Tindak Pidana Tinjauan Kepustakaan

iiiMengambil keputusan melalui pencocokan cerita dengan pasal undang- undang yang digunakan sebagai dasar pemidanaan. d Tahap Pengambilan Putusan Pidana Moeljatno menjelaskan ada beberapa tahapan dalam pengambilan putusan pidana oleh hakim, yaitu sebagai berikut: 20 i Perbuatan pidana dapat diberi arti perbuatan yang dilarang dan diancam pidana, barangsiapa melanggar larangan tersebut. Perbuatan pidana dan tanggung jawab disini berbeda. Artinya, hakim menganalisis apakah terdakwa melakukan perbuatan pidana atau tidak, yang dipandang primer adalah segi masyarkat yaitu perbuatan sebagai tersebut dalam rumusan suatu aturan pidana. ii Jika seorang terdakwa dinyatakan terbukti melakukan perbuatan pidana melanggar suatu pasal tertentu, hakim selanjutnya menganalisis apakah terdakwa dapat dinyatakan bertanggungjawab atas perbuatan pidana yang dilakukannya. Disini yang dipandang primer adalah orang itu sendiri. iii Jika seorang terdakwa yang terbukti melakukan perbuatan pidana dan perbuatan terdakwa tidak dapat digolongkan dalam pasal 44- 50 KUHP, hakim memutuskan terdakwa dijatuhi pemidanaan.

2. Tindak Pidana

a Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana atau perbuatan pidana merupakan suatu istilah yang mengandung suatu pengertian dasar dalam ilmu hukum pidana, sebagai istilah yang dibentuk dengan kesadaran dalam memberikan ciri tertentu pada peristiwa hukum pidana. Perbuatan pidana mempunyai pengertian yang abstrak dari peristiwa – peristiwa yang konkret dalam lapangan hukum pidana, sehingga perbuatan pidana haruslah diberikan arti yang bersifat ilmiah dan ditentukan dengan jelas untuk dapat memisahkan dengan istilah yang dipakai sehari – hari dalam kehidupan masyarakat. Banyak istilah lain untuk perbuatan pidana yaitu peristiwa pidana, tindak 20 Ibid., halaman 85. pidana, pelanggaran pidana, delik pidana dan straafbar feit. Istilah tindak pidana adalah berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu “strafbaarfeit”. Walaupun istilah itu terdapat dalam WvS Belanda dengan demikian juga WvS Hindia Belanda KUHP, akan tetapi tidak ada penjelasan resmi tentang apa yang dimaksud dengan strafbaarfeit itu. Karena itu para ahli hukum berusaha untuk memberikan arti dan isi istilah itu. Sayangnya sampai kini belum ada keseragaman pendapat. 21 Menurut R. Tresna, pertimbangan atau pengukuran terhadap perbuatan- perbuatan terlarang, yang menetapkan mana yang harus ditetapkan sebagai peristiwa pidana dan mana yang tidak dianggap sedemikian pentingnya, dapat berubah tergantung dari keadaan, tempat dan waktu atau suasana serta berhubungan erat dengan perkembangan pikiran dan pendapat umum. Apa yang pada suatu waktu di tempat itu dianggap sebagai suatu perbuatan yang harus dicela namun tidak membahayakan kepentingan masyarakat, pada suatu saat bisa berubah dan dianggap sebagai suatu kejahatan. Sebaliknya, apa yang tadi dianggap sebagai suatu kejahatan, di waktu yang lain, karena keadaannya berubah, dianggap tidak merupakan suatu hal yang membahayakan. Undang- undang harus mencerminkan keadaan, pendapat atau anggapan umum, dan meskipun pada umumnya undang- undang selalu terbelakang dalam mengikuti perkembangan gerak hidup dalam masyarakat, akan tetapi terhadap beberapa perbuatan, ketentuan hukum tetap sesuai dengan anggapan umum. Misalnya pembunuhan, dari dulu kala sampai sekarang, 21 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Raja Grafindo: Jakarta, 2002, halaman 67. tetap dianggap sebagai suatu perbuatan jahat, baik dilihat dari sudut agama atau moral, maupun dilihat dari sudut sopan santun, sehingga sudah semestinya terhadap perbuatan yang demikian itu diadakan ancaman hukuman pidana. 22 Tidak ada persamaan pendapat di kalangan para ahli tentang syarat- syarat yang menjadikan perbuatan manusia itu sebagai peristiwa pidana, oleh karena itu R. Tresna menyatakan, dapat diambil sebagai patokan bahwa peristiwa pidana itu harus memenuhi syarat- syarat berikut ini : i Harus ada suatu perbuatan manusia, maksudnya bahwa memang benar-benar ada suatu tindakan atau perbuatan yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang. Adapun tindakan yang dilakukan merupakas suatu perbuatan tertentu yang dapat dipahami oleh orang lain sebagai suatu peristiwa; ii Perbuatan itu harus sesuai dengan apa yang dilukiskan di dalam ketentuan hukum, artinya perbuatan sebagai suatu peristiwa hukum memenuhi isi ketentuan hukum yang berlaku pada saat ini hukum positif. Dan pelakunya memang benar-benar telah berbuat seperti yang terjadi dan terhadapnya wajib dimintakan pertanggungjawaban akibat yang timbul dari apa yang telah diperbuatnya itu. Berkenaan dengan syarat ini hendaknya dapat dibedakan bahwa ada suatu perbuatan yang tidak dapat disalahkan dan terhadap pelakunya tidak bisa dimintakan 22 Mohammad Ekaputra, Dasar – Dasar Hukum Pidana, USU Press: Medan, 2010, halaman 76. pertanggungjawaban.Perbuatan-perbuatan yang tidak dapat disalahkan ini adalah perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh sesorang atau beberapa orang dalam melaksanakan tugas, membela diri dari ancaman orang lain yang mengganggu keselamatannya dan dalam keadaan darurat dan mereka yang tidak mempunyai kesalahan; iiiHarus terbukti adanya “dosa” pada orang yang berbuat, yaitu orangnya harus dapat dipertanggungjawabkan, maksudnya bahwa perbuatan yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang itu dapat dibuktikan dan memang terbukti bahwa perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang disalahkan oleh ketentuan hukum; iv Perbuatan itu harus berlawanan dengan hukum,maksudnya bahwa perbuatan itu merupakan perbuatan yang diatur dalam suatu ketentuan hukum dan merupakan suatu perbuatan yang melawan hukum.Perbuatan melawan hukum dimaksudkan jikalau tindakan atau perbuatan telah nyata-nyata bertentangan dengan aturan hukum; v Terhadap perbuatan itu harus tersedia ancaman hukumannya dalam Undang – undang, maksudnya kalau ada suatu ketentuan yang telah mengatur tentang larangan atau keharusan dalam suatu perbuatan tertentu, maka ketentuan itu memuat sanksi ancaman hukumannya. Ancaman hukuman ini dinyatakan secara tegas maksimal hukumannya yang harus dilaksanakan oleh para pelakunya. Kalau didalam suatu perbuatan tertentu, maka didalam suatu perbuatan tertentu, maka dalam peristiwa pidana terhadap pelakunya tidak perlu melaksanakan hukuman. Pengertian dari istilah strafbar feit adalah suatu kelakuan manusia yang diancam pidana oleh peraturan undang – undang, jadi suatu kelakuan yang pada umumnya dilarang dengan ancaman pidana. Menurut Pompe pengertian strafbar feit dibedakan: 23 i Definisi menurut teori memberikan pengertian strafbar feit adalah suatu pelanggaran terhadap norma, yang dilakukan karena kesalahan si pelanggar dan diancam dengan pidana mati untuk mempertahankan tata hukum dan menyelamatkan kesejahteraan umum; ii Definisi menurut hukum positif, merumuskan pengertian strafbar feit adalah suatu kejadian feit yang oleh peraturan undang – undang dirumuskan sebagai perbuatan yang dapat dihukum. Moeljatno, memakai istilah “perbuatan pidana” dan beliau tidak setuju dengan istilah “tindak pidana” karena menurut beliau “tindak” lebih pendek daripada perbuatan, tetapi “tindak” tidak menunjukkan kepada hal yang abstrak seperti perbuatan, tetapi hanya menyatakan keadaan konkrit. 24 b Unsur- unsur Tindak Pidana Menurut doktrin, unsur-unsur tindak pidana terdiri atas unsur subjektif dan unsur objektif, yakni: i Unsur subjektif adalah unsur yang berasal dari dalam diri pelaku. Asas hukum pidana menyatakan “tidak ada hukuman kalau tidak ada kesalahan” An act does not make a person guilty unless the mind is guilty or actus non facit reum nisi mens sit rea. Kesalahan 23 Bambang Poernomo, Asas-Asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia: Jakarta, 1993, halaman 91. 24 Leden Marpaung, Unsur-Unsur Perbuatan Yang Dapat Dihukum delik, Sinar Grafika: Jakarta,1991, halaman 3. yang dimaksud di sini adalah kesalahan yang diakibatkan oleh kesengajaan intentionopzetdolus dan kealpaan negligence or schuld. Pada umumnya para pakar telah menyetujui bahwa “kesengajaan” terdiri atas 3 tiga bentuk, yakni: a Kesengajaan sebagai maksud oogmerk b Kesengajaan dengan keinsafan pasti opzet als zekerheidsbewustzijn c Kesengajaan dengan keinsafan akan kemungkinan dolus evantualis ii Unsur objektif merupakan unsur dari luar diri pelaku yang terdiri atas: a Perbuatan manusia, berupa: i Act, yakni berupa aktif atau perbuatan positif ii Omission, yakni perbuatan pasif atau perbuatan negative, yaitu perbuatan yang membiarkan atau mendiamkan b Akibat result perbuatan manusia Akibat tersebut membahayakan atau merusak, bahkan menghilangkan kepentingan-kepentingan yang dipertahankan oleh hukum, misalnya nyawa, badan, kemerdekaan, hak milik, kehormatan, dan sebagainya. c Keadaan-keadaan circumstances, pada umunya, keadaan tersebut dibedakan antara lain: keadaan pada saat perbuatan dilakukan dan keadaan setelah perbuatan dilakukan d Sifat dapat dihukum berkenaan dengan alasan-alasan yang membebaskan si pelaku dari hukuman. Adapun sifat melawan hukum adalah apabila perbuatan itu bertentangan dengan hukum, yakni berkenan dengan larangan atau perintah.

3. Penggelapan

Dokumen yang terkait

Pertimbangan Hakim Dalam Penjatuhan Hukuman Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Penggelapan (Studi Putusan Nomor : 06/Pid.Sus-Anak/2014/Pn.Mdn)

2 50 101

Putusan Lepas Dari Segala Tuntutan Hukum (Onslag Van Rechtsvervolging) Terhadap Tindak Pidana Penggelapan (Studi Kasus Putusan Nomor: 171/ Pid. B/ 2011/ Pn. Smi)

8 132 131

Kajian Hukum Terhadap Tindak Pidana Korupsi Dalam Dunia Perbankan (Studi Putusan Nomor: : 79/Pid.Sus.K/2012/PN.MDN

1 55 94

Analisis Kriminologi Dan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Penggelapan Mobil Rental (Analisis 4 Putusan Hakim Pengadilan Negeri)

13 165 94

Analisis Hukum Terhadap Putusan Bebas Dalam Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kasus Putusan No. 63 K/Pid/2007)

1 72 106

Analisis terhadap Penerapan Hukum Dalam Tindak Pidana Korupsi (Studi Kasus Putusan Pengadilan...

0 48 5

Analisis Yuridis Normatif Terhadap Putusan Hakim Nomor: 582/Pid.B/2013/PN.Mlg Dalam Perkara Tindak Pidana Perjudian (Studi Putusan Pengadilan Negeri Malang Nomor: 582/Pid.B/2013/PN.Mlg)

1 8 31

BAB II JENIS- JENIS PUTUSAN YANG DIJATUHKAN PENGADILAN TERHADAP SUATU PERKARA PIDANA - Putusan Lepas Dari Segala Tuntutan Hukum (Onslag Van Rechtsvervolging) Terhadap Tindak Pidana Penggelapan (Studi Kasus Putusan Nomor: 171/ Pid. B/ 2011/ Pn. Smi)

0 0 12

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Putusan Lepas Dari Segala Tuntutan Hukum (Onslag Van Rechtsvervolging) Terhadap Tindak Pidana Penggelapan (Studi Kasus Putusan Nomor: 171/ Pid. B/ 2011/ Pn. Smi)

0 0 36

Putusan Lepas Dari Segala Tuntutan Hukum (Onslag Van Rechtsvervolging) Terhadap Tindak Pidana Penggelapan (Studi Kasus Putusan Nomor: 171/ Pid. B/ 2011/ Pn. Smi)

0 0 12