Konvergensi dalam Teori Pertumbuhan

jalan yang harus ditempuh untuk mencapai sasaran itu. IPM mencakup tiga komponen yang merupakan bentuk penyederhanaan dari realitas yang kompleks dari luasnya dimensi pembangunan manusia. Pesan dasar IPM perlu dilengkapi dengan kajian dan analisis yang dapat mengungkapkan dimensi-dimensi pembangunan manusia yang penting lainnya tidak seluruhnya dapat diukur seperti kebebasan politik, kesinambungan lingkungan, kemerataan antar generasi. IPM merupakan alat ukur yang peka untuk dapat memberikan gambaran perubahan yang terjadi, terutama pada komponen daya beli yang dalam kasus Indonesia sudah sangat merosot akibat krisis ekonomi yang terjadi sejak pertengahan tahun 1997. Tingkat kesempatan kerja dalam konteks pembangunan manusia merupakan terputusnya jembatan yang menghubungkan antara pertumbuhan ekonomi dengan upaya peningkatan kapasitas dasar penduduk. Dampak dari krisis ekonomi pada pembangunan manusia adalah dengan menurunnya daya beli dan ini juga berarti terjadinya penundaan upaya peningkatan kapasitas fisik dan kapasitas intelektual penduduk. Penurunan beberapa komponen IPM sebagai akibat kepekaan IPM sebagai alat ukur yang dapat menangkap perubahan nyata yang dialami penduduk dalam jangka pendek.

2.1.4 Konvergensi dalam Teori Pertumbuhan

Teori pertumbuhan lokal memprediksi adanya ambiguitas dalam masalah pendapatan per kapita dan periode berikutnya. De la Fuente 2000 mempertegas lagi, teori ekonomi tidak dapat menggambarkan apakah perekonomian suatu daerah atau wilayah mengalami konvergensi secara pasti. Hal ini terjadi, sebab banyak faktor penduga yang mempunyai pengaruh disetiap daerah itu berbeda atau berderajat tidak sama. Teori ekonomi hanya sebatas mengidentifikasi faktor atau mekanisme yang sangat menentukan besaran arah dan nilai konvergensi dan divergensi. Perbedaan ini dikarenakan tiga mekanisme De La Fuente, 2000, seperti yang ada pada model produksi Cobb-Douglas yakni decreasing return to scale, artinya jika akumulasi modal semakin besar maka produktivitasnya semakin rendah, disisi lain insentif untuk menabung dan kontribusi investasi pertumbuhan investasi akan turun. Hal ini bila dibiarkan dalam jangka panjang akan cenderung melambankan pertumbuhan ekonominya, seperti yang dialami sejumlah negara industri, dimana salah satu solusinya adalah relokasi industri. Kedua, kemajuan teknologi bisa mempunyai pengaruh yang bertolak belakang, disisi lain teknologi apabila perbedaan intensitas daerah dalam mengadopsi teknologi baru maka pertumbuhan ekonomi jangka panjangnya akan berbeda, teknologi bisa menjadi penyebab divergensi sebaliknya mengacu pada asumsi neoklasik yang mengatakan preferensi teknologi setiap daerah atau negara sama maka faktor teknologi bisa menjadi pendorong konvergensi. Ketiga, perubahan struktural atau relokasi faktor produksi antar sektor Caselli dan Coleman, 1999, biasanya setiap daerah atau negara dapat dikatakan kelompok negara maju atau miskin, bisa dilihat sektor mana yang paling banyak penduduknya terkonsentrasi, pertanian atau industri. Semakin besar dominasi atau tingkat ketergantungan terhadap sektor pertanian maka daerah atau negara tersebut cenderung miskin dan sebaliknya, bila negara ekonominya peran sektor industri besar maka negara tersebut cenderung lebih maju. Namun dalam perkembangannya, pendapat optimis dipaparkan oleh kaum neoklasik akan terjadinya konvergensi pendapatan, mendorong langkah untuk mencari alternatif penjelas lainnya dalam rangka membangun teori pertumbuhan yang baru. Sejumlah pencetus pertumbuhan endogen membuat pernyataan adanya kemungkinan non decreasing return to scale terhadap modal, serta memasukkan unsur teknologi sebagai faktor endogen dan bisa terjadi tingkatan variasi antara daerah sekaligus merefeleksikan perbedaan struktural. Berkaitan dengan pendapatan tersebut, teori ini tidak menutup kemungkinan adanya disparitas pendapatan semakin meningkat Pritchett, 1997 tidak seperti diperkirakan oleh kaum neoklasik. Bahkan Grier dan Grier 2007 menambahkan kendati model neoklasik bisa menjelaskan divergensi pendapatan, bisa saja terjadi selama variabel yang menentukan dalam steady state juga mengalami hal serupa. Justru divergensi pendapatan di suatu negara bisa terjadi walaupun didukung oleh kebijakan konvergensi yang kuat. Kontradiksi inilah yang tidak mampu dijelaskan Kaum Neoklasik, kecuali jika asumsi adanya variasi sistematis kemajuan teknologi antar negara tidak sama, yang tercermin dari alokasi anggaran untuk penelitian dan pengembangan, pembangunan sektor keuangan serta keterlibatan lembaga yang mengawasi divergensi perekonomian daerah atau negara. Konsep awalnya berdasarkan Model Pertumbuhan Neoklasik, yang bertujuan melihat apakah konvergensi IPM terjadi atau divergensi, serta seberapa cepat konvergensi IPM di Provinsi Banten, tentunya dengan menggunakan variabel yang sudah ditetapkan sebelumnya, yakni tingkat pertumbuhan PDRB Kabupaten dan Kota, tingkat kepadatan penduduk per km 2 Model yang digunakan merupakan diadaptasi dari aplikasi oleh Lall dan Yilmaz 2000 untuk kasus antar negara bagian di Amerika Serikat. Variabel penjelasnya dalam model konvergensi Rapport 1999 hampir serupa hanya disagregasi komponen lokal di Amerika Serikat lebih terperinci. Sedangkan model persamaan yang dikembangkan oleh Haryanto 2001 adalah , share sektor jasa terhadap PDRB. LY o_t = α o + α 1 LY o Yang digunakan untuk mencari unconditional atau absolute β convergence konvergensi absolut, yakni ....................... 3 LY o _ t = tingkat pertumbuhan per kapita atau y it y = PDRB per kapita pada tahun t io LY = PDRB per kapita awal o = log Y α io o α = intersept persamaan 1 = koefisien estimasi LY o atau β =  kecepatan konvergensi Selanjutnya modelnya dikembangkan oleh Haryanto 2001 berdasarkan data yang dipilih variabel penjelas adalah bentuk administrasi kabupaten atau kota perlu dibedakan karena wilayah perkotaan dari segi pendapatan, tingkat pendidikan jumlah tenaga kerja terampil dan dukungan infrastruktur yang relatif lebih baik ketimbang kabupaten, sebaliknya tingkat pertumbuhan dan jumlah buta huruf lebih tinggi dibanding masyarakat perkotaan. Namun hal tersebut kemudian diubah karena hasil kurang baik diganti dengan tingkat kepadatan penduduk per km 2 Pertumbuhan PDRB Per Kapita turut dijadikan faktor berpengaruh karena pastinya mempunyai kontribusi yang cukup penting dalam pertumbuhan IPM itu sendiri. Begitu pula dominasi sektor penggerak perekonomian juga turut menentukan, seperti yang ditemukan oleh Cashin dan Sahay 1996 wilayah yang perekonomiannya didominasi oleh sektor industri dan jasa biasanya lebih cepat pembangunannya dari wilayah yang secara tradisional sektor pertanian sebagai lapangan pekerjaan masyarakat di wilayah tertentu. Berikut adalah model modifikasi dari Gama 2008 dan Noorbakhsh 2004 . Hal ini cukup beralasan karena kebetulan Kabupaten Tangerang mempunyai karakteristik yang hampir mirip dengan perkotaan dan kondisi perekonomiannya berbeda dengan definisi kabupaten. LnIPM it = β + β 1 LnKAP it + β 2 LnPOPS it + β 3 JASA it + it dimana : ................... 4 LnIPM it LnKAP = Laju pertumbuhan IPM daerah i dan tahun t it LnPOPS = Pertumbuhan PDRB per kapita daerah i dan tahun t it = Kepadatan penduduk per km JASA 2 it = Share sektor jasa terhadap PDRB it IPM sendiri dianggap dapat merepresentasikan ketiga variabel diatas, sejak diluncurkan oleh UNDP tahun 1990 antara lain yang dilakukan oleh Konya dan Guisan 2008 dalam hasil penelitiannya untuk melihat konvergensi IPM sejumlah negara di Eropa sebelum dan sesudah bergabung dalam Uni Eropa. Atas dasar tersebut, penelitian ini diharapkan dapat memberikan hasil yang nyata mengenai konvergensi IPM di Banten. Caranya dengan membagi periode penelitian sebelum dan sesudah berdirinya Provinsi Banten. = error term

2.1.5 Peran Pemerintah terhadap Pembangunan