Parameter Fisika dan Kimia dan Tekstur Substrat

Pada gambar 11 disebutkan bahwa spesies Cerithium tenellum nilai kelimpahannya lebih tinggi pada stasiun A dan terendah adalah spesies Protoreaster nodosus dan Bohadschia argus,dan untuk stasiun B nilai kelimpahan tertinggi di huni oleh spesies Protoreaster nodosus dan yang tidak muncul adalah spesies Upenus gratula, Tripneustes gratilla dan Palamonella sp, sedangkan untuk stasiun C, nilai tertinggi di huni spesies Protoreaster nodosus, dan spesies yang tidak ada adalah Strombus labiatus, Upenus tragula, Tripneusteus gratilla, Anadara scapha, Hippocampus bargibanti, S.luhuanus , dan Palaemonella sp. Tinggi atau rendahnya spesies pada tiap stasiun diduga karena beberapa faktor, seperti tekstur substrat yang cocok bagi kehidupan spesies tersebut dan sumber makanan dalam bentuk bahan – bahan organik yang melimpah. Habitat lamun menyokong kelimpahan dan kekayaan hewan yang berasosiasi dengan memberikan struktur habitat secara fisik Orth et al 1984. Pada gambar 13 menjelaskan dalam bentuk peta, asosiasi antara lamun dengan biota yang ada di sekitar pantai Sanur. Dari ketiga stasiun di atas, keseluruhan memiliki jenis spesies lamun yang sama kecuali hanya pada stasiun Pantai Umum yang tidak ada spesies Halodule uninervis. Pada stasiun Mertasari, terdapat 6 spesies lamun dan 15 biota yang berasosiasi, sedangkan pada stasiun Hotel Grand Bali Beach biota yang beraosiasi adalah Strombus labiatus, Diadema setosum, Protoreaster nodosus, Cerithilium tenellum, Bohadschia argus, Pyrene versicolor, Archaster tipicus, Anadara scapha, Cymbiola vespertillio, Hippocampus bargibanti, Mactra patagonica , dan S.luhuanus. Untuk stasiun Pantai Umum, biota yang berasosiasi dengan lamun adalah spesies Diadema setosum, Protoreaster nodosus, Cerithium tenellum, Bohadschia argus, Pyrene versicolor, Archaster tipicus, Cymbiola vespertill io, dan Mactra patagonica , hanya saja pada stasiun Pantai Umum spesies Halodule uninervis tidak di temukan distasiun ini secara keseluruhan.

5.4 Karakteristik Sosial

Responden yang dipilih pada penelitian ini adalah wisatwan yang melakukan aktivitas di pantai sanur. Responden diplih dengan purposive sampling . Responden dipilih secara sengaja dengan objek adalah wisatawan yang berasosiasi dengan lamun baik itu berenang, snorkeling, memancing ataupun sekedar bermain disekitar padang lamun. Jumlah responden ini ditentukan dengan memakai rumus dari Yulianda et al 2010. Dari survei dan informasi yang didapat, jumlah pengunjung pada lokasi wisata itu berjumlah 1500 orang dan sekitar 135 orang yang beraktivitas di pantai. Jumlah responden pada penelitian ini sebanyak 40 orang. Dari responden ini beberapa data akan dianalisa sehubungan denganpengelolaan ekosistem lamun yang ada di pantai sanur. Selain data pribadi seperti umur, pendapatan, jumlah kunjungan, dan waktu kunjungan responden juga akan dinilai mengenai pengetahuan akan ekosistem lamun, apresiasi wiasatawan terhadap objek wisata yang ada, nilai estetika dari lamun, dan kesadaran akan konservasi ekosistem lamun. Responden ini terdiri dari wisatawan mancanegara dan wisatawan domestik. Usia rata-rata dari respoden berkisar 30 tahun dengan usia responden termuda 17 tahun dan tertua adalah 50 tahun. Jumlah keluarga yang datang kelokasi ini rata-rata berjumlah 4 orang, dengan pengeluaran rata-rata wisatawan perorang mencapai Rp 2.576.500. Pengeluaran ini terdiri dari transportasi, penginapan, makanan, tiket masuk, sewa sarana hiburan, dan lain-lain. Willingness to pay WTP seseorang terhadap suatu kawasan wisata dapat diestimasi berdasarkan total pengeluaran yang ia dihabiskan untuk mengunjungi kawasan wisata tersebut. Pengeluaran ekonomi tersebut mencerminkan “harga” secara implisit dari barang dan jasa yang disediakan oleh lokasi wilayah tersebut. Pengeluaran tersebut mencakup seluruh biaya yang dikeluarkan mulai dari biaya transportasi, tiket masuk lokasi wisata, penginapan, makanan dan minuman, dan lain – lain Lipton DW et al 1995. Walaupun mengeluarkan uang sebanyak itu wisatawan masih memiliki antusias yag tinggi untuk datang berkunjung ke lokasi ini, hal ini diperlihatkan dari data rata-rata jumlah kunjungan yang mencapai dua kali per tahun dengan waktu kungjungan rata-rata selama 5 hari sampai 1 minggu. G am ba r 13. P et a S eb ar an L am un da n S eba ran B iot a di P ant ai S anur Apresiasi yang tinggi juga diperlihatkan wisatawan pada lokasi ini dengan perbandingan pengeluaran untuk biaya akomodasi ke tempat ini dibandingkan tempat lain. Sebelumnya telah diketahui bahwa pengeluaran rata-rata perorang untuk ada di kawasan pantai sanur adalah Rp 2.576.500, jika dibandingkan dengan pengeluaran untuk berkunjung ke tampat lain rata-rata sebesar Rp 566.250, maka hal ini menggambarkan bahwa wisatawan rela mengeluarkan uang dengan jumlah besar hanya untuk menikmati keindahan pantai ini, hal serupa daada juga dari beberapa responden mengatakan bahwa tidak ada tempat lain yang dapat menayamakan situasi dan kondisi pantai sanur, kalaupun ada kunjungan ke tempat lain itu hanya sekali dalam setahun. Metode Biaya Perjalanan Travel Cost MethodTCM merupakan metode yang biasa digunakan untuk memperkirakan nilai rekreasi recreational value dari suatu lokasi atau objek. Metode ini merupakan metode pengukuran secara tidak langsung terhadap barang atau jasa yang tidak memiliki nilai pasar non market good or service . Teknik ini mengasumsikan bahwa pengunjung pada suatu tempat wisata menimbulkan atau menanggung biaya ekonomi, dalam bentuk pengeluaran perjalanan dan waktu untuk mengunjungi suatu tempat Lipton DW et al . 1995 dalam Hutabarat dkk 2009.

5.4.1 Pendapatan wisatawan

Pendapatan wisatawan pada lokasi penelitian bervariasi dari Rp 500.000- Rp 1.000.000 per bulan, sampai diatas Rp 5.000.000. Untuk mempermudah intepretasi pendapatan wisatawan ini dikelompokan kedalam beberapa kelas. Jumlah responden tertinggi adalah wisatwan dengan total pendapatan Rp 3.000.000 – Rp 4.000.000 perbulan 42,5 diikuti Rp 1.000.000 – Rp 2.000.000 perbulan 22,55, Rp 500.000 - Rp 1.000.000 perbulan 22,55, Rp 4.000.000 – Rp 5.000.000 perbulan 7,5, dan yang terendah adalah wisatawan dengan pendapatan diatas Rp 5.000.000 5. Bervariasinya pendapatan wisatawan tidak berpengaruh terhadap antusias wisatawan untuk datang ke Pantai Sanur. Gambar selanjutnya akan memperlihatkan diagram pendapatan wisatawan. Gambar 14 di bawah menunjukkan grafik pendapatan wisatawan di pantai Sanur.

5.4.2 Persepsi wisatawan terhadap Pantai Sanur dan Ekosistem Lamun

Penilaian wisatwan terhadap objek wisata pantai sanur gambar 15 dianalisa melalui wawancara dengan responden yang dipilih. 77,5 responden memiliki nilai yang posistif terhadap pantai sanur. Pantai sanur dikatakan sebagai pantai dengan panorama pantai terindah saat matahari mulai bersinar. Keindahan ini banyak dispresiasikan wisatawan dengan mengambil gambar saat sun rise, akan tetapi tidak semua wisatawan yang bernanggapan demikian karena 17,5 responden mengaanggap keindahan pantai sanur netral dalam pandangannya, dan 5 dari responden memiliki pandangan yang negatif terhadap pantai sanur. Alasan mereka memberi penilaian netral dan negatif dikarenakan kurang baiknya pengelolaan kawasan yang belum optimal. Berserakannya sampah dan hewan peliharaan seperti anjing, kucing, dan ayam, serta minimnya kebersihan WC dan kamar mandi membuat sebagian wisatawan memberikan penilaian yang kurang baik. Gambar berkut akan memperlihatkan tanggapan wisatawan terhadap kawasan wisata pantai sanur. Gambar 14. Pendapatan wisatawan Pantai Sanur Gambar .15 Persepsi Wisatawan Terhadap Pantai Sanur Gambar diatas gambar 16 menunjukan bagaimana tanggapan wisatawan terhadap ekosistem lamun yang ada di pantai sanur. 55 responden memiliki tanggapan yang positif terhadap nilai estetika padang ekosistem lamun. Beberapa responden yang memilik pengetahuan akan fungsi lamun kebanyakan memiliki apresiasi yang tinggi terhadap ekosistem ini, akan tetapi ada juga wisatwan yang memiliki pandangan lain terhadap ekosistem ini. 10 wisatwan mengatakan lamun adalah ekosistem yang biasa-biasa saja dan 35 mengatakn bahwa lamun hanya membawa tidak memiliki nilai estetika. Selanjutnya mengenai tanggapan responden tentang kehadiran lamun 65 merasa tidak terganggu dengan kehadiran lamun sedangkan 35merasa terganggu dengan kehadiran lamun. Kebanyakan wisatawan mengeluhkan kehadiran lamun saat berenang karena dapat mengganggu penglihatan dan dapat mengakibatkan alergi. Selain itu saat air surut pada ekosistem ini banyak terlihat sampah yang berasal dari daratan. Gambar selanjutnya akan memperlihatkan tanggapan wisatawan terhadap kehadiran lamun pada daerah wisata ini Gambar 17. Gambar.16 Persepsi Wisatawan Terhadap Nilai Estetika Padang Lamun Gambar 17. Persepsi Wisatawan Terhadap Kehadiran Lamun

5.4.3 Persepsi Wisatawan Terhadap Fungsi Ekosistem lamun

Pada gambar selanjutnya gambar 18 menggambarkan pengetahuan wisatawan terhadap fungsi dari ekosistem lamun. 57 dari responden ternyata sudah mengtahui fungsi ekosistem lamun walaupun tidak semua fungsi yang mereka ketahui. Kebanyakan dari responden mengaangap lamun adalah tempat tinggal ikan dan biota lainnya, sedangkan untuk fungsi fisik dan kimia wisatawan secara umum kurang memahaminya. Hanya 42,5 responden yang tidak memahami fungsi lamun. Kebanyakan responden ini menganggap lamun adalah pengganti ilalang yang ada didaratan yang keberadaannya hanya mengganggu dan kurang memiliki nilai tambah. -

5.4.4 Persepsi Wisatawan Terhadap Konservasi Lamun

Wisatawan dengan pengetahuan yang baik akan ekosistem padang lamun kebanyakan memilih untuk melakukan upaya konservasi terhadap ekosistem ini. Masyarakat mulai akan arti penting dari kehadiran ekosistem ini. Bahkan beberapa responden menyarankan agar adanya biaya konservasi khusus dari karcis masuk kawasan ini, atapun pajak khusus konservasi. Akan tetapi beberapa reaponden memiliki pandangan yang berbeda, 25 responden menagtakan bahwa upaya konservasi terhadap ekosistem lamun adalah tindakan yang tidak diperlukan mengingat ekosistem ini tidak memiliki nilai ekonomi ataupun estetika gambar 19. Pandangan yang berbeda ini biasanya adalah tanggapan dari responden yang belum mengetahui akan fungsi ekosistem lamun. Dengan informasi mengenai ekosistem ini mendatang diharapkan pandangan dan pengetahuan orang akan fungsi lamun terus membaik agar ekosistem masih bisa tumbuh dan berkembang semestinya. Gambar .18 Persepsi Wisatawan Terhadap Fungsi Ekosistem Lamun

5.5 Strategi Pengelolaan Ekosistem Lamun Pantai Sanur

Permasalahan dan isu pengelolaan sumber daya pesisir dan lautan dalam hal ini ekosistem padang lamun, secara umum sedang dihadapi di Indonesia, bahkan juga sama dengan yang terjadi di beberapa negara berkembang lainnya. Walaupun dalam skala mikro bisa jadi tidak terlalu persis karena perbedaan sosial ekonomi dan budaya. Oleh karena itu isu persoalan seperti kemiskinan, konflik kepentingan antar lembaga, rendahnya kesadaran masyarakat terhadap lingkungan, pencemaran laut dan pesisir, keterbatasan dana pengelolaan merupakan persoalan yang sedang dihadapi PKSPL 1999. Dihadapi bahwa padang lamun memberikan banyak manfaat bagi manusia. Dengan demikian mempertahankan areal – areal padang lamun, termasuk tumbuhan dan hewannya, sangat penting untuk pembangunan ekonomi dan sosial. Namun akhir – akhir ini tekanan penduduk semakin meningkat akan sumberdaya laut menjadi faktor utama dalam perubahan lingkungan ekosistem di laut. Selain ini banyak masyarakat yang menganggap bahwa areal pesisir mutlak merupakan milik umum yang sangat luas yang dapat mengakomodasi segala bentuk kepentingan termasuk kegiatan yang berbahaya sekalipun. Ini suatu kelemahan cara berpikir dan pengetahuan yang dapat mengancam keberlangsungan sumber daya pesisir dan laut salah satunya adalah ekosistem padang lamun. Meskipun telah banyak produk hukum yang jelas – jelas mengatur bahwa tidak ada satu orang ataupun kelompok yang dapat semena – mena memanfaatkan dan mengelola kawasan pesisir ini, tetapi penegakkannya melalui Gambar. 19 Pendapatan wisatawan terhadap Konservasi Lamun