Keterangan : 1 Daun; 2 Susunan bunga; 3 Irisan memanjang bunga;
4 Kelopak bunga; 5 Buah; 6 Benih.
Sumber: Plant Reources of South East Asia 5:1 diacu dalam Sutomo dan Putri 2005.
Gambar 1. Bagian-bagian tumbuhan pulai Pulai termasuk ke dalam jenis yang selalu hijau atau tidak gugur daun
dengan jenis benih ortodoks. Benih pulai yang segar memiliki daya kecambah yang tinggi yaitu mendekati 100, akan tetapi cepat pula kehilangan
viabilitasnya IFSP 2001. Menurut Martawijaya et al. 2005 biji pulai yang telah dijemur selama 2 hari dan disimpan dalam kaleng tertutup selama 2 bulan masih
mampu berkecambah hingga 90. Dalimartha 1999, Hikmat dan Zuhud 2010 menyatakan bahwa kulit
kayu pulai mengandung alkaloida ditamin, ekitamin ditamin, ekitanin, ekitamidin, alstonin, ekiserin, ekitin, porfirin,dan triterpen α-amyrin dan lupeol,
daun mengandung pikrinin, dan bunga pulai mengandung asam ursolat dan lupeol.
2.2 Manfaat Pulai
Pemanfaatan pulai oleh masyarakat yaitu sebagai obat tradisional untuk meluruhkan dahak, peluruh haid, stomakik, antipiretik, pereda kejang,
menurunkan kadar gula darah hipoglikemik, tonik dan antiseptik, mengobati bisul dan memperlancar ASI Dalimartha 1999. Kayunya dimanfaatkan untuk
konstruksi ringan di dalam ruangan, pulp dan kertas, bahan-bahan kerajinan tangan seperti patung, topeng dan papan tulis sekolah karena kayunya tidak awet
IFSP 2001. Adapun bagian tumbuhan pulai yang biasanya dimanfaatkan oleh masyarakat yaitu akar dan getah daun sebagai obat tradisional Setyowati
Wardah 2007.
2.3 Teknik Kultur in Vitro
Kultur in vitro adalah teknik budidaya sel, jaringan, dan organ tumbuhan dalam suatu lingkungan yang terkendali dan dalam keadaan aseptik atau bebas
mikroorganisme Santoso Nursandi 2003. Dasar kultur jaringan adalah totipotensi yaitu kemampuan setiap sel dari mana saja sel tersebut diambil, apabila
diletakkan dalam lingkungan yang sesuai akan dapat tumbuh menjadi tumbuhan yang sempurna Suryowinoto 1991 diacu dalam Hendaryono Wijayani 1994.
Akan tetapi, persentase keberhasilan kultur jaringan akan lebih besar jika menggunakan jaringan meristem karena jaringan meristem adalah jaringan muda
yang terdiri dari sel-sel yang selalu membelah, dindingnya tipis, belum mempunyai penebalan dari zat pektin, plasmanya penuh dan vakuolanya kecil-
kecil Hendaryono Wijayani 1994. Adapun prinsip kerja kultur jaringan menurut Santoso dan Nursandi 2003 terdiri dari :
1. kegiatan isolasi bagian tanaman yang akan digunakan sebagai bahan tanam eksplan dari tanaman induknya,
2. penanaman bahan tanam eksplan pada medium yang tepat sehingga terjadi percepatan induksi totipotensi,
3. Terpenuhinya kondisi aseptik bebas dari kontaminan atau mikroorganisme. Menurut Acquaah 2004 dalam teknik kultur jaringan, secara umum dapat
dibagi menjadi lima tahapan yakni seleksi eksplan dan persiapan, inisiasi dan pembuatan kondisi yang steril, perkembangbiakkan tunas aksiler multiplikasi,
pengakaran dan aklimatisasi. 1. Seleksi eksplan dan persiapan
Eksplan adalah bagian tumbuhan yang digunakan sebagai bahan inisiasi dalam kultur jaringan. Pada dasarnya eksplan dapat diambil dari semua
bagian tumbuhan baik dari jaringan akar, batang dan daun atau berupa sel merismatik, kambium dan embrio yang belum mengalami perubahan bentuk
dan kekhususan fungsi Acquaah 2004. Namun, akan lebih baik jika eksplan diambil dari bagian yang masih muda Conger 1981 diacu dalam Isnaeni
2008. Ukuran eksplan yang digunakan disesuaikan dengan tujuan dari pembiakannya. Conger 1981 diacu dalam Isnaeni 2008 menyatakan bahwa
ukuran eksplan yang lebih besar cenderung lebih mudah terkontaminasi,
namun eksplan yang kecil memiliki persentase kematian jaringan yang lebih tinggi.
2. Inisiasi dan Pembuatan kondisi yang steril Proses inisiasi merupakan salah satu tahap yang penting dalam teknik kultur
jaringan untuk menentukan langkah selanjutnya. Oleh karena itu inisiasi kultur yang terbebas dari kontaminan merupakan hal yang harus dilakukan.
Inisiasi adalah penanaman bagian tumbuhan sebagai eksplan untuk ditumbuhkan pada media kultur jaringan. Pada tahap ini dilakukan kegiatan
sterilisasi eksplan untuk mendapatkan kultur aseptik. Eksplan yang telah disterilisisasi kemudian ditanam pada media prekondisi untuk memastikan
eksplan telah terbebas dari kontaminan dan jaringan berinisiasi untuk tumbuh. 3. Perkembangbiakkan tunas aksiler multiplikasi
Multiplikasi merupakan kegiatan memindahkan tunas-tunas dari dalam wadah kultur secara aseptik yang tumbuh dari hasil induksi dan ditanam lagi
dalam botol kultur lain yang berisi media dan hormon yang mampu merangsang pertunasan. Tujuan utama dari proses multiplikasi adalah
perbanyakan pucuk atau tunas atau klon tumbuhan dan meningkatkan terjadinya percabangan aksial dan pembentukan pucuk secara adventif.
4. Pengakaran Proses pengakaran dapat dilakukan dengan penggunaan media yang
ditambahkan ZPT jenis auksin. Wattimena 1988 diacu dalam Isnaeni 2008 menyatakan bahwa pemberian auksin diketahui dapat memicu pertumbuhan
tunas dan akar. Proses ini dilakukan untuk mempersiapkan plantlet agar dapat ditanam di lapang.
5. Aklimatisasi Aklimatisasi merupakan tahap pemindahan plantlet dari kondisi aseptik in
vitro ke kondisi lapang ex vitro atau dari keadaan heterotrop ke keadaan autrotop. Proses aklimatisasi merupakan proses yang menentukan apakah
kultur jaringan berhasil atau tidak karena pada tahap ini akan diketahui apakah tumbuhan yang diaklimatisasi dapat bertahan hidup di lapang atau
tidak. Proses aklimatisasi sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti suhu dan kelembaban. Oleh karena itu, untuk meningkatkan keberhasilan
aklimatisasi sebaiknya lingkungan tumbuhnya harus mendekati lingkungan asalnya pada saat pembiakan. Selain itu, pemberian hara tumbuhan yang
cukup pada media maupun penyemprotan daun akan sangat membantu proses aklimatisasi Mattjik 2005 diacu dalam Isnaeni 2008.
Salah satu faktor yang juga berperan penting dalam menentukan keberhasilan kegiatan kultur jaringan adalah media tanam. Media tanam
merupakan tempat tumbuh untuk tumbuhnya eksplan. Menurut Soerianegara 1994 diacu dalam Hidayat 2009 media tanam dalam kultur jaringan tumbuhan
dibedakan menjadi dua yaitu media dasar dan media perlakuan. Bentuk media tanam yang digunakan dalam kultur jaringan ada 3 yaitu media tanam bentuk
padat, semi padat dan cair. Pada umumnya, media dasar yang sering digunakan adalah media dasar Murashige dan Skoog MS, 1962. Menurut Acquaah 2004
media kultur jaringan mengandung komponen yang dapat dikategorikan menjadi empat kelompok yaitu unsur mineral, senyawa organik, zat pengatur tumbuh dan
sistem penyokong, dengan uraian sebagai berikut : 1. Unsur mineral terdiri dari unsur makronutrien dan unsur mikronutrien.
Adapun unsur-unsur yang terdapat pada unsur makronutrien terdiri dari nitrogen-NO
3
, NH
4
, fosfor-P, potassium-K. Sedangkan unsur mikronutrien terdiri dari Ca, Mg, Cl, Fe, S, Na, B, Mn, Zn, Cu, Mo,Co, I.
2. Senyawa organik menyediakan sumber karbon dan faktor-faktor lain untuk mendukung pertumbuhan. Pada umumnya, senyawa organik terdiri dari gula,
vitamin, dan myo-inositol. 3. Zat pengatur tumbuh pada tanaman sama dengan hormon pertumbuhan pada
hewan. Zat pengatur tumbuh ini digunakan atau dicampurkan ke dalam media. Adapun contoh senyawa zat pengatur tumbuh yang umum digunakan
yaitu auksin, sitokinin, dan giberelin. Auksin berfungsi untuk mendukung terjadinya pertumbuhan akar. Contoh dari auksin alami yang umum
digunakan yaitu indole-3-acetic-acid IAA, indole-3-butyric-acid IBA, dan contoh auksin sintetik yaitu naphtalene acetic acid NAA, 2,4-
dichlorophenoxyacetic cid 2,4-D. Sitokinin berfungsi untuk mendukung terjadinya pertumbuhan tunas, contohnya yaitu zeatin alami, benzyladenine
BA dan kinetin sintetik. Sedangkan giberelin berfungsi untuk mendukung pertumbuhan batang dan pembungaan, contohnya GA
3
dan GA
4+7
. 4. Sistem penyokong dalam kultur jaringan yakni media kultur jaringan.
2.4 Kontaminasi