110
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan oleh penulis di atas, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut :
1. Setelah hakim memandang bahwa pemeriksaan sidang sudah selesai dan telah ditutup, maka hakim mengadakan musyawarah terakhir untuk
mengambil keputusan. Adapun keputusan yang dapat dijatuhkan oleh hakim, terdiri dari tiga kemungkinan, yaitu putusan pemidanaan, putusan
bebas, dan juga putusan pelepasan dari segala tuntutan hukum. Putusan pemidanaan dijatuhkan apabila pengadilan berpendapat bahwa terdakwa
bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya. Adapun putusan bebas dijatuhkan apabila hakim tidak memperoleh keyakinan
mengenai kebenaran dengan kata lain mengenai pertanyaan apakah terdakwa telah melakukan perbuatan yang didakwakan atau ia yakin
bahwa apa yang didakwakan tidak atau setidak- tidaknya bukan terdakwa yang melakukannya. Terakhir adalah putusan pelepasan dari segala
tuntutan hukum, yang dijatuhkan apabila pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu
tidak merupakan suatu tindak pidana. 2. Alasan- alasan atau dasar dari penjatuhan putusan lepas dari segala
tuntutan hukum oleh hakim ini adalah beberapa hal yang telah disebutkan dalam KUHAP dan KUHP. Sebagai bahan pertimbangan juga akan
dibahas mengenai alasan penjatuhan putusan lepas dari segala tuntutan
hukum yang dimuat dalam RUU KUHAP dan Konsep KUHP baru. Alasan yang disebutkan dalam KUHAP dapat dilihat dalam rumusan pasal 191
ayat 2, yaitu apabila menurut pendapat hakim peristiwa yang dalam surat dakwaan yang didakwakan terhadap terdakwa adalah terbukti, namun
perbuatan yang terbukti itu bukanlah merupakan tindak pidana, baik itu kejahatan maupun pelanggaran. Jadi, dalam rumusan pasal ini, hanya
disebutkan bahwa suatu perbuatan ternyata bukanlah kategori tindak pidana, tanpa menyebutkan seperti apa kategori tindak pidana itu sendiri.
Berbeda dengan RUU KUHAP yang dengan tegas menyebutkan dalam pasal 187 ayat 3 bahwa putusan lepas dari segala tuntutan hukum
dijatuhkan apabila hakim berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi ada dasar peniadaan pidana. Jadi, terlihat
jelas alasan apa yang dapat mendasari dijatuhkannya putusan pelepasan dari segala tuntutan hukum tersebut.
Alasan yang disebutkan dapat menjadi dasar penjatuhan putusan pelepasan dari segala tuntutan hukum ini dalam KUHP adalah adanya alasan- alasan
khusus yang mengakibatkan terdakwa tidak dapat dijatuhi suatu hukuman pidana, seperti pasal 44, 45, 48, 49, 50, dan pasal 51 KUHP, yang lebih
dikenal dengan alasan peniadaan pidana. Alasan peniadaan pidana dalam KUHP ini tidak membedakan antara alasan pemaaf dan alasan pembenar.
Dalam konsep KUHP baru, alasan peniadaan pidana ini dikelompokkan dalam dua jenis, kelompok pertama yaitu alasan pembenar pada paragraf
8, yang terdiri dari pasal 31 sampai dengan pasal 35, serta kelompok kedua yaitu alasan pemaaf pada paragraf 5, yang terdiri dari pasal 42 sampai
dengan pasal 46. Alasan pembenar ini meliputi, perbuatan yang dilakukan untuk melaksanakan peraturan perundang- undangan, perintah jabatan,
perbuatan yang dilakukan karena adanya keadaan darurat, pembelaan dengan seketika, dan juga tidak adanya sifat melawan hukum materiil.
Alasan pemaaf meliputi, perbuatan yang dilakukan dengan keyakinan bahwa perbuatan tersebut bukanlah tindak pidana, perbuatan yang
dilakukan karena paksaan dan ancaman, pembelaan terpaksa yang melampaui batas, atas perintah jabatan yang tanpa wewenang namun
dilaksanakan dengan iktikad baik, tanpa kesalahan, menderita gangguan jiwa, serta belum mencapai umur 12 tahun.
Kemudian terhadap putusan pelepasan dari segala tuntutan hukum ini juga dapat dilakukan upaya hukum yaitu kasasi. Secara yuridis, permintaan
kasasi terhadap putusan lepas dari segala tuntutan hukum merupakan upaya hukum biasa yang dibenarkan undang- undang. Hal ini disebutkan
dalam pasal 244 KUHAP. Sementara terhadap putusan pelepasan dari segala tuntutan hukum ini tidak diperkenankan upaya hukum banding,
sebagaimana ditegaskan pada pasal 67 KUHAP. Berbeda dengan KUHAP, RUU KUHAP memperkenankan dilakukannya upaya hukum banding di
samping upaya hukum kasasi, sebagaimana tersirat dalam pasal 187 ayat 5, yang mengatakan bahwa jika terdakwa diputus lepas dari segala
tuntutan hukum dan penuntut umum tidak mengajukan banding, maka terdakwa dilepaskan dari tahanan sejak putusan diucapkan. Kemudian
dalam bagian umum penjelasan RUU KUHAP juga disebutkan bahwa terdakwa bisa mengajukan banding terhadap putusan pengadilan tingkat
pertama, kecuali putusan bebas, dengan perkataan lain, putusan pelepasan dari segala tuntutan hukum dapat diajukan upaya hukum banding.
3.
Penjatuhan putusan lepas dari segala tuntutan hukum ontslag van rechtsvervolging oleh hakim dalam putusan No. 171 Pid. B 2011 PN.
SMI sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku sebagaimana disebutkan dalam KUHAP. Keputusan yang demikian itu kurang
memenuhi rasa keadilan masyarakat, karena terdakwa dilepaskan dari segala tuntutan hukum, padahal perbuatannya sudah demikian jelas
memenuhi unsur- unsur tindak pidana sebagaimana yang didakwakan padanya secara meyakinkan. Hakim melepaskan terdakwa dari segala
tuntutan hukum dengan alasan bahwa perbuatan terdakwa tersebut bukan merupakan lingkungan hukum pidana, namun lingkungan hukum
administrasi, karena didasarkan pada keterangan salah seorang saksi dalam persidangan. Padahal apa yang dimaksudkan saksi tersebut adalah bukan
menyangkut perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa, melainkan mengenai pelanggaran yang dilakukan terdakwa terhadap peraturan PT.
Arta Boga Cemerlang yaitu ‘tidak bisa bekerja dalam dua tempat’.
B. Saran