat adalah ketahanan tarik,
17 ketahanan lipat, dan terutama ketahanan sobek. Di sisi lain, serat kayu
yang lebih pendek mampu menghasilkan lembaran kertas yang lebih halus dan seragam Casey, 1980b.
b Diameter serat
Diameter serat berpengaruh terhadap sifat kekuatan pulp, pembentukan lembaran, ikatan antar serat, dan kekuatan serat dalam lembaran. Serat
dengan diameter besar dan berdinding tipis mampu menghasilkan ikatan antar serat yang kuat dengan kekuatan lembaran tinggi. Ada dua
pengertian diameter yaitu diameter serat dan diameter lumen. Casey 1980b menggolongkan diameter serat menjadi tiga kelas, yaitu serat
berdiameter besar 0,025-0,040 mm, berdiameter sedang 0,010-0,025 mm, dan berdiameter kecil 0,002-0,010 mm.
Diameter serat menunjukkan kelangsingan serat. Serat yang langsing mudah membentuk jalinan sehingga terbentuk lembaran dengan sifat-
sifat yang baik. Serat yang berdinding tipis menyebabkan kekuatan sobek kecil. Dalam menjalin ikatan antar serat yang lebih baik
diinginkan ukuran serat yang relatif panjang karena berperan meningkatkan kekuatan sobek kertas. Hal ini disebabkan karena gaya
sobek akan terbagi dalam luas yang panjang Casey, 1980b. c
Tebal dinding serat Tebal dinding serat dapat menentukan sifat-sifat kertas. Dinding yang
tebal menyebabkan terbentuknya lembaran yang kasar dan tebal, kekuatan sobek yang tinggi tetapi kekuatan jebol, tarik dan lipat relatif
rendah. Serat berdinding tipis mudah melembek dan menjadi pipih, sehingga
memberikan permukaan yang luas bagi terjadinya ikatan antar serat, sedangkan serat dengan dinding tebal sukar melembek dan bentuknya
tetap membulat pada saat pembentukan lembaran. Struktur tersebut menyulitkan dalam penggilingan dan akan memberikan kekuatan sobek
yang tinggi, berbeda dengan serat berdinding tipis yang memberikan
18 sifat kekuatan sobek rendah, tetapi kekuatan tarik, jebol dan kekuatan
lipatnya tinggi Casey, 1980b. ii
Turunan Dimensi Serat Kualitas serat merupakan salah satu dasar untuk mengetahui kemungkinan
penggunaan suatu jenis kayu sebagai bahan baku pulp dan kertas Casey, 1980b. Penetapan kualitas ini diantaranya berdasarkan pada nilai dimensi
serat serta nilai-nilai turunannya. Menurut Tamolang dan Wangaard dalam Silitonga et al., 1972, nilai turunan dimensi serat yang memiliki
hubungan erat dengan sifat-sifat pulp dapat dihitung dari data panjang serat, tebal dinding, diameter serat, dan diameter lumen. Turunan dimensi
serat tersebut diantaranya adalah: a
Perbandingan Runkel atau Runkel ratio RR RR adalah perbandingan antara dua kali tebal dinding serat dengan
diameter lumen yang dinyatakan dalam persamaan:
RR = 2 w l,
dimana: w = tebal dinding serat, dan l = diameter lumen. Jenis-jenis kayu tropis digolongkan ke dalam:
i. Golongan I : dinding serat sangat tipis, lumen lebar, RR = 0,25
ii. Golongan II : dinding tipis, lumen lebar, RR = 0,25-0,50
iii. Golongan III : dinding dan lumen sedang, RR = 0,50-1,00
iv. Golongan IV : dinding tebal, lumen sempit, RR = 1-2
v. Golongan V : dinding sangat tebal, lumen sangat sempit, RR = 2
Serat dengan RR yang rendah menunjukkan bahwa serat tersebut memiliki dinding yang tipis tetapi diameter lumen lebar. Pulp yang
dihasilkan dari jenis serat yang demikian lebih mudah digiling beaten dan memiliki daerah ikatan antar serat yang lebih luas sehingga diduga
akan menghasilkan lembaran pulp dengan kekuatan jebol, tarik dan lipat yang tinggi.
b Daya Tenun atau Felting Power FP
FP adalah perbandingan antara panjang serat dengan diameter serat atau dengan rumus:
FP = L d
, dimana: L = panjang serat, dan d = diameter serat.
19 Semakin tinggi nilai daya tenun maka sifat serat cenderung lebih lentur.
Daya tenun berpengaruh terhadap kekuatan sobek kertas. Serat berdinding tipis akan cenderung memberikan kekuatan sobek yang
rendah. Jalinan ikatan antar serat yang baik dapat diperoleh dari serat yang lebih panjang karena berperan meningkatkan kekuatan sobek
kertas. Hal ini disebabkan karena gaya sobek akan terbagi dalam luas yang panjang. Diameter serat menunjukkan tingkat kelangsingannya.
Serat yang langsing mudah membentuk jalinan sehingga terbentuk lembaran dengan sifat-sifat yang baik Tamolang dan Wangaard dalam
Sofyan et al., 1993. c
Perbandingan Muhlsteph atau Muhlsteph Ratio MR MR adalah perbandingan antara luas penampang dinding serat dengan
luas penampang lintang serat yang dihitung dengan rumus:
MR = { d
2
- l
2
d
2
} x 100
, dimana: d = diameter serat, l = diameter lumen.
MR berpengaruh terhadap kerapatan lembaran pulp. Serat kayu dengan MR yang tinggi memiliki luas permukaan yang lebih kecil sehingga
luas daerah ikatan dan kontak antar seratnya menurun. Hal ini menyebabkan lembaran kertas yang dihasilkan cenderung memiliki
ketahanan tarik dan ketahanan retak yang rendah. d
Perbandingan Fleksibilitas atau Flexibility Ratio FR FR adalah perbandingan antara diameter lumen dengan diameter serat,
yang dihitung dengan persamaan:
FR = l d
, dimana: d = diameter
serat, dan l = diameter lumen.
FR mempunyai peran dalam perkembangan kontak antar serat fiber to fiber contact. Serat dengan FR tinggi, tebal dindingnya relatif tipis dan
mudah berubah bentuk. Kemampuan berubah bentuk ini menyebabkan persinggungan antar permukaan serat lebih leluasa dan lebih mudah
ditarik kedalam kontak yang dekat satu sama lain oleh gaya tegangan permukaan ketika air dihilangkan pada tahap pembuatan lembaran dan
pengeringan kertas. Hal ini mendukung terjadinya ikatan antar serat
20 yang lebih sempurna sehingga menghasilkan lembaran dengan sifat
kekuatan yang baik, porositas yang rendah, dan kerapatan kertas yang tinggi. Flexibilitas serat juga mempengaruhi beberapa sifat penting
kertas lainnya seperti opasitas, permeabilitas udara, penyerapan cairan,
dan ketahanan lemak Casey, 1980b.
e Koefisien Kekakuan atau Coefficient of Rigidity CR
CR adalah perbandingan antara tebal dinding serat dengan diameter serat. Koefisien ini mempunyai hubungan negatif dengan kekuatan tarik
kertas. CR dihitung dengan persamaan:
CR = w d
, dimana: w = tebal
dinding serat, dan d = diameter serat.
CR yang tinggi menunjukkan bahwa serat tersebut memiliki kerapatan yang tinggi pula. Panshin dan de Zeeuw 1980 menyatakan bahwa
kerapatan serat yang tinggi berpengaruh baik terhadap rendemen pulp. Selain itu, jenis serat kayu berkerapatan tinggi juga dapat menghasilkan
lembaran kertas dengan opasitas tinggi, lebih kasar, dimensi yang lebih besar, dan ketahanan sobek tinggi. Namun, lembaran kertas yang
dihasilkan lebih kaku sehingga memiliki ketahanan lipat yang rendah. Jumlah ikatan serat yang terdapat pada lembaran kertas juga lebih
sedikit sehingga cenderung memiliki ketahanan tarik dan retak yang
rendah.
Kriteria serat atau serat kayu untuk bahan baku pulp dan kertas dapat
dilihat pada Tabel 1.
21 Tabel 1. Kriteria kualitas serat kayu Indonesia untuk bahan baku pulp
dan kertas
Kriteria Kelas I
Kelas II Kelas II
Syarat Nilai
Syarat Nilai
Syarat Nilai
Panjang Serat mm 2,000
100 1,000-2,000
50 1,000
25 Runkel Ratio RR
0,25 100
0,25-0,50 50
0,50-1,0 25
Felting Power FP 90
100 50-90
50 50
25 Muhlsteph Ratio MR
30 100
30-60 50
60-80 25
Flexibility Ratio FR 0,80
100 0,50-0,80
50 0,50
25 Coefficient of Rigidity CR
0,10 100
0,10-0,15 50
0,15 25
Nilai 450-600
225-449 225
Sumber: Rachman dan Siagian 1976.
E. Pulp dan Kertas