Konsumsi oksigen benih ikan kerapu bebek Cromileptes altivelis
dibandingkan dengan kondisi I
k
, maka terlihat bahwa pada kondisi I
k
mengalami perubahan suhu air laut yang lebih besar dibandingkan pada kondisi I
i
. Kondisi ini dapat dipahami karena pada kondisi I
k
, perubahan suhu air laut merupakan penjumlahan dari aktivitas yang dilakukan oleh tiga ekor benih ikan di dalam tabung respirometer.
Sedangkan pada kondisi I
i
, perubahan suhu air laut hanya disebabkan oleh aktivitas satu ekor benih ikan. Selanjutnya jika hasil pengukuran pada kondisi I
i
dan I
k
dirata-ratakan, maka terlihat bahwa suhu air pada saat pengukuran I
k
mencapai 2 hingga 3 kali suhu air pada pengukuran I
i
. Pada Gambar 46 terlihat pula bahwa pada kondisi K
k
, suhu air laut selama 2 jam pengamatan tetap mengalami perubahan. Berdasarkan hasil pengukuran, diketahui
bahwa perubahan suhu air laut selama 2 jam pengamatan pada kondisi K
k
berkisar antara 0,6 – 0,7 ºC. Perubahan suhu air laut tersebut walaupun di dalam tabung
respirometer tidak terdapat benih ikan, kuat dugaan hal ini disebabkan adanya mesin pompa yang di tempatkan di salah satu tabung respirometer. Selama bekerja, mesin
pompa menghasilkan panas yang selanjutnya mempengaruhi suhu air di sekitarnya. Dugaan ini diperkuat dari hasil pengukuran suhu air laut di dalam tabung respirometer
yang tidak dilengkapi dengan mesin pompa. Pengukuran suhu air laut di dalam tabung respirometer juga dilakukan selama 2 jam. Dari hasil pengukuran diketahui bahwa suhu
air di dalam tabung respirometer tersebut di awal pengukuran tetap sama dengan saat setelah 2 jam pengamatan, yaitu sebesar 27,2 ºC pada suhu ruang 27,0 ºC. Kondisi ini
memperkuat dugaan bahwa perubahan suhu air pada kondisi I
i
dan I
k
adalah tidak sepenuhnya diakibatkan oleh adanya aktivitas benih ikan di dalamnya, akan tetapi juga
karena adanya mesin pompa yang saat bekerja menghasilkan panas. Apabila suhu air laut pada kondisi I
i
dan I
k
dikurangi dengan suhu air laut pada kondisi K
k
, maka hasil pengurangan tersebut adalah merupakan suhu air laut yang disebabkan oleh aktivitas benih ikan. Dengan demikian, perubahan suhu air laut
selama 2 jam pengamatan yang disebabkan oleh aktivitas benih ikan pada kondisi I
s
berkisar antara 0,1 – 0,3 ºC. Adapun perubahan suhu air laut selama 2 jam pengamatan yang disebabkan oleh aktivitas benih ikan pada kondisi I
k
adalah berkisar antara 0,2 – 0,4 ºC. Secara sederhana, dapat dihitung besarnya kontribusi tiap benih ikan terhadap
perubahan suhu air pada kondisi pengukuran I
k
, yaitu sebesar 0,07 - 0,13 ºC per benih ikan selama 120 menit 2 jam. Dengan demikian terlihat bahwa kontribusi perubahan
suhu air yang disebabkan oleh individu benih ikan yang berada tidak sendiri di dalam tabung respirometer I
k
lebih kecil dibandingkan dengan kontribusi perubahan suhu air yang disebabkan oleh individu benih ikan yang berada sendiri di dalam tabung
respirometer I
i
. Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan nilai F
hit
F
tab
. Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kontribusi suhu yang dihasilkan oleh individu
benih ikan pada kondisi I
i
dengan individu benih ikan pada kondisi I
k
. Hasil uji statistik disajikan pada Lampiran 4.
Inoue et.al 2008 dan Chandroo et.al 2004 dalam penelitiannya menunjukkan bahwa terjadi peningkatan aktivitas ikan pada saat ikan mengalami stres. Stres dapat
mengakibatkan meningkatnya produksi amoniak dan peningkatan suhu tubuh pada ikan. Grøttum and Sigholt 1998 menyebutkan bahwa metabolisme individu ikan dalam
tabung respirometer lebih tinggi dibandingkan dengan di kolam budidaya. Tingkat stres yang tinggi dalam tabung respirometer diduga sebagai penyebab meningkatnya
metabolisme dalam tubuh benih ikan. Kondisi ini disebabkan keterbatasan ruang gerak benih ikan di dalam tabung respirometer yang berbeda dengan kondisi normal
keberadaan benih ikan baik di bak penampungan atau keramba apung atau alamnya. Budidaya pembenihan ikan kerapu bebek biasanya dilakukan dalam keramba jaring
apung atau bak penampungan. Benih-benih ikan tersebut ditempatkan tidak sendirian akan tetapi bersama ratusan hingga ribuan benih ikan kerapu lainnya dalam satu unit
penampungan. Kondisi benih ikan yang dimasukkan ke dalam tabung respirometer yang memiliki volume terbatas diduga menjadi penyebab meningkatnya metabolisme benih
ikan akibat stres sehingga pada akhirnya menyebabkankan peningkatan suhu air selama pengukuran. Walaupun demikian ketidaksendirian benih ikan di dalam tabung
respirometer, diduga menjadi penyebab rendahnya tingkat stres benih ikan yang terjadi. Lebih rendahnya tingkat stres yang muncul, mengakibatkan peningkatan metabolisme
dan suhu tubuh benih ikan tidak terlalu besar.
2 Konsentrasi oksigen terlarut
Walaupun individu benih ikan yang dimasukkan ke dalam tabung respirometer pada setiap pengukuran dan kondisi pengukuran tidaklah sama, akan tetapi kesemua
benih ikan tersebut memiliki ukuran TL antara 5 – 7 cm. Penggunaan benih ikan yang berbeda pada setiap pengukuran dan kondisi pengukuran dimaksudkan untuk
menghindari pengaruh faktor keterbiasaan ikan di dalam tabung respirometer yang mungkin dapat terjadi. Ukuran panjang dan berat tiap benih ikan kerapu bebek yang
digunakan disajikan pada Tabel 21. Pada tabel tersebut terlihat bahwa benih ikan kerapu bebek yang berukuran TL antara 5 - 7 cm, memiliki kisaran berat tubuh antara
3,35-3,86 gram per benih ikan. Adapun tinggi badan ikan yang diukur dari bagian perut paling bawah hingga bagian punggung paling atas adalah berkisar antara 2,5-2,8 cm.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ukuran benih ikan kerapu yang digunakan relatif sama besar.
Pada Gambar 47, disajikan grafik hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut DO rata-rata dari masing-masing kondisi K
k
, I
i
dan I
k
. Tabel 21 Panjang dan berat ikan kerapu bebek yang dijadikan contoh uji
Kondisi Pengukuran
Ukuran Benih Ikan Kerapu Bebek Panjang cm
Berat gram
I
i
ke-1 6,5
3,47 ke-2
6,6 3,55
ke-3 6,8
3,58
I
k
ke-1 6,8
3,40 6,9
3,62 6,1
3,35
ke-2 6,8
3,55 6,9
3,86 6,7
3,43
ke-3 6,7
3,63 6,8
3,70 6,7
3,51
Gambar 47 Rata-rata perubahan konsentrasi oksigen terlarut selama 120 menit 2 jam pada kondisi K
k
, I
i
dan I
k
.
Gambar 47 menampilkan grafik perubahan nilai konsentrasi oksigen terlarut secara rata-rata dari tiga kondisi pengukuran, yaitu kondisi K
k
, I
i
dan I
k
. Terlihat bahwa pada pengukuran kondisi kosong tidak terjadi pengurangan konsentrasi oksigen terlarut
selama 2 jam pengamatan. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat penggunaan oksigen selama 2 jam pengamatan pada kondisi kosong. Adapun grafik untuk kondisi I
i
dan I
k
mengalami perubahan, yaitu terjadi penurunan nilai konsentrasi oksigen terlarut. Dari nilai rata-rata hasil pengukuran konsentrasi oksigen pada kondisi I
i
, terlihat bahwa ketiga individu benih ikan yang diukur selama 2 jam pengamatan menggunakan
oksigen dalam jumlah yang relatif sama. Demikian pula pada pengukuran tiga kelompok benih ikan pada kondisi I
k
, menunjukkan hasil pengukuran yang relatif sama. Dari jumlah konsentrasi oksigen terlarut yang berkurang selama 2 jam pengamatan,
pengurangan jumlah konsentrasi oksigen terlarut pada pengukuran I
i
adalah berkisar antara 0,8 – 0,9 mg O
2
liter. Adapun jumlah pengurangan konsentrasi oksigen terlarut selama pengukuran tiga kondisi I
k
adalah berkisar antara 1,1 – 1,3 mg O
2
liter. Dapat dikatakan bahwa pengurangan konsentrasi oksigen terlarut sebesar 1,1 – 1,3 mg O
2
liter pada pengukuran kondisi I
k
merupakan pengurangan konsentrasi oksigen terlarut yang diakibatkan oleh adanya aktivitas 3 ekor benih ikan di dalamnya. Oleh karena itu
diperkirakan setiap individu benih ikan pada ketiga kelompok benih ikan yang diukur, selama 2 jam pengamatan mengkonsumsi oksigen sebesar 0,37 – 0,40 mg O
2
liter. Jika dibandingkan antara pengurangan konsentrasi oksigen terlarut selama 2 jam
pengamatan oleh individu benih ikan pada pengukuran kondisi I
i
dengan individu benih ikan pada pengukuran I
k
, terlihat bahwa pengurangan oksigen terlarut oleh individu benih ikan pada kondisi I
k
, lebih kecil bila dibandingkan dengan individu benih ikan pada kondisi I
i
. Telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya bahwa benih ikan yang mengalami
stres, akan mengakibatkan terjadinya peningkatan metabolisme dalam tubuh benih ikan. Sehingga untuk mengimbangi peningkatan metabolisme di dalam tubuh benih ikan
tersebut, maka benih ikan yang stres akan mengkonsumsi oksigen lebih benyak lagi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa benih ikan yang berada sendiri di dalam
tabung respirometer diduga mengalami stres yang lebih tinggi dibandingkan dengan benih ikan yang tidak sendiri di dalam tabung respirometer.
Jika grafik I
i
dan I
k
saling dibandingkan, maka terlihat bahwa mulai menit ke-0 hingga menit ke-70 pengamatan, kedua grafik cenderung mengalami penurunan yang
relatif sama. Barulah pada menit ke-70 hingga ke-120, terjadi perubahan penurunan konsentrasi oksigen terlarut yang cukup signifikan di antara keduanya. Berdasarkan
hasil uji statistik menunjukkan nilai F
hit
F
tab
. Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nilai konsumsi oksigen benih ikan yang digunakan oleh individu ikan pada
kondisi I
i
dengan individu ikan pada kondisi I
k
. Hasil uji statistik disajikan pada Lampiran 4.
Sebagaimana telah dijabarkan sebelumnya, pengkondisian benih ikan yang
berbeda dengan kondisi lingkungan yang selama ini ditempatinya, dapat menimbulkan stres pada benih ikan. Benih ikan yang stres akan mengalami peningkatan metabolisme
di dalam tubuh yang ditandai dengan meningkatnya produksi amoniak dan suhu tubuh. Berdasarkan hasil pengukuran suhu air laut pada pembahasan sebelumnya, terlihat
bahwa peningkatan suhu air laut yang disebabkan oleh satu ekor benih ikan kerapu bebek pada kondisi I
i
lebih besar bila dibandingkan dengan satu ekor benih ikan kerapu bebek pada kondisi I
k
. Lebih besarnya perubahan konsentrasi oksigen terlarut dan suhu air di dalam tabung respirometer yang disebabkan oleh individu benih ikan yang
sendirian di dalam tabung respirometer kondisi I
i
menunjukkan kecenderungan untuk menduga bahwa benih ikan tersebut mengalami tingkat stres yang lebih tinggi bila
dibandingkan dengan individu benih ikan yang tidak sendirian di dalam tabung
respirometer kondisi I
k
. Dugaan ini diperkuat dari hasil pengamatan tingkah laku benih ikan yang berada pada kondisi Ii dan I
k
.
3 Tingkah laku benih ikan Tingkah laku benih ikan juga turut diamati selama pengukuran konsentrasi
oksigen terlarut di dalam tabung respirometer. Informasi tentang tingkah laku benih ikan dibutuhkan untuk melengkapi analisis hasil pengukuran konsentrasi oksigen
terlarut dan suhu air. Pada Tabel 22 disajikan perbandingan tingkah laku benih ikan
pada kondisi I
i
dan I
k
, ditinjau dari gerakan operculum dan aktivitas fisik selama 120 menit pengamatan. Schreck and Moyle 1990 mengemukakan bahwa respirasi pada
ikan merupakan proses mengambil oksigen dari lingkungan dan mengeluarkan gas buang ke lingkungan, sehingga dapat dikatakan bahwa proses membuka dan
menutupnya operculum ikan juga merupakan bagian dari proses respirasi. Berdasarkan pengamatan terhadap gerakan operculum, yaitu waktu yang
dibutuhkan mulai dari saat terbukanya operculum hingga tertutup, rata-rata di menit- menit awal pengamatan setiap gerakan operculum membutuhkan waktu rata-rata 0,656
detikbukaan untuk benih ikan yang sendiri kondisi I
i
, dan rata-rata 0,698 detikbukaan untuk benih ikan yang tidak sendiri kondisi I
k
. Ditinjau dari gerakan operculum di awal pengamatan yang tidak berbeda secara signifikan di kedua kondisi tersebut,
menunjukkan bahwa kondisi benih ikan pada kedua kondisi di awal pengamatan berada pada kondisi stres yang sama,yaitu kondisi dimana benih ikan mengalami stres saat
dimasukkan ke tempat yang baru.
Tabel 22 Tingkah laku benih ikan pada kondisi I
i
dan I
k
.
No Pengamatan terhadap
Kondisi pengamatan I
i
I
k
1 Gerakan operculum:
- di awal pengamatan - di tengah pengamatan
- di akhir pengamatan 0,656 detikbukaan
0,946 detikbukaan 0,951 detikbukaan
0,698 detikbukaan 0,629 detikbukaan
0,464 detikbukaan
2 Aktivitas fisik:
- di awal pengamatan: - mulai bergerak dari
kondisi diam: - melakukan gerakan
renang: - mulai berenang ke atas
- berenang ke atas - di akhir pengamatan
diam tanpa menggerakkan sirip
± 20 menit setelah di dalam tabung
respirometer ± 30 menit setelah di
dalam tabung respirometer
± 60 menit setelah di dalam tabung
respirometer
10 kali hingga akhir pengamatan
diam dengan hanya menggerakkan sirip dada
diam tanpa menggerakkan sirip
± 50 menit setelah di dalam tabung
respirometer ± 70 menit setelah di
dalam tabung respirometer
± 85 menit setelah di dalam tabung
respirometer
5 kali hingga akhir pengamatan
bergantian diam dengan hanya
menggerakkan sirip dada dan ekor
3 Posisi benih ikan: - di awal pengamatan:
- di akhir pengamatan di dasar
di dasar di dasar
di dasar
Gerakan operculum benih ikan pada kondisi I
i
dan I
k
diawal pengamatan hingga akhir pengamatan mengalami perubahan. Benih ikan pada kondisi I
i
, semakin lama berada di dalam tabung respirometer, gerakan membuka dan menutup operculumnya
semakin bertambah lama. Operculumnya pun terbuka semakin lebar. Semakin lama atau lebarnya bukaan operculum ikan, menandakan bahwa benih ikan tersebut semakin
membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mengambil oksigen dari lingkungan. Lain halnya yang terjadi pada kondisi benih ikan yang tidak sendiri I
k
, dimana gerakan operculum
di awal hingga akhir pengamatan semakin bertambah cepat. Kondisi ini
menunjukkan adanya pengurangan waktu gerakan operculum di akhir pengamatan bila dibandingkan dengan di awal pengamatan. Peneliti juga mencoba melakukan
pengamatan terhadap gerakan operculum benih ikan di bak penampungan dalam kondisi normal. Pada kondisi normal, teramati gerakan operculum benih ikan kerapu dengan
ukuran yang sama dengan yang diteliti, memiliki gerakan yang lebih cepat sehingga peneliti sulit untuk menghitung kecepatan gerak operculum benih ikan tersebut. Diduga
kecepatan gerak operculum benih ikan di bak penampungan lebih cepat dibandingkan dengan kecepatan gerak operculum di akhir pengamatan pada kondisi I
k
lebih kecil dari 0,464 detikbukaan. Semakin lamanya waktu yang dibutuhkan oleh operculum untuk
membuka hingga menutup kembali, menunjukkan adanya upaya yang lebih keras lagi dari benih ikan tersebut untuk menyaring oksigen dari air yang berada di sekitarnya.
FishVet.Inc. 2000, menyatakan bahwa terdapat beberapa tingkatan stres, yaitu escape, adapt, fatique,
dan exhaustion. Keempat tingkatan stres tersebut ditandai dengan meningkatnya gerakan operculum pada ikan. Peningkatan gerakan operculum yang
dimaksud bisa berupa semakin bertambah cepat atau sebaliknya, semakin lambat tergantung pada kondisi normal ikan. Berdasarkan pemaparan di atas, semakin
besarnya bukaan operculum pada benih ikan kerapu bebek menandakan bahwa benih ikan kerapu bebek mengalami peningkatan metabolisme sehingga membutuhkan
oksigen yang lebih banyak lagi. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi benih ikan yang sendiri diduga lebih stres bila dibandingkan dengan benih ikan yang tidak sendiri,
sebagaimana yang telah disampaikan sebelumnya oleh Grøttum and Sigholt 1998. Sehingga dapat dikatakan bahwa kondisi benih ikan kerapu di akhir pengukuran pada
kondisi I
k
lebih mendekati kondisi normal benih ikan kerapu tersebut saat di bak penampungan.
Berdasarkan aktivitas fisik, benih ikan yang sendiri lebih cepat melakukan gerakan setelah diam beberapa saat sejak dimasukkan ke dalam tabung respirometer
dibandingkan dengan benih ikan yang tidak sendiri. Bahkan benih ikan yang sendiri rata-rata 25 menit lebih cepat bila dibandingkan benih ikan yang tidak sendiri untuk
melakukan gerakan berenang ke atas. Pada Gambar 48 dan 49 disajikan beberapa kondisi benih ikan saat pengamatan dilakukan.
a Ikan sendiri I
i
b Ikan tidak sendiri I
k
Gambar 48 Tingkah laku ikan di awal pengamatan.
a Ikan berenang ke atas b Salah satu ikan berenang
ke atas Gambar 49 Aktivitas ikan: berenang ke atas.
Pada Tabel 22 terlihat bahwa benih ikan yang sendiri kondisi I
i
mulai berenang ke atas setelah 60 menit sejak dimasukkan ke dalam tabung respirometer. Adapun
benih ikan yang tidak sendiri kondisi I
k
mulai berenang ke atas setelah 85 menit sejak dimasukkan ke dalam tabung respirometer, dan aktivitas berenang ke atas dilakukan
secara bergantian di antara ketiga benih ikan tersebut. Di akhir pengamatan, benih ikan pada kondisi I
i
rata-rata diam di dasar hanya dengan menggerakan sirip dada. Adapun benih ikan pada kondisi I
k
, rata-rata ketiganya juga diam di dasar, akan tetapi sambil menggerakkan sirip dada dan ekor.
4 Amoniak tak terionisasi NH
3
un-ionized
Gowen and Bradbury 1987 dalam Leung et al 1999, menyatakan bahwa lebih dari 50 nitrogen yang masuk ke dalam sistem budidaya perikanan laut adalah
merupakan hasil pembuangan. Ikan mengeluarkan nitrogen dalam bentuk amoniak, urea, amines dan amino acids. Boyd 1982 menyatakan bahwa total ammoniak
nitrogen NH
3
-N adalah merupakan penjumlahan dari ion ammonium NH
4 +
dan NH
3
un-ionized . Ion ammonium tidak bersifat racun bagi ikan. Lain halnya amoniak un-
ionized bersifat racun bagi ikan. Amoniak tersebut akan lebih bersifat racun lagi apabila
terdapat pada perairan dengan konsentrasi oksigen terlarut yang rendah. The European Inland Fisheries Advisory Commission 1973 dalam Boyd 1982 menyatakan bahwa
konsentrasi amoniak yang membahayakan dalam waktu singkat adalah jika mengandung 0,6 sampai dengan 2,0 mgliter dari NH
3
-N untuk hampir semua jenis ikan.
Berdasarkan hasil uji konsentrasi NH
3
un-ionized selama pengukuran berlangsung 2 jam pada setiap kondisi, NH
3
un-ionized yang dihasilkan oleh benih ikan yang sendiri kondisi I
i
rata-rata mencapai 0,021 mgliter. Adapun kandungan NH
3
un-ionized yang dihasilkan oleh 3 ekor benih ikan yang tidak sendiri kondisi I
k
rata-rata mencapai 0,017 mgliter. Diperkirakan produksi amoniak un-ionized untuk 1 ekor benih ikan pada kondisi I
k
adalah sebesar 0,006 mgliter. Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya oleh Inoue et.al 2008 dan Chandroo et.al 2004, stres ikan
mengakibatkan peningkatan metabolisme atau aktivitas ikan yang ditandai salah satunya adalah dengan meningkatnya produksi amoniak. Tingkat stres yang lebih rendah pada
benih ikan yang tidak sendiri bila dibandingkan dengan benih ikan yang sendiri menjadi penyebab produksi amoniak rata-rata oleh 1 ekor benih ikan pada kondisi tidak sendiri
kondisi I
k
menjadi lebih kecil bila dibandingkan dengan produksi amoniak oleh benih ikan yang sendiri kondisi I
i
. Pada kondisi yang tertutup sebagaimana yang terjadi pada tabung respirometer
selama pengukuran konsentrasi oksigen terlarut dilakukan, diduga akan selalu terjadi akumulasi pertambahan suhu air dan amoniak yang pada akhirnya akan menambah
tingkat stres benih ikan. Secara sederhana dapat dideskripsikan proses terjadinya peningkatan level stres pada benih ikan yang terdapat di dalam tabung respirometer
selama pengukuran. Panas yang dihasilkan oleh mesin yang bekerja, akan
meningkatkan suhu air di dalam tabung respirometer. Suhu air menurut FishVet.Inc 2000 adalah merupakan salah satu faktor fisika lingkungan yang dapat menyebabkan
ikan stres. Perubahan suhu lingkungan tersebut segera dirasakan oleh benih ikan yang ada di dalamnya. Tubuh benih ikan mulai bereaksi untuk beradaptasi dengan adanya
peningkatan suhu lingkungan tersebut, yaitu berupa peningkatan metabolisme dalam tubuh benih ikan. Peningkatan metabolisme benih ikan pada akhirnya akan
mengakibatkan semakin bertambah banyaknya keluaran amoniak dari tubuh benih ikan, dan amoniak merupakan salah satu faktor kimia lingkungan yang dapat mengakibatkan
benih ikan stres. Peningkatan metabolisme benih ikan akan diikuti oleh peningkatan konsumsi oksigen terlarut oleh benih ikan. Selama pengukuran dilakukan, tidak terjadi
penambahan konsentrasi oksigen terlarut dalam air yang terdapat di dalam tabung respirometer. Peningkatan konsumsi oksigen oleh benih ikan, mengakibatkan
ketersediaan oksigen terlarut di lingkungan semakin berkurang. Pengurangan konsentrasi oksigen terlarut di lingkungan, merupakan salah faktor fisik lingkungan
selain suhu air yang dapat mengakibatkan benih ikan stres. Pertambahan suhu air dan amoniak serta pengurangan konsentrasi oksigen terlarut di lingkungan yang terjadi
secara terus menerus di duga sebagai penyebab meningkatnya level respon stres benih ikan di dalam tabung respirometer. Terlebih jika kandungan amoniak di lingkungan
sangat tinggi, maka akan semakin cepat terjadinya peningkatan level stres pada benih ikan, dan mungkin saja akan mempercepat kematian benih ikan.
5 Konsumsi oksigen benih ikan kerapu bebek
Penentuan konsumsi oksigen benih ikan dilakukan dengan mengukur konsentrasi oksigen di awal dan di akhir pengukuran dengan memperhitungkan volume
air dan waktu pengukuran sebagaimana persamaan yang dikemukakan oleh Schreck dan Moyle 1990 persamaan 1. Akan tetapi sebelum pengukuran konsumsi oksigen benih
ikan, terlebih dahulu dilakukan pengukuran dalam kondisi kosong, yaitu pengukuran dimana di dalam tabung respirometer hanya terdapat air laut tanpa benih ikan di
dalamnya. Tujuan pengukuran kondisi kosong adalah untuk memastikan bahwa air laut yang berada di dalam tabung respirometer tidak berisi jasad renik. Berdasarkan hasil
pengukuran saat kondisi kosong, konsentrasi oksigen terlarut di awal dan di akhir pengukuran tidak berubah Gambar 47. Kondisi ini menunjukkan bahwa air laut di
dalam tabung respirometer tidak mengandung jasad renik. Pada Tabel 23 disajikan nilai konsumsi oksigen benih ikan yang diperoleh dengan menggunakan persamaan 1.
Tabel 23 Nilai konsumsi oksigen
Kondisi Pengukuran
Ukuran benih ikan kerapu bebek
Konsumsi oksigenekor
mg O
2
jamekor Panjang
cm Berat
gram
I
i
ke-1 6,5
3,47 1,836
ke-2 6,6
3,55 1,632
ke-3 6,8
3,58 1,632
Nilai tengah: 1,734
I
k
ke-1 6,8
3,40 0,884
6,9 3,62
6,1 3,35
ke-2 6,8
3,55 0,816
6,9 3,86
6,7 3,43
ke-3 6,7
3,63 0,748
6,8 3,70
6,7 3,51
Nilai tengah: 0,816
Pada Tabel 23 terlihat bahwa nilai konsumsi oksigen tiap individu benih ikan pada pengukuran kondisi I
i
adalah berkisar antara 1,632 – 1,836 mg O
2
jam dengan nilai tengah sebesar 1,734 mg O
2
jam. Adapun nilai konsumsi oksigen rata-rata tiap individu benih ikan pada pengukuran kondisi I
k
adalah berkisar antara 0,748 – 0,884 mg O
2
jam dengan nilai tengah sebesar 0,816 mg O
2
jam. Jika mengacu pada nilai tengah konsumsi pada kedua kondisi pengukuran, maka nilai konsumsi oksigen benih ikan
kerapu bebek Cromileptes altivelis berukuran TL antara 5 – 7 cm adalah berkisar antara 0,816 – 1,734 mg O
2
jam per ekor. Berdasarkan pemaparan di atas terlihat bahwa nilai konsumsi oksigen satu ekor
benih ikan yang tidak sendiri lebih kecil bila dibandingkan dengan nilai konsumsi oksigen satu ekor benih ikan yang sendiri. Jika dikaitkan dengan paparan sebelumnya
tentang perubahan suhu air dan tingkah laku benih ikan, lebih kecilnya nilai konsumsi oksigen satu ekor benih ikan yang tidak dalam kondisi sendiri mungkin saja terjadi.
Diduga benih ikan yang dalam kondisi sendiri di dalam tabung respirometer kondisi I
i
lebih stres bila dibandingkan dengan benih ikan yang tidak sendiri di dalam tabung
respirometer kondisi I
k
. Sehingga diduga bahwa metabolisme benih ikan yang sendiri lebih tinggi bila dibandingkan dengan metabolisme benih ikan yang tidak sendiri.
Dugaan ini diperkuat dari hasil uji contoh air yang menunjukkan bahwa konsentrasi NH
3
un-ionized pada kondisi I
k
lebih kecil bila dibandingkan dengan konsentrasi NH
3
un-ionized pada kondisi I
i
. Dengan demikian, maka benih ikan yang sendiri mengalami metabolisme yang lebih tinggi sehingga membutuhkan oksigen yang lebih banyak bila
dibandingkan dengan benih ikan yang tidak sendiri di dalam tabung respirometer. Dapat dikatakan bahwa tingkat konsumsi oksigen benih ikan yang sendiri di dalam
tabung respirometer lebih tinggi bila dibandingkan dengan tingkat konsumsi oksigen benih ikan yang tidak sendiri di dalam tabungrespirometer.