10 20
30 40
50 60
70 80
A0B0 A0B1
A0B2 A0B3
A0B4 A1B0
A1B1 A1B2
A1B3 A1B4
A2B0 A2B1
A2B2 A2B3
A2B4 A3B0
A3B1 A3B2
A3B3 A3B4
A4B0 A4B1
A4B2 A4B3
A4B4
Persentase keberhasilan P
e r
lak u
an
Gambar 2 Persentase keberhasilan per media perlakuan. Berdasarkan  hasil  pengamatan  secara  visual  terhadap  eksplan,  perlakuan
penambahan  PPM  0,5mll  dan  propolis  0,5  mll  A1B1  memperlihatkan pertumbuhan  dan  perkembangan  yang  lebih  baik  dari  pada  6  jenis  perlakuan
dengan persentase keberhasilan tumbuh tertinggi yang lain.
4.2  Perlakuan Penambahan Propolis
Berdasarkan hasil pengamatan pada perlakuan penambahan propolis dapat diketahui bahwa perlakuan penambahan propolis 1 mll A0B2 merupakan salah
satu perlakuan yang menghasilkan persentase keberhasilan tumbuh yang tertinggi.
Sedangkan  penambahan  propolis  2  mll  A0B4  merupakan  perlakuan  dengan persentase keberhasilan tumbuh yang terendah.
Perlakuan  penambahanantibiotika  propolis  1  mll  A0B2  menghasilkan eksplan dengan tingkat kontaminasi yang cukup rendah karena di dalam propolis
terdapat  kandungan  zat  aktif  yang  bersifat  antibiotika  seperti  asam  ferulat  yang efektif  terhadap  bakteri  gram  positif  dan  negatif  Winingsih  2004  diacu  dalam
Suseno  2009.  Dari  adanya  kandungan  zat  aktif  tersebut  maka  dengan penambahan  propolis  pada  media  dapat  menghambat  pertumbuhan  bakteri  yang
ada.  Selain  itu,  propolis  juga  memiliki  kandungan  senyawa  aktif  antifungi  dan antiviral yang mampu menghambat pertumbuhan jamur dan serangan virus. Hasil
pengamatan visual terhadap eksplan pada perlakuan menunjukkan adanya respon yang  positif  terhadap  pertumbuhan  eksplan.  Hal  ini  ditunjukkan  dengan  adanya
pertumbuhan  tunas,  pertambahan  tinggi  tunas  dan  jumlah  daun  yang  tumbuh memiliki  kondisi  yang  baik.  Winingsih  2004  diacu  dalam  Saputra  2009
menyatakan  bahwa  kelebihan    propolis  sebagai  antibiotika  alami  dibandingkan dengan  bahan  sintetik  yaitu  lebih  aman  serta  dengan  efek  samping  yang  relatif
kecil.  Hal  ini  karena  propolis  memiliki  daya  selektivitas  yang  tinggi  sebagai antibiotika  sehingga  cara  kerja  propolis  yaitu  melawan  bakteri  berbahaya  tanpa
membinasakan bakteri yang dibutuhkan. Persentase  keberhasilan  kultur  yang  terendah  terdapat  pada  media
perlakuan  penambahan  propolis  2  mll  A0B4.  Rendahnya  persentase keberhasilan  pada  perlakuan  yang  diberi  penambahan  ppm  0mll  dan  propolis
2mll  diduga  karena  terlalu  tingginya  konsentrasi  propolis  yang  ditambahkan  ke dalam  media.  Darmono  2003  menyatakan  bahwa  pemberian  konsentrasi
antibiotika  yang  terlalu  tinggi  pada  tanaman  dapat  menyebabkan  terjadinya  efek fitotoksik  pada  tanaman  sehingga  dapat  menyebabkan  kematian.  Tingginya
tingkat kontaminasi pada perlakuan  ini diduga karena propolis  merupakan bahan antibiotika alami yang bersifat tidak membunuh bakteri dan jamur, namun hanya
bersifat  pengendalian  atau  menghambat  pertumbuhan  bakteri  dan  jamur.  Abidin 2010  menyatakan  bahwa  propolis  pada  konsentrasi  tertentu  memiliki  peranan
simbiotik  terhadap  beberapa  spesies  bakteri  probiotik.  Berdasarkan  hasil penelitian Abidin 2010 diketahui bahwa pada konsentrasi 0,6 propolis mampu
menstimulasi  pertumbuhan    bakteri  Lactobacillus  casei  subsp.  Rhamnosus  dan aktivitas bakteri Streptococcus thermophillus yaitu dengan menstimulasi produksi
asam laktat. Hasil pengamatan visual pada eksplan yang berhasil steril, ditemukan bahwa  eksplan  tersebut  tidak  mengalami  pertumbuhan  maupun  perkembangan
sehingga  tunas  yang  tumbuh  dari  eksplan  tersebut  pun  tidak  mengalami perubahan.  Fenomena  tersebut  dapat  disebut  bahwa  eksplan  yang  ditanam
mengalami  stagnasi.  Santoso  dan  Nursandi  2003  menyatakan  bahwa  stagnasi pertumbuhan  dapat  disebabkan  oleh  penggunaan  bahan  yang  tidak  merismatik
atau  potensial  merismatik.  Selain  itu  juga  dapat  disebabkan  oleh  tindakan sterilisasi  yang  berlebihan,  media  yang  tidak  cocok  atau  llingkungan  yang  tidak
mendukung.
4.3 Perlakuan Penambahan Plant Preservative Mixture PPM