TPA Tempat Pemrosesan Akhir

20 3. Leachate harus diamankan sehingga tidak menimbulkan masalah pencemaran. 4. TPA yang digunakan untuk membuang bahan beracun dan berbahaya, lokasinya harus diberi tanda khusus dan tercatat di Kantor Pemda. 5. Dalam hal tertentu jika populasi lalat melebihi 20 ekor per blok gris atau tikus terlihat pada siang hari atau nyamuk Aedes, maka harus dilakukan pemberantasan dan perbaikan cara-cara pengelolaan sampah. c. TPA yang sudah tidak digunakan : 1. Tidak boleh untuk pemukiman. 2. Tidak boleh mengambil air untuk keperluan seharĂ­-hari. Untuk mengantisipasi dampak negatif yang diakibatkan oleh metode pembuangan akhir sampah yang tidak memadai seperti yang selalu terjadi di berbagai kota di Indonesia, maka langkah terpenting adalah memilih lokasi yang sesuai dengan persyaratan. Sesuai dengan SNI No. 03-3241-1997 tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA, bahwa lokasi yang memenuhi persyaratan sebagai tempat pembuangan akhir sampah adalah : - Jarak dari perumahan terdekat 500 m. - Jarak dari badan air 100 m. - Jarak dari airport 1500 m pesawat baling-baling dan 3000 m pesawat jet. - Muka air tanah 3 m. - Jenis tanah lempung dengan konduktivitas hidrolik 10 -6 cmdet. - Merupakan tanah tidak produktif. - Bebas banjir minimal periode 25 tahun.

2.6 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan Bujagunasti 2009 mengenai estimasi manfaat dan kerugian masyarakat akibat keberadaan TPST Tempat Pengolahan Sampah Terpadu Bantar Gebang mendapatkan nilai manfaat yang dihasilkan dari keberadaan TPST Bantar Gebang adalah sebesar Rp 183 547 000tahun. Nilai tersebut didapatkan dengan menjumlahkan pendapatan masyarakat yang pekerjaannya bersumber dari TPST Bantar Gebang. Nilai manfaat bersih yang diterima masyarakat adalah sebesar Rp 170 161 700tahun yang didapatkan 21 setelah mengurangi manfaat yang diterima masyarakat dengan kerugian masyarakat sebesar Rp 13 385 300tahun. Oleh karena hal tersebut, pemprov DKI Jakarta bersama Pemkot Bekasi dan pengelola TPST Bantar Gebang diharapkan dapat bekerjasama untuk meningkatkan manfaat yang diterima masyarakat dengan mendirikan Unit Pengelolaan Sampah seperti yang dilakukan Pemkot Depok, mendirikan yayasan seperti yang dilakukan di daerah Lhoksumawe, maupun pencegahan dengan sistem 3R pada tingkat rumah tangga maupun pemberlakuan insentif untuk mengurangi jumlah sampah. Dalam Ramadhan 2009 penelitian yang dilakukan oleh Harianja 2006 mengenai WTA Willingness to Accept masyarakat terhadap TPST Bantar Gerbang dengan pendekatan CVM Contingent Valuation Methode, dimana pada lokasi ini telah diberlakukan kompensasi kepada masyarakat di sekitar TPST. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan atau ketidaksediaan menerima dana kompensasi TPST Bantar Gerbang adalah tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, dan tingkat kepuasan terhadap dana kompensasi yang diberikan. Nilai WTA responden Ciketing Udik dipengaruhi oleh faktor tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, jarak tempat tinggal, ada tidaknya biaya yang dikeluarkan untuk menanggulangi dampak dari TPST dan penilaian responden terhadap pengolahan sampah yang dilakukan selama ini. Persentase jumlah responden yang menginginkan dana kompensasi dalam bentuk fisik hampir sama dengan responden yang menginginkan kompensasi dalam bentuk tunai. Dalam Ramadhan 2009 penelitian Utari 2006 menjelaskan bahwa nilai WTP Willingness to Pay masyarakat terhadap TPA Tempat Pemrosesan Akhir Pondok Rajeg dipengaruhi oleh faktor tingkat pendapatan, jumlah tanggungan, kepuasan responden terhadap pelayanan pengolahan sampah, dan biaya yang dikeluarkan responden selain biaya retribusi kebersihan. Sedangkan nilai WTA responden tersebut dipengaruhi oleh faktor tingkat pendapatan, jarak tempat tinggal dengan lokasi TPA, dan tingkat gangguan yang dialami responden akibat keberadaan TPA. Penelitian yang dilakukan Kuncoro 2011 menyebutkan bahwa timbulan sampah yang terdapat di TPA dapat dijadikan sebagai sumber dari PLTSa Pembangkit Listrik Tenaga Sampah yang merupakan pembangkit tenaga listrik 22 dengan memanfaatkan sampah sebagai bahan utamanya, baik dengan memanfaatkan sampah organik maupun anorganik. Mekanisme pembangkitan dapat dilakukan dengan metode gasifikasi atau memanfaatkan gas yang diperoleh dari sampah sebagai bahan bakar pembangkit dan secara pembakaran thermal. Penggunaan teknologi pengelolaan sampah menjadi listrik yang telah digunakan di negara-negara maju dapat terbagi menjadi 3 mekanisme atau proses pembangkitan yaitu fisika, thermal, dan biologi. Penelitian yang dilakukan memiliki beberapa persamaan dengan beberapa penelitian terdahulu. Beberapa persamaan tersebut diantaranya masyarakat yang ada di sekitar TPA sebagai objek penelitian, bertujuan menganalisis dan atau mengestimasi nilai eksternalitas dari keberadaan TPA serta memberikan solusi dalam peningkatan pengelolaan TPA yang lebih baik lagi. Penelitian yang akan dilakukan ini juga memiliki perbedaan dengan penelitian terdahulu yaitu adanya penyediaan fasilitas pengelolaan sampah di TPA seperti penyediaan bank sentral sampah, penyediaan digester atau alat pengolah sampah menjadi biogas yang kemudian didistribusikan bagi rumah tangga di sekitar TPA, serta pembuatan kompos yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Kota Tangerang. Penyediaan berbagai fasilitas di lokasi penelitian tersebut akan menghasilkan kajian yang berbeda dengan penelitian yang telah ada sebelumnya, dengan demikian diharapkan penelitian ini menghasilkan kajian yang berbeda dalam melengkapi hasil penelitian-penelitian sebelumnya.