diubah karena hasil kurang baik diganti dengan tingkat kepadatan penduduk per km
2
Pertumbuhan PDRB Per Kapita turut dijadikan faktor berpengaruh karena pastinya mempunyai kontribusi yang cukup penting dalam pertumbuhan IPM itu
sendiri. Begitu pula dominasi sektor penggerak perekonomian juga turut menentukan, seperti yang ditemukan oleh Cashin dan Sahay 1996 wilayah yang
perekonomiannya didominasi oleh sektor industri dan jasa biasanya lebih cepat pembangunannya dari wilayah yang secara tradisional sektor pertanian sebagai
lapangan pekerjaan masyarakat di wilayah tertentu. Berikut adalah model modifikasi dari Gama 2008 dan Noorbakhsh 2004
. Hal ini cukup beralasan karena kebetulan Kabupaten Tangerang mempunyai karakteristik yang hampir mirip dengan perkotaan dan kondisi perekonomiannya
berbeda dengan definisi kabupaten.
LnIPM
it
= β +
β
1
LnKAP
it
+ β
2
LnPOPS
it
+ β
3
JASA
it
+
it
dimana : ................... 4
LnIPM
it
LnKAP = Laju pertumbuhan IPM daerah i dan tahun t
it
LnPOPS = Pertumbuhan PDRB per kapita daerah i dan tahun t
it
= Kepadatan penduduk per km JASA
2 it
= Share sektor jasa terhadap PDRB
it
IPM sendiri dianggap dapat merepresentasikan ketiga variabel diatas, sejak diluncurkan oleh UNDP tahun 1990 antara lain yang dilakukan oleh Konya dan
Guisan 2008 dalam hasil penelitiannya untuk melihat konvergensi IPM sejumlah negara di Eropa sebelum dan sesudah bergabung dalam Uni Eropa. Atas dasar
tersebut, penelitian ini diharapkan dapat memberikan hasil yang nyata mengenai konvergensi IPM di Banten. Caranya dengan membagi periode penelitian sebelum
dan sesudah berdirinya Provinsi Banten. = error term
2.1.5 Peran Pemerintah terhadap Pembangunan
Bila mengikuti asumsi model pertumbuhan neoklasik Solow-Swan, maka peran pemerintah diabaikan karena konvergensi akan terjadi dengan sendirinya.
Kenyataannya, pemerintah justru memegang peran utama dimanapun pemerintah
di dunia. Fakta di dunia bahwa sebuah negara didukung institusi pemerintah yang baik dan transparan, maka dikatakan dengan pertumbuhan pendapatan, kesehatan
nasional dan pencapaian prestasi sosial yang lebih tinggi. Capaian tersebut ditambah angka harapan hidup yang tinggi, dapat ditemui di negara dengan
institusi pemerintah yang efektif, jujur dan meritokratis dengan regulasi yang jelas dan terpadu, juga dimana aturan hukum ditegakkan dengan adil, kebijakan dan
kerangka kerja legal yang tidak dimanfaatkan kepentingan kelompok tertentu. Muaranya pemerintah harus mengarahkan sistem pemerintahan yang Good
Governance and Clean Goverment, setelah kedua hal tersebut dijalankan baru pemerintah bicara menganai target pembangunan.
Pritchett 1997 menegaskan tanpa peran aktif dan serius dari pemerintah, lupakan konvergensi. Sejumlah penelitian menemukan adanya peran pemerintah
dalam menciptakan konvergensi pendapatan di negaranya. Salah satunya Cashin dan Sahay 1996 menemukan bukti bahwa peran pemerintah pusat India dalam
mendistribusikan kembali pendapatan dari daerah kaya ke miskin dapat mendorong terjadinya konvergensi pendapatan, kendati dalam level yang kurang
meyakinkan. Berbeda halnya yang dialami di banyak negara industri, sebut saja Australia, Jepang, Inggris, Jerman dan Amerika Serikat, karena tingkat
pendidikan dan teknologi antar wilayah di negara tersebut sudah merata dan baik, sehingga peran pemerintah menjadi optimal.
Kunci keberhasilan konvergensi pendapatan suatu daerah dan negara, lebih banyak dari kemampuan pemerintah dalam implementasikan kebijakan
membangun perekonomiannya, tentunya harus diimbangi transparansi dan akuntabilitas ketentuan negara. Contohnya, Korea Selatan dan Taiwan mengubah
perekonomiannya dalam beberapa dekade dari negara berkembang menjadi negara maju. Hal itu dikarenakan kebijakan pemerintah menempatkan bidang
pendidikan sebagai prioritas utama, pembangunan sumber daya manusia termasuk dalam investasi heavy investment education, yang baru bisa dinikmati hasilnya
pada dekade terakhir Rodrik, 1994. Kebijakan serupa diikuti sejumlah negara seperti Malaysia dan Singapura. Artinya, prioritas pembangunan mereka bukan
sekedar pada pendapatan saja. Namun lebih dari itu, pemerintahan mereka juga
menempatkan pada pembangunan SDM yang berkualitas. Kebijakan ini dijalankan secara konsisten yang didukung oleh stabilitas sosial politik yang kuat,
begitu juga penegakkan hukumnya, agar arah dan tujuan kebijakan pembangunan tidak terdistorsi, seperti korupsi, kolusi dan nepotisme. Sebab pendapatan,
investasi dan pertumbuhan tinggi maupaun angka harapan hidup yang lebih panjang, dapat berjalan di negara dengan institusi pemerintah yang efektif World
Bank, 2000, sebaliknya di negara yang institusi yang tercemar oleh korupsi membawa dampak kualitas pembangunan ekonomi itu sendiri.
Berdasarkan Internasional Transparency, nampak jelas negara yang pendapatan per kapitanya rendah cenderung menduduki peringkat atas dalam
indeks korupsi, contohnya Indonesia, Nigeria, Bangladesh, Irak, Haiti sedangkan Singapura, Finlandia, Norwegia adalah negara yang masuk dalam katagori bersih
dan mempunyai tingkat pendapatan per kapita yang cukup tinggi kelompok negara maju. Memperbaiki kualitas laporan nasional dengan melibatkan modal
manusia dan alam pada harga bayangan kendati terdapat berbagai kompleksitas dalam penghitungannya merupakan salah satu cara untuk mendapatkan
divergensi antara pertumbuhan dan perbaikan kesejahteraan. Bahkan kemajuan yang terbatas dalam menilai aset ini belum dimasukkan ke dalam laporan nasional
dan masih ada permasalahan konseptual yang serius mengenai penggabungan tersebut. Karena beberapa alasan inilah, maka sebuah pendekatan yang lebih
praktis dan moderat adalah mengidentifikasi pola pertumbuhan dan kebijakan yang terukur yang cenderung mempromosikan kesejahteraan yang lebih besar.
Berangkat dari persoalan yang diatas maka pola pertumbuhan yang dilaksanakan negara di dunia, terbagi atas tiga pola alternatif. Pertama,
pertumbuhan yang tidak berkesinambungan, dimana ekonomi tumbuh dengan fase pertumbuhan yang pesat, namun mengalami penurunan yang mengarah kepada
stagnasi atau nyaris stagnan. Kedua, pertumbuhan yang terdistorsi diambil dengan resiko kerusakan sumber daya alam, misalnya dengan menghargai terlalu rendah,
kurangnya investasi modal manusia, misalnya kurangnya perlindungan yang memadai terhadap tenaga kerja anak dan subsidi untuk modal fisik, seperti
pengecualian pajak, mengijinkan pajak berutang, memberikan hibah finansial
untuk menghadiahi investasi tertentu dan menyediakan subsidi kredit investasi. Ketiga, pertumbuhan berkesinambungan melalui akumulasi aset yang terdistorsi
atau seimbang, adanya dukungan publik terhadap pengembangan pendidikan primer dan sekunder, perbaikan kesehatan publik, perlindungan modal alam. Ini
mencegah penurunan dalam pengembalian untuk aset privat khusus modal fisik dan menyediakan tingkat modal manusia yang minimum dan semakin besar yang
diperlukan untuk memfasilitasi inovasi teknologi dan pertumbuhan produktivitas faktor total TFP. Definisi pertumbuhan itu sendiri adalah adanya kenaikan
kapasitas produksi riel suatu wilayah yang disertai kemampuannya dalam menjaga kenaikan tersebut. Kemudian konsep ini diadopsi dalam teori dan model
pertumbuhan regional Capello, 2007.
2.1.6 Tipologi Klassen