Kadar pH Kadar pH dalam air berperan penting dalam menjaga kelangsungan metabolisme

Gambar 45 Fluktuasi nilai pH hasil pengukuran selama 24 jam pengamatan Tabel 20 Nilai pH hasil pengukuran selama 24 jam pengamatan Jam Sistem pemeliharaan kualitas air Resirkulasi-aerasi Resirkulasi Aerasi 7:30 8,02 8,09 8,15 10:30 8,03 8,08 8,18 13:30 8,04 8,07 8,19 16:30 8,07 8,01 8,20 19:30 8,04 7,98 8,16 22:30 8,08 7,99 8,18 1:30 8,08 7,98 8,16 4:30 8,08 7,99 8,17 Kisaran: 8,02-8,08 7,98-8,09 8,15-8,20 Rata-rata: 8,06 8,02 8,17 Berdasarkan grafik yang disajikan pada Gambar 45, nampak terlihat bahwa nilai pH air laut di dalam model palka yang dilengkapi dengan sistem kombinasi resirkulasi- aerasi dengan sistem resirkulasi tidak berbeda siknifikan. Lain halnya dengan nilai pH air laut di dalam model palka yang dilengkapi dengan sistem aerasi, menunjukkan adanya perbedaan yang cukup siknifikan dengan nilai pH air laut di dalam model palka yang dilengkapi dengan sistem kombinasi resirkulasi-aerasi dan sistem resirkulasi. Hal ini dipertegas dari hasil uji statistik dengan menggunakan uji Tukey Beda Nyata Jujur yang disajikan pada Lampiran 3. Berdasarkan rata-rata nilai pH sebagaimana disajikan pada Tabel 20, terlihat bahwa nilai pH air laut di dalam model palka yang dilengkapi dengan sistem aerasi memiliki nilai yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan nilai pH air laut di kedua sistem lainnya. Adapun nilai pH pada air laut di dalam model palka yang dilengkapi dengan sistem resirkulasi, berdasarkan rata-rata nilai pH, memiliki kisaran yang paling rendah dibandingkan dengan dua sistem pemeliharaan kualitas air lainnya. Berdasarkan nilai tersebut, maka dapat dikatakan bahwa air laut di dalam model palka yang dilengkapi dengan sistem aerasi lebih bersifat basa di bandingkan dengan kondisi air laut di kedua sistem lainnya. Walaupun memiliki perbedaan kisaran nilai pH, akan tetapi semua kisaran nilai pH tersebut masih berada pada kisaran yang normal bagi benih ikan kerapu. Sun et.al 2007, dalam penelitiannya terhadap benih ikan kerapu kuning Epinephelus awoara, menyatakan bahwa benih ikan kerapu kuning pada kondisi air laut dengan kadar pH antara 7,56 – 8,90 terlihat dalam kondisi hidup yang normal. Dengan demikian, dapat dikatakan, bahwa ketiga sistem pemeliharaan dapat mempertahankan kadar pH pada kisaran yang dapat mempertahankan hidup benih ikan kerapu. Berdasarkan hasil kajian di atas, dapat dikatakan bahwa sistem kombinasi resirkulasi-aerasi, sistem resirkulasi dan sistem aerasi dapat menjaga kestabilan nilai konsentrasi oksigen terlarut, suhu air dan nilai pH air laut di dalam model palka. Berdasarkan perubahan nilai konsentrasi NH 3 un-ionized, sistem resirkulasi memiliki kinerja yang lebih baik dalam mempertahankan kestabilan nilai konsentrasi NH 3 un- ionized .

5.3 Densitas Benih Ikan Kerapu Bebek Berdasarkan Kebutuhan Konsumsi Oksigen

Dalam FAO Document Repasitory tentang Transport of Fish Seed and Brood Fish, turunnya kadar oksigen terlarut dissolved oxygen dalam air karena respirasi ikan, dan hiperaktivitas dan stress karena penanganan dan ruang terbatas merupakan dua dari beberapa faktor yang dapat mengakibatkan kematian ikan selama transportasi. Oleh karena itu, densitas benih ikan yang optimal dalam suatu volume air sangat mempengaruhi tingkat ketahanan hidup ikan selama transportasi. Santoso 2007 mengemukakan bahwa laju pemakaian oksigen oleh ikan hidup tidak saja dipengaruhi oleh bobot ikan dan suhu air, akan tetapi juga ditentukan oleh tingkat kepadatan ikan dalam suatu volume air tertentu. Beberapa penelitian telah dilakukan sehubungan dengan densitas ikan dan benih ikan dalam sistem transportasi ikan hidup, diantaranya Harianto 2003, Slamet et.al 2002, Suriansyah et.al 2006 dan Purwaamidjaja 2006. Akan tetapi penelitian yang telah dilakukan adalah penentuan densitas ikan atau benih ikan dalam transportasi tertutup. Kondisi saat ini, penentuan densitas benih ikan dalam transportasi yang menggunakan KPIH, hanyalah berdasarkan kebiasaan semata. BPPT 2008 dalam kajian desain KPIH, memperhitungkan densitas ikan dalam palka berdasarkan kapasitas produksi dari tiap unit karamba jaring apung KJA. Densitas benih ikan yang terlalu padat atau besar, akan mengakibatkan ketersediaan oksigen terlarut di dalam palka akan berkurang karena banyak yang terkonsumsi oleh benih ikan yang ada. Apabila benih ikan mengalami kekurangan oksigen, maka dapat dipastikan benih ikan akan mulai memasuki fase stres. Apabila benih ikan mengalami stres, maka produksi amoniak sebagai hasil sekresi benih ikan akan berlebih sehingga akan mempengaruhi kualitas air laut di sekitar benih ikan. Peningkatan amoniak di air, akan terakumulasi seiring dengan semakin tinggi tingkatan stres benih ikan yang pada akhirnya tidak saja mengakibatkan peningkatan konsentrasi amoniak, akan tetapi juga akan meningkatkan suhu dan menurunkan pH air di sekitar benih ikan itu berada. Semakin buruk kualitas air di sekitar benih ikan, maka akan semakin berkurang ketahanan hidup benih ikan. Sehingga tingkat risiko kematian benih ikan akan semakin besar. Konsentrasi oksigen dalam air merupakan salah satu faktor lingkungan yang harus tersedia di lingkungan dimana ikan termasuk benih ikan tersebut berada. Ketersediaan oksigen terlarut di lingkungan merupakan salah satu faktor fisik lingkungan yang dapat menyebabkan ikan termasuk benih ikan stres. Ikan yang stres akan mengalami penurunan kualitas hidup ikan. Kajian yang dilakukan pada sub bab 5.3 ini adalah merupakan kajian mitigasi tingkat risiko yang bersumber dari densitas benih ikan yang diduga akan berdampak pada kesediaan dan kestabilan konsentrasi oksigen terlarut dalam air di dalam palka. Oleh karena itu, kajian ini memiliki tujuan khusus yaitu: untuk menghitung tingkat konsumsi oksigen benih ikan kerapu bebek berukuran antara 5 – 7 cm TL dan menentukan densitas benih ikan kerapu bebek dalam satu liter air.