senyawa  fenolik  yang  akhirnya  dapat  mengakibatkan  terjadinya  pencoklatan browning  pada  eksplan.  Pengamatan  secara  visual  terhadap  fenomena
pencoklatan  yang  terjadi  pada  eksplan  pulai  dimulai  dari  daerah  eksplan  yang paling ujung atau daerah yang terluka akibat pemotongan eksplan kemudian baru
meluas ke daerah sekitarnya Gambar 9.
a b
c Gambar  9Pencoklatan  pada  eksplan;  a  coklat  pada  tepi  ujung,  b  coklat  pada
seluruh ujung permukaan, c coklat pada seluruh bagian eksplan. Adanya  perluasan  pencoklatan  pada  eksplan  pada  akhirnya  menyebar
keseluruh  tubuh  eksplan  dan  menyebabkan  kematian  eksplan.  Hal  ini  sesuai dengan  pernyataan  Collin  dan  Edward  1998  diacu  dalam  Denish  2007  yang
menyatakan  bahwa  browning  merupakan  terjadinya  warna  coklat  pada  jaringan yang  baru  disayat  atau  dipotong.  Terjadinya  kematian  eksplan  akibat  browning
disebabkan  oleh  terjadinya  peristiwa  oksidasi  fenol  yang  menghasilkan quinon.Adanya  senyawa  fenol  di  dalam  tumbuhan  dapat  menyebabkan
terhambatnya  proses  pembelahan  sel,  pemanjangan  sel,  perkembangan  jaringan dan  organ  Prawinata  et  al.  1995  diacu  dalam  Hidayat  2009.  Santoso  dan
Nursandi 2003
mengemukakan bahwa
terjadinya browning
dapat mengakibatkan eksplan tidak dapat mengalami pertumbuhan dan perkembangan.
4.11 Jumlah Tunas
Tunas adalah tumbuhan muda yang baru timbul yang berasal dari tunggul, ketiak  daun,  buku  batang  induk,  batang  yang  ditebang  dan  lain  sebagainya.
Pertumbuhan  tunas  dalam  kegiatan  budidaya  merupakan  salah  satu  parameter keberhasilan  kegiatan  budidaya  tumbuhan.  Sebagian  besar  tunas  yang  tumbuh
pada penelitian ini adalah tunas lateral. Tunas lateral adalah tunas yang terbentuk pada  ketiak  daun  Gardner  et  al,  1991  diacu  dalam  Hidayat  2009.  Hasil
pengamatan  menunjukkan  bahwa  tunas  lateral  yang  muncul  dimulai  dari  adanya tonjolan  pada  ketiak  daun  yang  pada  umumnya  berwarna  hijau  muda  dan
selanjutnya  tunas  muncul  dengan  daun  yang  menguncup  dan  beberapa  hari kemudian daun tersebut mulai membuka Gambar 10.
a b
Gambar 10  Kondisi tunas; a  tunas daun kuncup, b tunas daun membuka
Hasil  analisis  ragam  pada  selang  kepercayaan  95  menunjukkan  bahwa pada minggu ke-8 nilai F hitung lebih besar dari nilai F tabel sehingga keputusan
yang diambil adalah menerima hipotesis satu. Hal ini berarti pemberian antibiotika memberikan  pengaruh  yang  nyata  terhadap  jumlah  tunas    pada  minggu  ke-8
Tabel 6. Tabel 6  Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam jumlah tunas
Signifikansi minggu ke- 1
2 3
4 5
6 7
8 Perlakuan
0.484
tn
0.531
tn
0.575
tn
0.794
tn
0.633
tn
0.358
tn
0.103
tn
0.025 Keterangan:
Signifikansi lebih dari 0,05, tidak berpengaruh nyata tn   = Tidak berpengaruh nyata
= Berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95
Selanjutnya, untuk melihat beda antar perlakuan maka dilakukan uji lanjut wilayah Duncan. Adapun hasil analisis uji lanjut wilayah Duncan terhadap jumlah
tunas dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7  Hasil uji Duncan rata-rata jumlah tunas
Jenis media
Minggu ke- 1
2 3
4 5
6 7
8 A0B0
1.00b 1.00a
1.00a 1.00a
1.00a 1.00a
1.33a 1.67ab
A0B4 1.00b
1.00a 1.00a
1.00a 1.00a
1.00a 1.00a
1.00a
A1B0 1.00b
1.00a 1.00a
1.00a 3.33b
4.67b 5.00b
5.33c
Keterangan  :  Nilai  dalam  kelompok    pada  kolom  yang  sama  dan  diikuti  oleh  huruf  yang  sama menunjukkan  adanya  pengaruh  yang  tidak  berbeda  nyata  berdasarkan  uji  Duncan  pada  selang
kepercayaan 95.
Berdasarkan  hasil  analisis  uji  lanjut  wilayah  Duncan  dapat  diketahui bahwa pada minggu ke-8 perlakuan penambahan antibiotika PPM 0,5 mll A1B0
pada media menghasilkan jumlah tunas tertinggi yakni sebesar 5,33 buah. Apabila dibandingkan dengan perlakuan kontrol A0B0 yang memiliki jumlah tunas 1,67
buah, penambahan PPM 0,5 mll pada media menunjukkan adanya pengaruh yang nyata  terhadap  jumlah  tunas  yang  tumbuh.  Adanya  penambahan  PPM  0,5  mll
mampu menghasilkan jumlah tunas yang lebih banyak dari pada media yang tidak ditambahkan PPM 0,5 mll. Hal ini diduga penambahan PPM 0,5 mll pada media
mampu berinteraksi dengan baik dan ataupun tidak mempengaruhi kinerja hormon BAP  yang  ditambahkan  pada  media  untuk  merangsang  terjadinya  pertumbuhan
tunas.  Syatria  2010  menyatakan  bahwa  penggunaan  PPM  dengan  dosis  yang optimum  sangat  efektif  dan  tidak  mempengaruhi  vitro  germination,  proliferasi
kalus dan regenerasi kalus. Sedangkan  jumlah  tunas  terendah  terdapat  pada  perlakuan  penambahan
propolis  2  mll  A0B4,  dengan  jumlah  1  buah  tunas.  Jika  dibandingkan  dengan perlakuan  pada  kontrol  dengan  jumlah  tunas  1,67  buah,  perlakuan  A0B4  yang
menghasilkan tunas satu buah tidak memperlihatkan adanya perbedaan yang besar namun tetap  lebih kecil.  Adanya  hal tersebut diduga karena  jenis antibiotika dan
konsentrasi  yang  diberikan  kurang  sesuai  dengan  sifat  dari  eksplan  dalam perlakuan  sehingga  tidak  mampu  berinteraksi  secara  baik  dengan  hormon  BAP
yang  ditambahkan  pada  media.  Selain  itu,  adanya  jenisantibiotika  dengan konsentrasi yang cukup tinggi kemungkinan mampu mempengaruhi kerja hormon,
pertumbuhan dan perkembangan eksplan.
Gambar  11    Rata-rata  jumlah  tunas  per  minggu  pada  perlakuan  kontrol  A0B0, A0B4, dan A1B0.
Gambar  11  menunjukkan  rata-rata  pertambahan  jumlah  tunas  pada  tiga hasil  utama  yakni  perlakuan  kontrol  A0B0,  perlakuan  dengan  jumlah  tunas
tertinggi  A1B0  dan  perlakuan  dengan  jumlah  tunas  terkecil  A0B4.  Pada perlakuan kontrol A0B0 rata-ratajumlah tunas pada minggu ke 1-6 tetap yakni 1
buah. Kemudian mulai bertambah pada minggu ke 6-8 dengan jumlah tunas rata- rata pada akhir pengamatan 1,67 buah. Hal ini, menunjukkan bahwa kerja hormon
yang mempengaruhi pertumbuhan tunas mulai bekerja efektif pada minggu ke-6. Rata-rata  jumlah  tunas  terbesar  terdapat  pada  perlakuan  penambahan  PPM  0,5
mll A1B0 dengan jumlah 5,33 buah tunas pada akhir pengamatan. Pada minggu ke 1-4, jumlah tunas pada perlakuan ini tetap yaitu 1 buah, selanjutnya mengalami
peningkatan  pada  minggu-minggu  selanjutnya.  Hal  ini,  diduga  karena  kerja hormon  pada  perlakuan  ini  mulai  bekerja  efektif  pada  minggu  ke  4-8  dan
penambahan  antibiotika  PPM  pada  perlakuan  ini  tidak  mempengaruhi  kerja hormon  serta  proses  pertumbuhan  dan  perkembangan  dari  eksplan.  Sedangkan
rata-rata  jumlah  tunas  terkecil  terdapat  pada  perlakuan  penambahan  propolis  2 mll  A0B4.  Selain  itu,  pertumbuhan  tunasnya  pun  tidak  mengalami  perubahan
sehingga dari awal pengamatan hingga akhir pengamatan jumlah, besar dan tinggi tunasnya  tetap.  Hal  ini,  kemungkinan  karena  adanya  penambahan  antibiotika
dengan  konsentrasi  yang  tinggi  sehingga  mampu  mempengaruhi  kerja  hormon, pertumbuhan dan perkembangan eksplan. Faktor lain yang mempengaruhi kondisi
1 2
3 4
5 6
2 4
6 8
10 Jum
la h
tun as
b ua
h
Minggu ke- A0B0
A0B4 A1B0
tersebut  yakni  sifat  dari  eksplan  itu  sendiri,  karena  setiap  eksplan  akan memberikan reaksi yang berbeda untuk setiap pemberian perlakuan.
4.12 Pertambahan Tinggi Tunas