kejahatan sebagaimana dimaksud pasal 374 KUHP, melainkan hanyalah perbuatan hukum administrasi, sehingga sanksinya adalah sanksi sesuai dengan
peraturan yang ditetapkan PT. Arta Boga Cemerlang. Berdasarkan alasan tersebut, maka sesuai dengan pasal 192 ayat 2
KUHAP, maka terdakwa harus dibebaskan dari segala tuntutan hukum ontslag van rechtsvervolging sehingga haknya dalam kemampuan, kedudukan, harkat,
serta martabat terdakwa harus direhabilitasi atau dipulihkan.
87
Putusan lepas dari tuntutan pidana ini dijatuhkan disebabkan terdakwa terbukti melakukan
perbuatan, tetapi perbuatan tersebut bukan merupakan perbuatan pidana.
88
4. Pendapat Penulis terhadap Putusan Hakim
Ini merupakan salah satu syarat penjatuhan putusan lepas dari segala tuntutan hukum
yang disebutkan dalam KUHAP. Meskipun secara formal dakwaan penuntut umum terbukti, namun perbuatannya tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan
secara pidana, karena memang dilakukannya sebagai pelaksanaan tugasnya.
Putusan lepas dari segala tuntutan hukum ontslag van rechtsvervolging yang sudah dijatuhkan hakim pemeriksa perkara dalam putusan No. 177 Pid. B
2011 PN. SMI atas terdakwa Roberth alias Ahmad Yusuf Bin Lim Ong Kun memang sudah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, sebagaimana
disebutkan pada pasal 191 ayat 2 KUHAP. Yang menyebutkan pada intinya bahwa apabila ternyata perbuatan yang terbukti dilakukan terdakwa tidak
merupakan tindak pidana, hakim boleh menjatuhkan putusan pelepasan dari segala tuntutan hukum.
87
Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1983 pasal 14 ayat 1.
88
Hari Sasangka, Hukum Pembuktian dalam Perkara Pidana, Mandar Maju: Bandung, 2003, haslaman 122.
Namun, putusan yang dijatuhkan oleh hakim ini kurang tepat dengan alasan bahwa perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa seharusnya bisa
dikategorikan sebagai tindak pidana, bukan kategori perbuatan hukum administrasi, sebagaimana disebutkan hakim dalam uraian pertimbangan
hukumnya. Karena yang menjadi dasar hakim dalam mengkualifikasikan perbuatan terdakwa tersebut adalah dalam lingkungan hukum administrasi dimana
sanksinya hanyalah berupa teguran, peringatan, sampai dengan Pemutusan Hubungan Kerja, dan bukan sanksi pidana adalah berdasarkan keterangan salah
satu saksi yang memberikan keterangan dalam persidangan, yaitu Evan Natanael Gunawan selaku Kepala Operasional PT. Arta Boga Cemerlang. Padahal sanksi-
sanksi yang yang dimaksudkan oleh saksi tersebut adalah untuk perbuatan terdakwa yang melanggar peraturan PT. Arta Boga Cemerlang, yaitu ‘tidak bisa
bekerja merangkap pada perusahaan lain’. Disana tidak ada disinggung mengenai kelalaian terdakwa sebagaimana disebutkan pada pasal yang didakwakan penuntut
umum. Uraian perkara memperlihatkan dengan jelas bahwa tindak pidana
penggelapan tersebut terjadi sebagaimana yang didakwakan dalam surat dakwaan adalah karena kelalaian terdakwa, dalam menjalankan tugas dan kewenangannya.
Terdakwa tidak memiliki kehati- hatian, sehingga tindak pidana tersebut terjadi. Ini bisa kategorikan sebagai culpa. Sebagaimana kita ketahui bahwa kelalaian
merupakan salah satu bentuk kesalahan pada umumnya, artinya suatu macam kesalahan si pelaku tindak pidana yang tidak seberat kesengajaan, yaitu kurang
berhati- hati sehingga akibat yang tidak disengaja terjadi.
89
89
Wirjono Prodjodikoro, Asas- asas Hukum Pidana di Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2003, halaman 72.
Oleh karena itu, seharusnya terdakwa dapat dipidana meskipun tidak seberat perbuatan yang disengaja, karena dalam proses pemeriksaan dalam
persidangan unsur ‘dengan sengaja dan melawan hukum’ sudah terbukti. Selain itu Hazewinkel dan Suringa mengatakan bahwa delik culpa merupakan delik
semu sehingga diadakan pengurangan pidana.
90
Selain itu sebagaimana disebutkan Moeljatno dalam buku Yusti Prabowo Rahayu, bahwa jika seorang
terdakwa terbukti melakukan perbuatan pidana dan terdakwa tidak dapat digolongkan dalam pasal 44- 50 KUHP, maka hakim memutuskan terdakwa
dijatuhi pemidanaan.
91
Merupakan hal yang wajar apabila terdakwa dijatuhi pidana, meskipun pidana yang dijatuhkan rendah. Hal ini juga sejalan dengan Memori Jawaban
Pemerintah MvA yang mengatakan bahwa siapa yang melakukan kejahatan dengan sengaja berarti mempergunakan salah kemampuannya, sedangkan siapa
yang karena salahnya melakukan kejahatan berarti tidak menggunakan kemampuan, yang seharusnya digunakannya.
92
Pendapat Radbruch, yang disadur oleh Satjipto Rahardjo, ada tiga nilai dasar hukum yang harus diterapkan dalam menegakkan hukum, yaitu keadilan,
kegunaan, dan kepastian hukum, yang harus diterapkan secara seimbang dalam suatu peristiwa konkret.
Dengan demikian baik dengan sengaja ataupun karena kesalahannya, seseorang dapat dijatuhi pidana. Hal ini
adalah supaya terdakwa dapat jera dan tidak mengulangi perbuatannya lagi.
93
90
Andi Hamzah, Asas- asas Hukum Pidana, Op. Cit., halaman 125.
Ketiga hal inilah yang harus diterapkan hakim dalam putusannya. Sementara kita lihat disini, meskipun dakwaan sudah terbukti melalui
91
Yusti Prabowo Rahayu, Op. Cit., halaman 89.
92
Ibid.
93
Ediwarman, Op. Cit., halaman 121.
pemeriksaan persidangan, namun terdakwa tetap tidak dipidana. Dalam hal ini seolah- olah pasal- pasal yang didakwakan tersebut tidak punya kegunaan,
sehingga rasa keadilan kurang tercapai. Dalam menangani suatu perkara, hakim diberikan kebebasan oleh undang-
undang, dan pihak lain tidak boleh campur tangan atau mempengaruhi hakim. Di samping itu hakim haruslah jujur dan tidak memihak, agar putusannya benar-
benar memberikan keadilan.
94
Fungsi daripada hukum adalah untuk mengatur hubungan antar negara atau masyarakat dan warganya dan hubungan antar manusia, agar supaya
kehidupan dalam masyarakat berjalan dengan lancar dan tertib serta tugas hukum adalah untuk mencapai kepastian hukum demi adanya ketertiban dan keadilan di
dalam masyarakat. Dengan demikian, hakim bisa memutuskan
berdasarkan keyakinannya, tanpa harus terikat pada undang- undang, namun tetap berdasarkan isi surat dakwaan.
95
Sementara dengan dijatuhkan putusan lepas dari segala tuntutan hukum ini, dapat menimbulkan rasa ketidakadilan dalam masyarakat.
Hakim bertanggungjawab atas segala yang diputuskannya, oleh karena itu hakim harus mendekatkan diri serapat- rapatnya dengan masyarakat supaya tau apa yang
diinginkan masyarakat.
96
94
Gatot Supramono, Op. Cit., halaman 52.
Penulis sebagai bagian dari masyarakat cenderung kurang setuju dengan penjatuhan putusan lepas dari segala tuntutan hukum dalam
putusan No. 171 Pid. B 2011 PN. SMI ini. Meskipun memang dalam memutuskannya hakim pemeriksa perkara telah meyebutkan dasar dan alasan
penjatuhan putusan tersebut, sebagaimana disebutkan dalam ketentuan pasal 23
95
Soerjono Soekanto, Beberapa Permasalahan Hukum dalam Kerangka Pembangunan di Indonesia, Universitas Indonesia: Jakarta, 1975, halaman 41.
96
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Op. Cit., halaman 104.
ayat 1 UU No. 14 tahun 1970 tentang Ketentuan- ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, yang pada intinya mengatakan bahwa putusan pengadilan harus
memuat alasan- alasan dan dasar- dasar putusan itu, dan pasal dari peraturan yang menjadi sumber hukum.
110
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan