Kecerahan dan kekeruhan Kondisi Lingkungan Perairan Ekosistem Padang Lamun

2.5 Nilai Ekologi dan Ekonomi Ekosistem Padang Lamun

Keough dan Jenkins 1995 menyatakan ekosistem padang lamun memiliki kemampuan produktifitas yang tinggi dan memiliki peranan dalam sistem rantai makanan khususnya pada periphyton dan epiphytic dari detritus yang dihasilkan. Sumbangan lamun terhadap produksi primer di estuaria Australia yaitu :1 – 20 dari Posidonia, Zostera dan Thalasia yang diekspor keluar dari padang lamun, ekosistem padang lamun di daerah tropis dan subtropik yang didominasi oleh jenis Syringodium 47 – 75 produksi primernya telah diekspor keluar dari padang lamun. Padang lamun memiliki fungsi ekologis dan nilai ekonomis yang sangat penting bagi manusia. Menurut Nybakken 1988, fungsi ekologis padang lamun adalah: 1 sumber utama produktivitas primer, 2 sumber makanan bagi organisme dalam bentuk detritus, 3 penstabil dasar perairan dengan sistem perakarannya yang dapat menangkap sediment trapping sediment, 4 tempat berlindung bagi biota laut, 5 tempat perkembangbiakan spawning ground, pengasuhan nursery ground, serta sumber makanan feeding ground bagi biota- biota perairan laut, 6 pelindung pantai dengan cara meredam arus, 7 penghasil oksigen dan mereduksi CO 2 di dasar perairan. Selanjutnya, dari berbagai literatur, Dahuri 2003 menyimpulkan akan pentingnya nilai ekonomi dan ekologi padang lamun, terutama terkait dengan biota yang hidupnya tergantung dengan ekosistem padang lamun ini. Terdapat hingga 360 spesies ikan, 117 jenis makro-alga, 24 jenis moluska, 70 jenis krustasea, dan 45 jenis ekinodermata seperti teripang yang hidupnya didukung oleh ekosistem padang lamun di Indonesia. Disamping itu, padang lamun telah dimanfaatkan secara langsung oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, seperti untuk makanan, pupuk, obat-obatan. Keberadaan ekosistem padang lamun sepertinya akan semakin penting terkait dengan adanya isu pemanasan global, dimana kemungkinan potensi tumbuhan ini sebagai pereduksi CO 2 Lindeboom dan Sandee 1989 mempelajari produksi vegetasi campuran di P. Komodo yang memakai metode pengukuran oksigen dengan menggunakan bell-jar. Mereka memperoleh hasilnya sebesar 1.230 – 4.700 mg.C.m . -2 .h -1 . Metoda yang sama dipakai oleh Erfemeiyer et al. 1993 pada vegetasi campuran di Kep. Spermonde dengan hasil 900 – 4.400 mg.C.m -2 .h -1 . Penelitian-penelitian produksi lamun di perairan Indonesia lainnya hanya memberikan nilai produksi lamun dalam berat kering, nilai terendah adalah 0,6 g.BK. m -2 .h -1 Cymodocea serrulata dan yang tertinggi adalah 8,1 g.BK. m -2 .h -1 Kusumastanto et al. 1999 menyatakan bahwa produksi perikanan ekosistem padang lamun dapat dihitung seperti pada nilai produksi perikanan pada ekosistem terumbu karang. Dari hasil perhitungan didapatkan nilai ekonomi padang lamun di Balerang dan Bintan yaitu : ikan 3,858.91 US Shath, pencegahan erosi 34,871.75 US Shath, biodiversity 15.00, US Shath, dan total nilai ekonominya adalah 38,745.66 US S hath. Thalassia hemprichii Azkab, 1999. Tomascik et al. 1997 menjelaskan bahwa molusca telah banyak dieksploitasi dari ekosistem padang lamun karena memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Jenis hewan tersebut telah mengalami penurunan jumlah populasi di ekosistem padang lamun Teluk Kute dan Teluk Gerupuk Lombok Selatan. Azkab 1988 menyatakan bahwa akhir – akhir ini telah terjadi peningkatan eksploitasi hewan echinodermata khususnya teripang. Perbandingan jumlah komposisi fauna yang berasosiasi dengan vegetasi lamun tergantung pada tipe padang lamun, pada padang lamun yang bertipe campuran yaitu zona Enhalus acoroides, didominasi oleh jenis fauna Gastropoda, dan pada zona Halodule uninerve didominasi oleh bivalvia kerang – kerangan dan pada jenis Halophila didominasi oleh jenis Crustacea. Asosiasi antara lamun dengan hewan dapat terjadi jika ekosistem padang lamun dapat : 1 menyediakan makanan, 2 tempat perlindungan dari predator, 3 meningkatkan ruang kehidupan. Menurut De Iongh 1995 duyung lebih suka makan Halodule uninervis. Merujuk pada hasil penelitiannya dapat ditegaskan bahwa terdapat korelasi antara jumlah duyung dan makanan yang tersedia. Selain itu, perubahan kelimpahan lamun dan kualitas haranya akan mempengaruhi pergerakan dan siklus kawin duyung.