Sel Goblet pada Bronkhiolus

4.2 Sel Goblet pada Bronkhiolus

Sel goblet merupakan sel yang menghasilkan mukus pada saluran pernafasan. Sel goblet mempunyai inti yang terletak di bagian dasar sel. Tekanan dari mukus yang dihasilkan oleh sel goblet membuat inti sel ini terletak di bagian dasar sel. Organel sel pada sel goblet seperti organel sel pada umumnya, terdapat badan golgi, rER dan mitokondria. Pada umumnya, sel goblet mensekresikan yang berupa glikoprotein sulfat sebagai komponen utama dari mukus Dellmann 1998. Keadaan sel goblet diamati pada perbesaran 40x10, pengamatan dilakukan pada deretan epitel bronkhiolus. Sel goblet dibedakan dengan sel epitel menggunakan pewarnaan Periodic Acid Schiff PAS. Pewarnaan PAS akan mewarnai mukus yang dihasilkan oleh sel goblet Aughey 2001. Penghitungan sel goblet dilakukan pada deretan epitel sekeliling lumen bronkhiolus, kemudian ukuran keliling lumen bronkhiolus diukur menggunakan perangkat lunak image J. Sediaan histopatolgi dihitung dihitung pada 5 lapang pandang pengamatan dengan menggunakan perbesaran 40x 10. Hasil penghitungan terhadap sel goblet dapat dilihat pada tabel 9. Data disajikan dalam satuan sel goblet per 1000 m. Tabel 9 Jumlah Sel Goblet Pada Bronkhiolus Mencit yang Diberi Perlakuan Jintan Hitam Kelompok Perlakuan Jumlah Sel Goblet 1000 µm Kontrol HS 0.1 HS 0.2 HS-Madu 19.47 ± 17.33 a 39.47 ± 29.81 b 15.60 ± 16.04 a 13.40 ± 9.88 a Keterangan: Huruf superscript pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf p0.05 Kelompok HS 0.1 menunjukkan rata-rata jumlah sel goblet tertinggi. Tingginya jumlah sel goblet pada kelompok HS 0.1 dapat disebabkan karena dosis jintan hitam yang diberikan 0.1 mlekorhari belum cukup untuk memberikan efek perlindungan terhadap saluran nafas. Hal ini dibuktikan dengan hasil yang ditunjukkan oleh kelompok dengan dosis yang lebih tinggi kelompok HS 0.2 dengan dosis 0.2 mlekorhari yang menunjukkan jumlah sel goblet yang lebih rendah. Tingginya jumlah sel goblet pada kelompok HS 0.1 bisa juga disebabkan karena adanya kejadian infeksi. Mencit yang digunakan dalam penelitian ini sudah diberikan masa adaptasi terlebih dahulu namun tidak menutup kemungkinan terjadi infeksi atau iritasi yang disebabkan oleh agen-agen yang terbawa udara pernafasan karena udara yang masuk adalah udara bebas. Adanya perbedaan respon individu juga menyebabkan kelompok HS 0.1 menunjukkan hasil jumlah sel goblet yang lebih tinggi dibandingkan kelompok lainnya. Aktivasi sel goblet mempunyai hubungan dengan kejadian peradangan yang terjadi pada saluran nafas dan paru-paru. Penelitian yang dilakukan oleh Saetta dan Turato 2000 menunjukkan bahwa jumlah sel goblet dan sel radang meningkat berbanding lurus pada individu perokok. Infiltrasi sel radang akan menyebabkan peningkatan aktivasi sel goblet dan produksi mukus yang menyebabkan terjadinya gangguan seperti obstruksi saluran nafas. Jumlah sel goblet akan meningkat apabila terjadi peradangan. Perbedaan jumlah sel goblet pada kelompok yang diberi perlakuan dipengaruhi oleh aktifitas antiinflamasi bahan aktif yang terkandung dalam jintan hitam yaitu thymoquinon. Aktifitas anti inflamasi jintan hitam berasal dari kemampuan thymoquinone dalam menghambat pembentukan eicosanoid. Thymoquinone bekerja dengan cara menghambat cyclooxigenase dan 5-lipooxygenase dari metabolisme asam arachidonat Houghton et al. 1995. Penelitian yang dilakukan oleh Rostika 2012 pada saluran pencernaan mencit yang diberi perlakuan jintan hitam dan kombinasi jintan hitam dan madu juga menunjukkan penurunan jumlah sel goblet yang berarti dapat memberikan efek yang baik bagi saluran pernafasan. El Gazzar et al. 2006 meneliti efek pemberian thymoquinone dari jintan hitam pada tikus yang menderita peradangan saluran nafas. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa thymoquinone secara signifikan dapat menghambat radang paru-paru yang dinduksi alergen eosinofilik serta penurunan sel goblet. Gambaran histopatologi sel goblet saluran pernafasan mencit dari masing-masing kelompok perlakuan dapat dilihat pada gambar 9. Gambar 9. Gambaran histopatologi sel goblet dengan pewarnaan Periodic Acid Schiff PAS perbesaran 40X10. Sel Goblet ditandai dengan tanda panah. 4.3 Bronchial-Associated Lymphoid Tissue BALT Bronchial-associated lymphoid tissue BALT termasuk ke dalam kelompok organ limfoid sekunder. Selain BALT ada juga GALT yaitu Gut- associated lymphoid tissue. BALT berisi sel-sel limfoid yang bertugas yang bertanggung jawab terhadap respon imun yang diperantarai sel McGavin 2007. Mencit memiliki BALT yang lebih sedikit jika dibandingkan kelinci dan marmut Cesta 2006. Pengamatan keberadaan BALT dilakukan dengan menghitung rata-rata luas fokus BALT yang terlihat di sekitar bronkhus dan bronkhiolus pada setiap lapang pandang. Selain keberadaan fokus BALT juga dihitung rataan kepadatan sel limfoid pada BALT. Penghitungan luas fokus BALT dilakukan pada pembesaran 4x10. Pengamatan terhadap kepadatan sel BALT dilakukan pada pembesaran 100 X 10. Hasil pengamatan terhadap keberadaan fokus BALT dan kepadatan sel BALT dapat dilihat pada tabel 10. Kontrol HS 0.1 HS 0.2 HS Madu Tabel 10 Hasil Pengamatan BALT pada Mencit yang Diberi Perlakuan Jintan Hitam Kelompok Perlakuan Rata-rata luas fokus BALT µm 2 Kepadatan sel limfoid pada fokus BALT luas lapang pandang 1000 µm 2 Kontrol HS 0.1 HS 0.2 HS-Madu 2.76 ± 0.53 a 2.69 ± 0.49 a 3.08 ± 0.08 a 2.49 ± 0.59 a 4.68 ± 0.07 ab 4.68 ± 0.06 ab 4.76 ± 0.03 b 4.64 ± 0.06 a Keterangan: Huruf superscript pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf p0.05 Gambaran histopatologi BALT pada mencit kelompok kontrol dapat dilihat pada gambar 10. Gambar 10. Gambaran histopatologi keberadaan fokus BALT tanda panah disekitar bronkhioli dengan pewarnaan HE, perbesaran 4x10 Hasil pengamatan luas fokus BALT tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antar kelompok perlakuan namun kelompok kontrol menunjukkan kecenderungan hasil yang lebih tinggi dibandingkan kelompok perlakuan. Pengamatan terhadap kepadatan sel limfoid BALT menunjukkan perbedaan yang signifikan antar kelompok. Kelompok HS 0.2 menunjukkan rata-rata paling tinggi dibandingkan dengan kelompok yang lainnya. Tingginya kepadatan sel limfoid BALT pada kelompok HS 0.2 bisa disebabkan karena dosis yang diberikan sudah melewati dosis efektif untuk memberikan efek sebagai immunomodulator. Kelompok yang diberi perlakuan jintan hitam dengan dosis jintan hitam 0,1 mlekorhari kelompok HS 0.1 dan kelompok yang diberi perlakuan kombinasi jintan hitam dan madu HS Madu menunjukkan kepadatan sel limfoid BALT yang lebih rendah. Gambar histopatologi yang menunjukkan kepadatan sel limfoid pada fokus BALT pada masing-masing kelompok perlakuan dapat dilihat pada gambar 11. Gambar 11. Gambaran mikroskopi kepadatan sel limfoid pada BALT dengan pewarnaan HE, perbesaran 100×10 dari masing-masing kelompok perlakuan. BALT akan membesar dan meningkat jumlah sel limfoidnya jika terjadi reaksi imun atau peradangan. Jintan hitam diketahui mempunyai efek sebagai immunomodulator. Pemberian jintan hitam dapat meningkatkan rasio antara sel T- helper T4 dan sel T-supressor T8. Selain itu pemberian jintan hitam juga meningkatkan aktivitas sel natural killer Omar et al. 1999. Selain itu jintan hitam juga diketahui dapat meningkatkan jumlah dan toksisitas dari sel natural killer Salem 2005. Tingginya kepadatan sel pada kelompok HS 0.2 disebabkan karena pada kelompok tersebut memiliki kecenderungan peradangan yang lebih Kontrol HS 0.1 HS 0.2 HS Madu tinggi dibandingkan dengan kelompok perlakuan lainnya HS 0.1 dan HS Madu. Peningkatan juga terjadi pada kelompok kontrol yang mempunyai jumlah fokus radang paling banyak, namun peningkatannya tidak sebanyak pada kelompok HS 0.2 karena pada kelompok kontrol tidak diberikan perlakuan apapun. Meningkatnya kepadatan sel limfoid pada BALT berarti menigkatkan sistem pertahanan pada saluran nafas. Jintan hitam dapat meningkatkan sistem imun pada saluran nafas.

4.4 Kongesti dan Hemoragi