Nilai Sebaran Lamn .4 Nilai Frekuensi Spesies Lamun

Berdasarkan ukuran butiran sedimennya granulometri King 1961 menggolongkan gisik atas gisik pasir sand beaches dan gisik kerikil shingle beaches . Secara fisik profil lereng gisik kerikil umumnya curam dan menurun ke perairan dalam. terutama pada tempat dimana gelombang pecah sedangkan lereng gisik pasir umumnya lebih landai Pethick 1992. Pernyataan Pethick 1992 didukung oleh hasil penelitian ini yang menyatakan bahwa pada profil-profil yang memiliki kemiringan lereng datar masih ditemukan distribusi granulometri sedimen yang berukuran pasir sedang sampai liat. Sedangkan semakin miring lereng distribusi granulometrinya akan semakin didominasi oleh pasir. Selain itu, Pethick 1997 mengklasifikasikan sedimen ke dalam dua kelompok. yaitu sedimen lithogenous yang disebut juga sedimen klastik dan sedimen biogenous yang disebut juga sedimen biogenik. Selanjutnya dikemukakan bahwa sekitar 90 dari total sedimen yang menghampiri lahan Gambar 10. Dendogram klasifikasi hierarki berdasarkan disimilaritas karakteristik fisik-kimia masing-masing stasiun. gisik berasal dari sedimen lithogenous. Namun untuk tempat-tempat tertentu. penyusun utama lahan gisik adalah sedimen biogenous, khususnya daerah yang dikelilingi atau terdapat terumbu karang.

5.3.2 Kemiringan Pantai

Perbedaan pada tingkat kemiringan serta panjang lereng yang diukur bergantung pada topografi perairan masing-masing stasiun. Untuk panjang lereng diukur dari daerah pasang tertinggi sampai surut terendah dimana msih dijumpai lamun. Stasiun A memiliki panjang lereng yang tertinggi dibanding stasiun lainnya. Panjang lereng stasiun A mencapai 110m dari pasang tertinggi, dengan kemiringan lereng 2,3. Berdasarkan angka yang diperoleh dari pengukuran panjang lereng dan kemiringan lereng stasiun A dapat dikategorikan kedalam pantai yang memiliki lereng datar dan memiliki panjang lereng yang agak panjang. Berbeda halnya dengan stasiun B yang memiliki nilai kemiringan lereng 3,04 yang masuk dalam kategori lereng landai, sedangkan untuk panjang lereng sama dengan stasiun A yang masuk dalam kategori agak panjang karena memiliki panjang lereng 100m. Sedangkan untuk stasiun C kemiringan lereng menunjukan angka 3,61 yang tergolong kedalam lereng landai, dan untuk panjang lereng masuk dalam kategori lereng pendek dengan panjang lereng kurang dari 50m. Dari hasil analisa terhadap kemiringan lereng, panjang lereng dan penyebaran lamun dimasing-masing stasiun dapat digambarkan bahwa ada hubungan antara kemiringan lereng, panjang lereng dan penyebaran lamun. Makin landai suatu perairan maka lamun akan menyebar lebih luas ke arah laut, sebaliknya makin curam perairan maka penyebaran lamun makin sempit. Daerah yang memiliki nilai kelerengan yang rendah biasanya memiliki panjang lereng yang lebih lebar. Penyebaran lamun ke arah laut berhubungan dengan kemiringan lereng karena lamun membutuhkan cukup cahaya untuk melakukan proses fotosintesis. Selain itu tingkat kekeruhan dan kecerahan dari perairan juga mempengaruhi penyebaran dari lamun, semakin baik kondisi perairan maka akan memberikan kesempatan lamun untuk tumbuh dan berkembang. Kemiringan lereng juga berkorelasi dengan tunggang pasut, semakin landai suatu perairan maka tunggang pasut akan semakin kecil, begitu juga sebaliknya semakin curam perairan maka tunggang pasut akan besar. Stasiun C sering digunakan sebagai pelabuhan perahu motor dikarenakan batimetri dari perairan setempat yang mendukung kegiatan transportasi laut, akibatnya lamun pada daerah tersebut paling banyak mengalami gangguan, baik oleh tumpahan minyak ataupun terseret kapal yang berlabuh, ditambah aktivitas wisatawan yang sangat tinggi terutama pada musim liburan Lampiran 7.

5.3.3 Asosiasi Lamun dengan Biota

Untuk keterkaitan ekosistem lamun dengan biota di lokasi penelitian tersebut di dapatkan bahwa semakin tinggi ekosistem lamun maka biota yang berasosiasi semakin banyak. Pada lokasi penelitian ini Gambar 12 di temukan jenis gastropoda Strombus labiatus sp, Ceritillium tenellum, Cymbiola vespertillo, Pyrene versicolor , echinodea Diadema setosum, Protoreaster nodosus, Tripneustes gratilla, Bohadschia argus, Archaster tipicus , bivalvia Anadara scapha, Mactra patogina , ikan Upenus tragula, Palamonella sp dan kuda laut Hippocampus bargibanti . Gambar. 11 Grafik kelimpahan biota di padang lamun Pantai Sanur G am ba r 12 . P et a S eb ar an B iot a di P ant ai S anur Pada gambar 11 disebutkan bahwa spesies Cerithium tenellum nilai kelimpahannya lebih tinggi pada stasiun A dan terendah adalah spesies Protoreaster nodosus dan Bohadschia argus,dan untuk stasiun B nilai kelimpahan tertinggi di huni oleh spesies Protoreaster nodosus dan yang tidak muncul adalah spesies Upenus gratula, Tripneustes gratilla dan Palamonella sp, sedangkan untuk stasiun C, nilai tertinggi di huni spesies Protoreaster nodosus, dan spesies yang tidak ada adalah Strombus labiatus, Upenus tragula, Tripneusteus gratilla, Anadara scapha, Hippocampus bargibanti, S.luhuanus , dan Palaemonella sp. Tinggi atau rendahnya spesies pada tiap stasiun diduga karena beberapa faktor, seperti tekstur substrat yang cocok bagi kehidupan spesies tersebut dan sumber makanan dalam bentuk bahan – bahan organik yang melimpah. Habitat lamun menyokong kelimpahan dan kekayaan hewan yang berasosiasi dengan memberikan struktur habitat secara fisik Orth et al 1984. Pada gambar 13 menjelaskan dalam bentuk peta, asosiasi antara lamun dengan biota yang ada di sekitar pantai Sanur. Dari ketiga stasiun di atas, keseluruhan memiliki jenis spesies lamun yang sama kecuali hanya pada stasiun Pantai Umum yang tidak ada spesies Halodule uninervis. Pada stasiun Mertasari, terdapat 6 spesies lamun dan 15 biota yang berasosiasi, sedangkan pada stasiun Hotel Grand Bali Beach biota yang beraosiasi adalah Strombus labiatus, Diadema setosum, Protoreaster nodosus, Cerithilium tenellum, Bohadschia argus, Pyrene versicolor, Archaster tipicus, Anadara scapha, Cymbiola vespertillio, Hippocampus bargibanti, Mactra patagonica , dan S.luhuanus. Untuk stasiun Pantai Umum, biota yang berasosiasi dengan lamun adalah spesies Diadema setosum, Protoreaster nodosus, Cerithium tenellum, Bohadschia argus, Pyrene versicolor, Archaster tipicus, Cymbiola vespertill io, dan Mactra patagonica , hanya saja pada stasiun Pantai Umum spesies Halodule uninervis tidak di temukan distasiun ini secara keseluruhan.

5.4 Karakteristik Sosial

Responden yang dipilih pada penelitian ini adalah wisatwan yang melakukan aktivitas di pantai sanur. Responden diplih dengan purposive sampling . Responden dipilih secara sengaja dengan objek adalah wisatawan yang berasosiasi dengan lamun baik itu berenang, snorkeling, memancing ataupun