BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Perbandingan Produksi dan Konsumsi Daging Sapi 1999-2013
Untuk mengetahui ketersediaan daging sapi, maka akan diperoleh dengan analisis forecasting yaitu dengan menggunkan data produksi, konsumsi, impor dan stok
daging sapi. Untuk menghasilkan program pemerintah seperti swasembada dan ketahanan pangan, maka dibutuhkan jumlah ketersediaan daging sapi harus
mampu mengimbangi jumlah kebutuhan daging sapi masyarakat dengan mutu yang baik dan harga yang terjangkau sehingga kebutuhan akan daging sapi
terpenuhi. Untuk melihat ketersediaan daging sapi tahun 2020, maka dapat dilihat dari data
produksi, konsumsi, stok dan impor daging sapi tahu 1999-2013. Untuk melihat konsumsi daging sapi tersebut, maka dilakukan perbandingan antara produksi,
konsumsi dan impor daging sapi tahun 1999-2013.
Tabel 4. Perbandingan Produksi dan Konsumsi Daging Sapi Provinsi Sumatera Utara Tahun 1999-2013
No. Tahun Produksi Ton
Konsumsi Ton Rasio
1 1999
6.637,42 6.695,02
0,99 2
2000 6.822,91
6.793,24 1,00
3 2001
6.827,44 6.872,30
0,99 4
2002 6.836,09
6.834,43 1,00
5 2003
6.894,36 6.955,30
0,99 6
2004 6.981,69
7.031,55 0,99
7 2005
9.883,73 9.614,81
1,03 8
2006 10.131,68
10.367,67 0,98
9 2007
9.569,07 9.625,78
0,99 10
2008 12.957,74
12.911,90 1,00
11 2009
13.633,07 13.645,84
1,00 12
2010 15.707,60
15.708,47 1,00
13 2011
18.299,35 18.214,00
1,00 14
2012 24.546,61
24.448,49 1,00
15 2013
18.436,60 18.390,30
1,00 Sumber : Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2000, 2010, dan
2014 Keterangan :
Rasio 1 = Konsumsi lebih tinggi dibandingkan produksi Rasio
≥ 1 = Produksi lebih tinggi dibandingkan konsumsi Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa pada tahun 1999 nilai dari konsumsi lebih besar
dibandingkan nilai dari produksi daging sapi pada tahun 1999. Besar defisit produksi daging sapi sebesar 57,6 Ton dengan rasio antara produksi daging sapi
dan konsumsi daging sapi adalah sebesar 0,99 atau 1 ini menunjukkan bahwa pada tahun 1999 tidak tercapainya peningkatan ketersediaan daging sapi. Dalam
hal ini produksi daging sapi dalam negeri perlu lebih ditingkatkan. Keadaan konsumsi daging sapi 1999 lebih tinggi di bandingkan dengan produksi daging
sapi 1999 berarti hipotesis pertama diterima.
Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa pada tahun 2000 nilai dari produksi lebih besar dibandingkan nilai dari konsumsi daging sapi. Besar defisit konsumsi daging sapi
sebesar 29,67 Ton dengan rasio antara produksi daging sapi dan konsumsi daging sapi adalah sebesar 1,00 ini menunjukkan peningkatan produksi daging sapi
semakin membaik di tahun 2000. Keadaan produksi daging sapi 2000 lebih tinggi dibandingkan konsumsi daging sapi 2000 berarti hipotesis pertama ditolak.
Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa pada tahun 2001, nilai dari konsumsi lebih besar
dibandingkan nilai dari produksi daging sapi. Besar defisit produksi daging sapi sebesar 44,86 Ton dengan rasio antara produksi daging sapi dan konsumsi daging
sapi adalah sebesar 0,99 atau rasio 1. Ini menunjukkan peningkatan produksi daging sapi lokal perlu diperbaiki lagi untuk dapat meningkatkan ketersediaan
daging sapi di Sumatera Utara. Keadaan konsumsi daging sapi 2001 lebih tinggi dibandingkan dengan produksi daging sapi 2001 berarti hipotesis pertama
diterima. Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa pada tahun 2002, nilai dari produksi lebih besar
dibandingkan nilai dari konsumsi daging sapi. Besar defisit konsumsi daging sapi sebesar 1,66 Ton dengan rasio antara produksi daging sapi dan konsumsi daging
sapi adalah sebesar 1,00 ini menunjukkan bahwa pada tahun 2002 produksi daging sapi meningkat dari tahun sebelumnya. Keadaan produksi daging sapi
2002 lebih tinggi dibandingkan dengan konsumsi daging sapi 2002 berarti hipotesis petama ditolak.
Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa pada tahun 2003, nilai dari konsumsi lebih besar
dibandingkan nilai dari produksi daging sapi. Besar defisit produksi daging sapi
sebesar 60,94 Ton dengan rasio antara produksi daging sapi dan konsumsi daging sapi adalah sebesar 0.99 atau rasio 1, ini menunjukkan bahwa pada tahun 2003
produksi daging sapi lokal menurun dan sebaiknya ditingkatkan. Keadaan konsumsi daging sapi 2003 lebih tinggi dibandingkan produksi daging sapi 2003
berarti hipotesis pertama diterima. Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa pada tahun 2004, nilai dari konsumsi lebih besar
dibandingkan nilai dari produksi daging sapi. Besar defisit produksi daging sapi sebesar 49,86 Ton dengan rasio antara produksi daging sapi dan konsumsi daging
sapi adalah sebesar 0.99 atau rasio 1, ini menunjukkan bahwa pada tahun 2004 produksi daging sapi lokal sebaiknya ditingkatkan. Keadaan konsumsi daging sapi
2004 lebih tinggi dibandingkan dengan produksi daging sapi 2004 berarti hipotesis pertama diterima.
Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa pada tahun 2005, nilai dari produksi lebih besar
dibandingkan nilai dari konsumsi daging sapi. Besar defisit konsumsi daging sapi sebesar 268,92 Ton dengan rasio antara produksi daging sapi dan konsumsi
daging sapi adalah sebesar 1,03 atau rasio ≥ 1, ini menunjukkan bahwa pada tahun
2005 produksi daging sapi lokal semakin meningkat. Keadaan produksi daging sapi 2005 lebih tinggi dibandingkan dengan konsumsi daging sapi 2005 berarti
hipotesis pertama ditolak. Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa pada tahun 2006, nilai dari konsumsi lebih besar
dibandingkan nilai dari produksi daging sapi. Besar defisit produksi daging sapi sebesar 235,99 Ton dengan rasio antara produksi daging sapi dan konsumsi
daging sapi adalah sebesar 0,98 atau rasio 1, ini menunjukkan bahwa pada
tahun 2006 produksi daging sapi lokal sebaiknya di tingkatkan. Keadaan konsumsi daging sapi 2006 lebih tinggi dibandingkan dengan produksi daging
sapi 2006 berarti hipotesis pertama diterima. Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa pada tahun 2007, nilai dari konsumsi daging sapi
lebih besar dibandingkan nilai dari produksi daging sapi. Besar defisit produksi daging sapi sebesar 56,71 Ton dengan rasio antara produksi daging sapi dan
konsumsi daging sapi adalah sebesar 0,99 atau rasio 1, ini menunjukkan bahwa pada tahun 2007 produksi daging sapi lokal sebaiknya di tingkatkan untuk dapat
menambah nilai ketersediaan daging sapi. Keadaan konsumsi daging sapi 2007 lebih tinggi dibandingkan dengan produksi daging sapi 2007 berarti hipotesis
pertama diterima. Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa pada tahun 2008, nilai dari produksi lebih besar
dibandingkan nilai dari konsumsi daging sapi. Besar defisit konsumsi daging sapi sebesar 45,84 Ton dengan rasio antara produksi daging sapi dan konsumsi daging
sapi adalah sebesar 1,00 ini menunjukkan bahwa pada tahun 2008 produksi daging sapi semakin meningkat. Keadaan produksi daging sapi 2008 lebih tinggi
dibandingkan dengan konsumsi daging sapi 2008 berarti hipotesis pertama ditolak.
Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa pada tahun 2009, nilai dari konsumsi lebih besar
dibandingkan nilai dari produksi daging sapi. Besar defisit produksi daging sapi sebesar 12,77 Ton dengan rasio antara produksi daging sapi dan konsumsi daging
sapi adalah sebesar 1,00 ini menunjukkan bahwa pada tahun 2009 produksi daging sapi lokal harus lebih ditingkatkan. Keadaan konsumsi daging sapi 2009
lebih tinggi dibandingkan produksi daging sapi 2009 berarti hipotesis pertama diterima.
Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa pada tahun 2010, nilai dari konsumsi lebih besar
dibandingkan nilai dari produksi daging sapi. Besar defisit produksi daging sapi sebesar 0,87 Ton dengan rasio antara produksi daging sapi dan konsumsi daging
sapi adalah sebesar 1,00 ini menunjukkan bahwa pada tahun 2010 produksi daging sapi lokal harus lebih ditingkatkan. Keadaan konsumsi daging sapi 2010
lebih tinggi dibandingkan produksi daging sapi 2010 berarti hipotesis pertama diterima.
Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa pada tahun 2011, nilai dari produksi lebih besar
dibandingkan nilai dari konsumsi daging sapi. Besar defisit konsumsi daging sapi sebesar 85,35 Ton dengan rasio antara produksi daging sapi dan konsumsi daging
sapi adalah sebesar 1,00 ini menunjukkan bahwa pada tahun 2011 produksi daging sapi semakin meningkat. Keadaan produksi daging sapi 2011 lebih tinggi
dibandingkan konsumsi daging sapi 2011 berarti hipotesis pertama ditolak. Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa pada tahun 2012, nilai dari produksi lebih besar
dibandingkan nilai dari konsumsi daging sapi. Besar defisit konsumsi daging sapi sebesar 98,12 Ton dengan rasio antara produksi daging sapi dan konsumsi daging
sapi adalah sebesar 1,00 ini menunjukkan bahwa pada tahun 2012 produksi daging sapi semakin meningkat. Keadaan produksi daging sapi 2012 lebih tinggi
dibandingkan dengan konsumsi daging sapi 2012 berarti hipotesis pertama ditolak.
Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa pada tahun 2013, nilai dari produksi lebih besar dibandingkan nilai dari konsumsi daging sapi. Besar defisit konsumsi daging sapi
sebesar 46,30 Ton dengan rasio antara produksi daging sapi dan konsumsi daging sapi adalah sebesar 1,00 ini menunjukkan bahwa pada tahun 2013 produksi
daging sapi semakin meningkat. Keadaan produksi daging sapi 2013 lebih tinggi dibandingkan dengan konsumsi daging sapi 2013 berarti hipotesis pertama
ditolak.
Gambar 2. Total Ketersediaan dan Konsumsi Daging Sapi Sumatera Utara Tahun 1999-2013
Dari Gambar 2 dapat dilihat bahwa ketersediaan daging sapi dan konsumsi daging
dapi dari tahun 1999 – 2020 memiliki data yang fluktuatif. Keadaan ini
0,00 5.000,00
10.000,00 15.000,00
20.000,00 25.000,00
30.000,00
2 4
6 8
10 12
14 16
Konsumsi Ton Produksi Ton
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
menunjukkan bahwa ketahanan pangan pada tahun 1999-2013 belum dapat dikatakan baik, karena ketersediaan daging sapi belum bisa mengimbangi
kebutuhan akan daging sapi setiap tahunnya. Dari Gambar 2 dapat dilihat terdapat tahun tertentu yang memiliki nilai produksi yang lebih tinggi dibandingkan
dengan konsumsi, tetapi tidak dapat dipertahankan pada tahun selanjutnya. Dilihat dari Gambar 2 bahwa pada tahun 1999-2007, belum dapat dikatakan
bahwa ketersediaan daging sapi di Sumatera Utara dapat tercapai, karena terjadinya naik turun produksi dan konsumsi terhadap daging sapi. Pada tahun
2008-2013 dapat dikatakan ketersediaan daging sapi meningkat, karena konsumsi daging sapi lebih rendah dibandingkan produksi daging sapi. Dalam menghadapi
masalah ini, pemerintah seharusnya melakukan kebijakan yang cepat dan tepat sehingga masalah ini dapat diselesaikan untuk dapat menaikkan nilai atau jumlah
ketersediaan daging sapi.
5.2 Analisis Forecasting