Peranan Ekosistem Padang Lamun

2.6 Pengelolaan Padang Lamun

Pembangunan di wilayah pesisir dan laut yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat hendaknya mempertimbangkan keterpaduan antara unsur ekologi, ekonomi dan sosial. Keterpaduan ini secara ekonomi dapat mencapai pertumbuhan, pemerataan dan efisiensi, sedangkan secara sosial dapat menumbuhkan partisipasi masyarakat, mobilitas sosial yang terkontrol, tumbuhnya identitas budaya dan dapat dilakukan pengembangan kelembagaan baik yang formal maupun non formal, secara ekologi dapat memperlihatkan keterkaitan fungsional antar ekosistem, daya dukung carrying capacity , biodiversity dan hal–hal yang terkait dengan isu global Daily 1996 dan selanjutnya di jelaskan bahwa dalam menjamin keberlanjutan dari pemanfaatan sumberdaya alam hal–hal yang harus diperhatikan adalah pemerataan capacity, social polytical right, pendidikan, kesehatan dan teknologi. Dalam kondisi seperti ini konsep sustainability mengandung makna keterkaitan dengan konsep carrying capacity yang dapat dijadikan ukuran tercapainya sustainability mengandung makna keterkaitan dengan konsep carrying capacity yang dapat dijadikan ukuran tercapainya sustainability dari suatu aktivitas pembangunan. Daily 1996 menjelaskan bahwa konsep daya dukung dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu : 1 daya dukung biofisik yaitu merupakan ukuran maksimum populasi yang dapat survival, dibawah kendali suatu sumberdaya dan teknologi dan 2 daya dukung sosial yaitu merupakan jumlah penduduk yang dapat hidup layak di bawah kendali suatu sistem sosial. Dahuri 1999 menjelaskan bahwa dalam kebijakan dan strategi pembangunan wilayah pesisir pada kegiatan perlindungan dan konservasi dititik beratkan pada dua komponen utama yaitu : 1 penanggulangan dampak dari daratan dan 2 perlindungan fisik habitat ekosistem pesisir dan lautan. Dari konsep ini dapat dilakukan beberapa hal penting diantaranya adalah : a meningkatkan kesadaran masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya alam pesisir seperti ekosistem padang lamun, b mengikutkan nilai eksternal dalam perencanaan perhitungan nilai ekonomi suatu sumberdaya. Pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan sustainable environmental management yang memiliki dimensi ekonomi, sosial dan ekologi. Dimensi ekonomi menekankan bahwa pertumbuhan dan efesiensi dalam pemanfaatan sumberdaya alam harus diupayakan secara terus menerus. Dimensi sosial mencakup isu – isu yang berkaitan dengan distribusi kekayaanpemerataan pada pentingnya upaya – upaya untuk mencegah terganggunya fungsi dasar ekosistem sehingga tidak akan mengurangi fungsi layanan ekologi ecology service. Oleh karena itu tuntutan ke arah konservasi ekosistem semakin besar karena meningkatnya ancaman terhadap kelestarian sumberdaya keanekaragaman hayati terutama akibat pertumbuhan jumlah penduduk, anomali iklim, pola konsumsi dan antropogenik lainnya. Carter 1996 menjelaskan bahwa konsep pengelolaan berbasiskan masyarakat memiliki beberapa aspek positif yaitu : 1 mampu mendorong timbulnya pemerataan dalam pemanfaatan sumberdaya alam, 2 mampu merefleksi kebutuhan–kebutuhan masyarakat local yang spesifik, 3 mampu meningkatkan efisiensi secara ekologis dan teknis, 4 responsive dan adaptif terhadap perubahan kondisi sosial dan lingkungan local, 5 mampu meningkatkan manfaat lokal bagi seluruh anggota masyarakat yang ada, 6 mampu menumbuhkan stabilitas dan komitmen dan 7 masyarakat lokal termotivasi untuk mengelola secara berkelanjutan. Pengembangan persepsi sosial masyarakat yang positif perlu terus dikembangkan yaitu untuk melahirkan perilaku masyarakat yang berorientasi pada pemanfaatan sumberdaya alam yang berkelanjutan Persepsi sosial masyarakat yang perlu dikembangkan adalah : 1 saling menghargai dan bertanggung jawab terhadap kehidupan masyarakat, 2 berorientasi pada peningkatan kualitas hidup, 3 menumbuhkan jiwa masyarakat yang peduli terhadap lingkungan, 4 merubah watak dan sikap individu maupun kelompok yang kurang baik, 5 menciptakan kebersamaan, 6 melestarikan nilai yang vital pada ekosistem wilayah pesisir seperti ekosistem padang lamun, terumbu karang dan mangrove, 7 mengurangi kemunduran secara ekologis maupun ekonomi dari ekosistem wilayah pesisir, dan 8 menjaga tetap dalam kapasitas kemampuan daya dukung yang maksimal. Tiga kunci kegiatan diperlukan untuk menjamin efektivitas dari perlindungan ekosistem lamun: 1 membangun suatu jaringan monitoring dunia, 2 membangun model kuantitatif dugaan reaksi lamun terhadap gangguan-gangguan, dan 3 pendidikan masyarakat akan fungsi dan peranan padang lamun dan dampak- dampak dari kegiatan manusia Duarte 2002. Meskipun beberapa areal ekosistem pesisir termasuk areal padang lamun di Indonesia telah dimasukan ke dalam suatu kawasan lindung, namun pada kenyataan di lapangan menunjukkan banyak diantaranya yang masih mendapat tekanan yang cukup berarti. Sebagai upaya pemecahan, kini pihak pemerintah dalam hal ini Departemen Kelautan dan Perikanan bekerja sama dengan perguruan tinggi dan instansi terkait lainnya berusaha mengembangkan pendekatan terpadu yang melibatkan berbagai pihak, yaitu Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu atau Integrated Coastal Management ICM. Pengeloaan pesisir secara terpadu memerlukan justifikasi yang bersifat komprehensip dari subsistem-subsistem yang terlibat di dalamnya. misalnya implikasi terhadap lingkungan, ekologi, ekonomi dan sosial budaya dalam perspektif mikro maupun makro. Pembangunan hendaknya mempertimbangkan keterpaduan antar unsur ekologi, ekonomi dan sosial. Pada lingkungan pesisir, memiliki kendala khusus dalam melihat implikasi dari suatu strategi pengelolaan, hal ini disebabkan karena adanya bermacam-macam aktivitas dan kelompok masyarakat sebagai pengguna, seperti rencana pengelolaan yang dibuat oleh pemerintah sering tidak dapat mencakup semua kepentingan masayarakat dan sebaliknya masyarakat menganggap sumber alam sebagai open acces resources Raharjo 1996. Namun yang paling penting dalam pengelolaan ekosistem di dalam wilayah pesisir harus diingat, bahwa suatu ekosistem di wilayah pesisir tidak berdiri sendiri atau diantara beberapa ekosistem saling terkait baik secara biogeofisik, maupun secara sosioal-ekonomi; dan kelangsungan hidup suatu ekosistem juga sangat tergantung pada aktifitas manusia di darat yang dipengaruhi oleh faktor budaya masyarakat setempat. Dengan demikian, upaya konservasi dan pelestarian serta pengunaan sumber daya ekosistem lamun yang berkelanjutan memerlukan pengelolaaan secara terpadu memiliki pengertian bahwa pengelolaan sumber daya alam jasa-jasa lingkungan pesisir dan laut dilakukan melalui penilaian secara menyeluruh comprehensive assesment, merencanakan tujuan dan sasaran, kemudian merencanakan serta mengelola segenap kegiatan pemanfaatannya guna mencapai pembangunan yang optimal dan berkelanjutan. Perencanaan dan pengelolaan tersebut dilakukan secara kontinyu dan dinamis dangan mempertimbangkan aspek sosial-ekonomi budaya dan aspirasi masyarakat pengguna wilayah area pesisir stakeholder serta konflik kepentingan dan pemanfaatan yang mungkin ada. Pelestarian ekosistem padang lamun merupakan suatu usaha yang sangat kompleks untuk dilaksanakan, karena kegitan tersebut sangat membutuhkan sifat akomodatif terhadap segenap pihak baik yang berada sekitar kawasan maupun di luar kawasan. Pada dasarnya kegiatan ini dilakukan demi memenuhi kebutuhan dari berbagai kepentingan. Namun demikian, sifat akomodatif ini akan lebih dirasakan manfaatnya bilamana keperpihakan kepada masyarakat yang sangat rentan terhadap sumberdaya alam diberikan porsi yang lebih besar. Dengan demikian, yang perlu diperhatikan adalah menjadikan masyarakat sebagai komponen utama penggerak pelestarian areal padang lamun. Oleh karena itu, persepsi masyarakat terhadap keberadaan ekosistem pesisir perlu untuk diarahkan kepada cara pandang masyarakat akan pentingnya sumberdaya alam persisir Bengen 2001. 3. METODOLOGI PENELITAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pantai Sanur Desa Sanur, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar, Provinsi Bali Lampiran 1. Cakupan objek penelitian adalah kawasan wisata Pantai Sanur. Waktu penelitian dimulai bulan November 2010 sampai Maret 2011. Penelitian ini diawali dengan observasi lapangan dan pengumpulan data sekunder, kemudian dilanjutkan dengan pengambilan data primer pada ekosistem lamun.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer meliputi kualitas perairan suhu, kekeruhan, pH, salinitas, kandungan oksigen terlarut, nitrat, fosfat, BOD, TSS, TOM, profil pantai, dan struktur vegetasi lamun. Sedangkan untuk data sekunder meliputi data sosial ekonomi, iklim, arus, pasang surut dan data pendukung lainnya pada daerah penelitian. Sumber data diperoleh dari Universitas Udayana, Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, Intitut Pertanian Bogor, serta Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Denpasar Provinsi Bali.

3.3 Metode Pengambilan Sampel

3.3.1 Struktur Komunitas Lamun

Pengambilan data dalam perhitungan kerapatan lamun adalah transek kuadrat berukuran 50 x 50 cm 2 dan transek garis sepanjang 50 – 100 meter Gambar 2. Setelah itu di awali dengan menentukan letak dari transek garis yang telah ditentukan dan dicatat letaknya. Stasiun dimulai dari daerah yang paling dekat dengan pantai dan mencatat titik pertama dimulai dengan bantuan GPS Global Positioning System, sedangkan stasiun kedua, ketiga dan seterusnya mempunyai jarak yang sama dan letaknya paralel mengikuti arah transek garis tegak lurus ke laut. Jarak antar stasiun di sesuaikan dengan tipe komunitas lamun, apabila mempunyai jenis yang beragam hendaknya jaraknya dipersempit ± 5 m, sedangkan apabila jenisnya homogen jarak yang sering digunakan 15 – 20 meter. Titik transek kuadrat sedikitnya harus dilakukan 3 kali pada tiap-tiap stasiun yang