Konsentrasi oksigen terlarut Dissolved oxygen concentration
Gambar 43 Fluktuasi konsentrasi oksigen terlarut selama 24 jam pengamatan
Tabel 18 Rata-rata nilai konsentrasi oksigen terlarut pada setiap perlakuan mg O
2
liter
Jam Sistem pemeliharaan kualitas air
Rersirkulasi-aerasi Resirkulasi
Aerasi
7:30 6,8
6,6 6,5
10:30 6,8
6,5 6,6
13:30 6,7
6,5 6,6
16:30 6,7
6,5 6,6
19:30 6,6
6,4 6,5
22:30 6,6
6,4 6,5
1:30 6,5
6,5 6,5
4:30 6,6
6,5 6,5
Kisaran: 6,5 – 6,8
6,4 – 6,6 6,5 – 6,6
Rata-rata: 6,66
6,49 6,54
Pada Gambar 43 terlihat bahwa berdasarkan kisaran nilai konsentrasi oksigen terlarut pada setiap perlakuan, menunjukkan adanya perbedaan. Berdasarkan uji
statistik pun menunjukkan adanya beda nyata antar perlakuan terhadap konsentrasi oksigen terlarut yang dihasilkan. Hasil uji statistik disajikan pada Lampiran 3.
Berdasarkan hasil uji Tukey Beda Nyata Jujur, sistem kombinasi resirkulasi- aerasi memberikan dampak yang berbeda bila dibandingkan dengan sistem resirkulasi
dan aerasi. Mengacu pada nilai rata-rata yang terdapat pada Tabel 18, terlihat bahwa sistem kombinasi resirkulasi-aerasi menghasilkan konsentrasi oksigen terbesar
dibandingkan dengan dua sistem lainnya. Adapun hasil uji Tukey Beda Nyata Jujur terhadap sistem resirkulasi dan aerasi, keduanya tidak memberikan dampak yang
berbeda nyata terhadap konsentrasi oksigen terlarut di dalam model palka. Hal ini terlihat pula dari nilai rata-rata dan nilai kisaran konsentrasi oksigen terlarut dari kedua
sistem tersebut. Mengacu pada perubahan nilai konsentrasi oksigen terlarut dengan pengukuran
selama 24 jam, terlihat bahwa pada setiap perlakuan ada kecenderungan yang sama, yaitu nilai konsentrasi oksigen terlarutnya cenderung bertambah besar mulai saat siang
hari dan kembali turun menjelang sore hari. Hasil pengukuran suhu air laut sebelumnya juga menunjukkan bahwa pada siang hari terjadi peningkatan suhu air laut dan
menjelang sore hari suhu air mulai mengalami penurunan. Apabila dikaitkan antara suhu air dan konsentrasi oksigen terlarut, maka dapat dikatakan bahwa peningkatan
suhu air akan berakibat pada meningkatnya konsentrasi oksigen terlarut, demikian pula sebaliknya, penurunan suhu air akan berakibat pada menurunnya konsentrasi oksigen
terlarut. Beberapa penelitian yang terkait dengan kebutuhan ikan akan jumlah
konsentrasi oksigen terlarut di lingkungan hidupnya, diantaranya adalah Langkosono 2006, Pescod dan Okun 1973, Huet 1971 dan Sun et.al 2007. Langkosono
2006 menyatakan bahwa konsentrasi oksigen terlarut yang baik bagi ikan kerapu adalah 3,95-4,28 mlliter, sedangkan Sun et.al 2007 menyatakan bahwa benih ikan
kerapu kuning Epinephelus awoara masih tetap dalam kondisi normal pada kondisi air laut dengan konsentrasi oksigen terlarut di atas 6 mg O
2
liter. Normal yang dimaksud di sini adalah kondisi ikan terlihat sehat, aktivitas dan warna badan normal serta kondisi
berkelompok FishVet.Inc., 2000. Adapun Pescod dan Okun 1973 menyatakan bahwa konsentrasi oksigen terlarut yang baik bagi kehidupan ikan harus lebih dari 2
ppm. Terkait dengan jumlah konsentrasi oksigen yang dibutuhkan selama pengangkutan, Huet 1971 menyatakan bahwa konsentrasi oksigen terlarut minimal
yang masih dapat ditoleransi oleh ikan selama pengangkutan berkisar antara 2 – 3 mgliter. Mengacu pada beberapa hasil penelitian di atas, berdasarkan kisaran nilai
konsentrasi oksigen terlarut yang dihasilkan oleh ketiga sistem pemeliharaan kualitas air sebagaimana disajikan pada Gambar 37, maka dapat dikatakan bahwa ketiga sistem
tersebut mampu mempertahankan konsentrasi oksigen terlarut dengan kisaran nilai yang dapat mempertahankan hidup benih ikan kerapu.