Analisis Permintaan Impor Daging Sapi di Sumatera Utara

(1)

SKRIPSI

ANALISIS PERMINTAAN IMPOR DAGING SAPI

DI SUMATERA UTARA

OLEH:

Risa Lestari

100501040

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN

DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan menganalisis permintaan impor daging sapi di Sumatera Utara dengan menggunakan simultanitas antara permintaan impor daging sapi dengan penawaran daging sapi lokal. Pengujian dilakukan dengan menggunakan uji two stage least square (TSLS). Hasil dari analisis data menunjukan terdapat hubungan simultan antara permintaan impor daging sapi dengan penawaran daging sapi lokal, dimana penawaran daging sapi lokal, kurs dan tarif impor daging sapi berpengaruh negatif terhadap permintaan impor daging sapi, sedangkan permintaan daging sapi domestik dan harga daging sapi impor berpengaruh positif terhadap permintaan impor daging sapi di Sumatera Utara.


(3)

ABSTRACT

This study aims to analyze demand of beef import in North Sumatera that using simultanity between demand of beef import with supply of beef domestic. More over, the test using two stage least square (TSLS) test. The result of the analysis shows that theres have a simultanity realitonship between demand of beef import and supply of beef domestic, further more supply of beef domestic, exchange rate and tariff of beef import have negative affects with demand of beef import, more over demand of beef domestic and price of beef domestic have positive affects with demand of beef import in North Sumatera.


(4)

KATA PENGANTAR

Segala Puji syukur kepada Allah Subhanawatallah, yang telah memberikan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai tugas akhir yang harus ditempuh untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi dari Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Adapun judul skripsi ini adalah “Analisis Permintaan Impor Daging Sapi di Sumatera Utara”. Dalam penulisan skripsi ini, penulis mendapat banyak bantuan dari berbagai pihak, baik berupa sumbangan pemikiran maupun doa dan dukungan oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan, yaitu:

1. Kepada orang tua penulis, Ayahanda Sarioto dan Ibunda Siti Mainah Damanik yang telah memberikan saya kasih sayang, doa, dukungan semangat dan materi selama ini. Terima kasih yang tak terhingga penulis ucapkan untuk kakak tersayang, Leni Puspita, Amd.Ak dan Julia Elvira.

2. Bapak Prof.Dr.Azhar Maksum, SE, M.Ec, Ac selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec selaku Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara dan Bapak Drs.Syahrir Hakim Nasution, M.Si selaku Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.


(5)

4. Bapak Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, Ph.D selaku Ketua Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara dan Bapak Paidi Hidayat, SE, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara sekaligus dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan dalam proses penulisan skripsi ini.

5. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec selaku pembanding satu dan Ibu Ilyda Sudarjat, S.Si, M.Si selaku pembanding dua, yang telah banyak memberikan masukan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Seluruh staf pengajar dan pegawai di Fakultas Ekonomi Sumatera Utara khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dikarenakan keterbatasan pengetahuan, pengalaman dan kemampuan penulis oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk penyempurnaan penulisan skripsi ini. Penulis juga berharap semoga skripsi ini bermafaat bagi pihak yang membacanya.

Medan, Juni 2014 Penulis

Risa Lestari Nim. 100501040


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 2.1 Teori Permintaan ... 7

2.2 Teori Penawaran ... 9

2.3 Teori Perdagangan Internasional ... 11

2.4 Teori Impor ... 12

2.5 Permintaan Impor Daging Sapi ... 14

2.6 Model teoritis ... 16

2.6.1 Permintaan Impor Daging sapi ... 16

2.6.2 Penawaran Daging Sapi Lokal ... 18

2.7 Penelitian Terdahulu ... 19

2.8 Kerangka Pemikiran Operasional… ... 20

2.9 Hipotesis ... 22

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 23

3.2 Lokasi Penelitian ... 23

3.3 Defenisi Operasional ... 23

3.4 Jenis dan Sumber Data ... 24

3.5 Model Ekonometrika ... 24

3.5.1 Spesifikasi Model ... 25

3.5.1.1 Permintaan Impor Daging sapi ... 25

3.5.1.2 Penawaran Daging Sapi Lokal ... 26

3.5.2 Identifikasi Model ... 28

3.5.3 Validasi Model ... 30


(7)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Ekonomi Sumatera Utara ... 31

4.2 Deskripsi Variabel Penelitian ... 32

4.2.1 Permintaan Impor Daging Sapi ... 32

4.2.2 Penawaran Daging Sapi Lokal ... 35

4.2.3 Permintaan Daging Sapi Domestik ... 38

4.2.4 Tarif ... 40

4.2.5 Teknologi Inseminasi Buatan ... 42

4.2.6 Harga Daging Sapi Lokal ... 43

4.2.7 Kurs ... 44

4.2.8 Harga Daging Sapi Impor ... 45

4.3 Analisis dan Pembahasan ... 47

4.3.1 Deskripsi Data ... 47

4.3.2 Uji Endogenitas ... 48

4.3.3 Uji Simultanitas ... 48

4.3.4 Hasil Estimasi Uji Regresi TSLS ... 49

4.3.5 Uji Bias Simultan ... 52

4.3.6 Pembahasan ... 53

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 59

5.2 Saran ... 59

DAFTAR PUSTAKA ... x


(8)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

4.1 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Utara ... 31

4.2 Perkembangan Permintaan Impor Daging Sapi ... 32

4.3 Perkembangan Produksi Daging Sapi ... 35

4.4 Perkembangan Konsumsi Daging Sapi ... 38

4.5 Perkembangan Tarif Impor Daging Sapi... 41

4.6 Perkembangan Jumlah Sapi Yang Diinseminasi ... 42

4.7 Perkembangan Harga Daging Sapi Lokal ... 43

4.8 Perkembangan Harga Daging Sapi Bulanan ... 44

4.9 Perkembangan Kurs ... 45

4.10 Perkembangan Harga Daging Sapi Impor ... 46

4.11 Hasil Uji Statistik ... 47

4.12 Hasil Uji Endogenitas ... 48

4.13 Hasil Uji Simultanitas Dengan Uji Hausman ... 49

4.14 Hasil Uji Regresi TSLS ... 50


(9)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman 2.1 Kurva Permintaan ... 8 2.2 Kurva Penawaran ... 10 2.3 Kurva Analisa Pemberlakuan Tarif... 13 2.4 Kurva Perdagangan Internasional di Negara Pengimpor 14 2.5 Jalur Kerangka Pemikiran Operasional... 21 3.1 Jalur Permintaan Impor Daging Sapi di Sumatera Utara 27 4.1 Jumlah Sapi di Kab/Kota Sumatera Utara Tahun 2012 .. 37 4.2 Selisih Antara Produksi dan Konsumsi Daging Sapi ... 39 4.3 Selisih Antara Harga Daging Sapi Lokal Dengan Impor 43


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Halaman 1 Data Persamaan Permintaan Impor Daging Sapi di

Sumatera Utara Tahun 1997 – 2013 ... 61

2 Hasil Residual dan Forecast Data ... 63

3 Hasil Uji Regresi TSLS ... 64

4 Hasil Uji Bias Simultan ... 65

5 Hasil Uji Simultnitas ... 66

6 Hasil Uji Endogenitas dan Eksogenitas ... 67

7 Hasil Histogram dan Statistik Data ... 68


(11)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan menganalisis permintaan impor daging sapi di Sumatera Utara dengan menggunakan simultanitas antara permintaan impor daging sapi dengan penawaran daging sapi lokal. Pengujian dilakukan dengan menggunakan uji two stage least square (TSLS). Hasil dari analisis data menunjukan terdapat hubungan simultan antara permintaan impor daging sapi dengan penawaran daging sapi lokal, dimana penawaran daging sapi lokal, kurs dan tarif impor daging sapi berpengaruh negatif terhadap permintaan impor daging sapi, sedangkan permintaan daging sapi domestik dan harga daging sapi impor berpengaruh positif terhadap permintaan impor daging sapi di Sumatera Utara.


(12)

ABSTRACT

This study aims to analyze demand of beef import in North Sumatera that using simultanity between demand of beef import with supply of beef domestic. More over, the test using two stage least square (TSLS) test. The result of the analysis shows that theres have a simultanity realitonship between demand of beef import and supply of beef domestic, further more supply of beef domestic, exchange rate and tariff of beef import have negative affects with demand of beef import, more over demand of beef domestic and price of beef domestic have positive affects with demand of beef import in North Sumatera.


(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Daging sapi merupakan salah satu komoditas pangan yang selama ini memberikan andil terhadap perbaikan gizi masyarakat, khususnya protein hewani yang sangat dibutuhkan oleh pembangunan manusia Indonesia. Seiring meningkatnya perkembangan jumlah penduduk dan perbaikan taraf hidup penduduk di Indonesia, maka permintaan produk-produk untuk pemenuhan gizi pun semakin meningkat, begitu pula dengan permintaan akan bahan pangan seperti permintaan protein hewani.

Permintaan akan daging sapi di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat, hal tersebut selain dipengaruhi oleh peningkatan jumlah penduduk juga dipengaruhi oleh peningkatan pengetahuan penduduk itu sendiri terhadap pentingnya protein hewani, sehingga pola konsumsi juga berubah, yang semula lebih banyak mengkonsumsi karbohidrat beralih mengkonsumsi daging, telur dan susu. Untuk kebutuhan akan ayam boiler dan telur dalam negeri saat ini telah dipenuhi oleh produksi lokal, akan tetapi susu dan daging sapi masih perlu mengimpor.

Tingkat konsumsi daging sapi masyarakat Indonesia tahun 2010 mencapai 1,69 kg/kapita/tahun dan tahun 2011 mencapai 1,83 kg/kapita/tahun. Dalam tiga tahun terakhir rata-rata kenaikan konsumsi mencapai 15 persen sedangkan produksi daging menurut provinsi secara keseluruhan pada 2011 sebesar 485.333 ton dan di tahun 2012 tercatat sebesar 505.447 dengan pertumbuhan kenaikan


(14)

daging sapi sebesar 4,15 persen setiap tahunnya. Persentase permintaan yang lebih tinggi daripada penawaran daging ini akhirnya berimbas pada kebijakan impor dimana pemerintah Indonesia menetapkan impor untuk memenuhi kebutuhan daging Indonesia, BPS mencatat 2011 realisasi impor sebanyak 102.900 ton dan 2012 sebanyak 34.600, selain itu jumlah impor yang terealisasi lebih besar dari kebutuhan impor disebabkan banyaknya mafia impor daging sapi di Indonesia.

Dampak negatif yang sering terjadi dari perdagangan internasional berupa impor yang erat kaitannya dengan globalisasi menurut Sukirno (2012:382) adalah (1) menghambat pertumbuhan sektor industri (2) sektor keuangan semakin tidak stabil (3) memperburuk prospek pertumbuhan ekonomi. Adanya dampak negatif impor harusnya menjadi peringatan bagi pemerintah untuk secepatnya merealisasikan swasembada bahan pangan, mengingat Indonesia adalah negara agraris yang memiliki potensi cukup besar untuk melakukan swasembada pangan. Rencana untuk swasembada daging memang sudah ada, tetapi prorgam swasembada daging sapi yang ditargetkan pemerintah pada 2010 lalu masih belum berhasil, kemudian pemerintah kembali menargetkan swasembada daging sapi pada 2014 padahal sampai 2013 impor masih menjadi primadona.

Kondisi semakin meningkatnya impor daging sapi yang juga termasuk jerohan sapi akan membuat perkembangan usaha perternakan rakyat menjadi terdesak, sehingga perlu adanya proteksi dari pemerintah untuk mengurangi besarnya impor. Selain proteksi untuk mengurangi impor dapat dilakukan dengan peningkatan daging sapi lokal. Menurut Iwan (2011:1) Pembangunan peternakan pada dasarnya penting untuk dilakukan karena sub sektor ini memiliki peranan


(15)

yang cukup strategis bagi bangsa Indonesia. Peranan strategis ini setidaknya dapat dilihat pada 3 hal yaitu:

1. Sub sektor ini diharapkan meningkatkan konsumsi dan distribusi protein hewani.

2. Untuk meningkatkan pendapatan petani/peternak yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga petani dan masyarakat.

3. Sebagai efek pengganda, yaitu dalam bentuk kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) ataupun pajak untuk negara.

Saat ini Indonesia telah masuk kedalam Masyarakat Ekonomi Asean untuk 2015, dimana semua perdagangan komoditas termasuk daging sapi dari setiap negara di Asia Tenggara dapat dipasarkan dengan mudah. Hal ini merupakan suatu momen yang harus diperhatikan karena beberapa tahun belakangan ini Indonesia yang memiliki penduduk keempat terbesar di dunia telah menjadi target pasar dunia. Jangan sampai pada 2015 nanti ketika pasar bebas antara Asia Tenggara terjadi, Indonesia hanya menjadi target pasar. Hasilnya adalah Indonesia menjadi lebih banyak mengimport daripada mengeksport, padahal saat ini Indonesia sedang mengalami food trap yaitu kecenderungan mengimpor bahan pangan. Selain dikarenakan penawaran domestik yang kurang memenuhi, ternyata faktor harga impor yang lebih murah dari harga domestik juga mempengaruhi. Tentu saja pasar bebas akan membuat harga barang impor menjadi lebih murah, ini sebuah keuntungan bagi konsumen dalam negeri tetapi sebuah kerugian bagi para peternak. Ketidakefisienan para peternak yang umumnya 90 persen adalah peternakan rakyat akan membuat mereka sulit bersaing.


(16)

Kekurangan pasokan daging sapi untuk nasional terjadi pula secara lokal di Provinsi Sumatera Utara. Pada tahun 2010, Sumatera Utara mengimpor daging sapi sebanyak 41.624 kg sedangkan untuk sapi bakalan diimpor sebanyak 35.551 ekor. Kenaikan impor sapi bakalan dari tahun 2009 ke 2010 adalah sebanyak 19.614 ekor atau meningkat sekitar 62 persen. Kenaikan ini terjadi karena permintaan daging sapi pada 2010 sebanyak 14.129.200 kg belum bisa dipenuhi oleh produksi domestik yang pada tahun itu sebanyak 14.042.060 kg sehingga terjadi kekuragan sebanyak 87.140 kg daging sapi di Sumatera Utara pada tahun 2010, padahal pada tahun itu merupaka tahun realisasi swasembada daging sapi. Program swasembada daging telah dilakukan di Sumatera Utara, swasembada yang dimaksud ini adalah kemampuan menyediakan daging sapi sebesar 90-95 persen dari total kebutuhan (Deptan, 2007). Aspek kelembagaan yang telah berkembang untuk mendukung program swasembada 2014 adalah Badan Inseminasi Buatan Daerah untuk melayani kebutuhan Kabupaten atau Kota di Sumatera Utara dengan harapan target swasembada sapi berkisar 590.000-an ekor dan target impor sapi dibawah 10 persen, hanya saja sejauh ini program swasembada dan insemeniasi buatan yang belum berjalan dengan efisien menyebabkan produksi yang belum maksimal, sehingga masih harus mendatangkan sapi impor.

Sumatera Utara merupakan salah satu kawasan industri yang cukup penting di Indonesia. Industri penting itu berupa peternakan, perkebunan, dan pertanian. Sumatera Utara merupakan Provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia yaitu sebanyak 12.985.075 pada tahun 2010. Banyaknya


(17)

penduduk ini menandakan banyaknya sumber daya manusia yang tersedia untuk mengelola peternakan. Jika dilihat, wilayah Sumatera Utara memiliki curah hujan yang cukup setiap tahunnya, merupakan wilayah yang memiliki potensi untuk pengembangan ternak sapi karena tersedianya lahan pengembalaan seluas 1.311.159 ha dan lahan perkebunan kelapa sawit dan karet seluas 1.192.172 ha dalam pola sistem integrasi tanaman dan ternak (SITT). Tidak hanya itu, jenis sapi asli Sumatera Utara merupakan jenis sapi Peranakan Ongole (PO) yang merupakan salah satu jenis sapi pedaging terbesar di Indonesia. Hanya saja jenis sapi ini juga jarang dikembangbiakan masyarakat. Harusnya sumber daya yang ada ini mampu menyokong Sumatera Utara untuk melakukan swasembada daging sapi sehingga tidak perlu lagi mengimpor daging sapi.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis tertarik untuk meneliti bagaimana permintaan daging sapi di Sumatera Utara dengan judul “Analisis Permintaan Impor Daging Sapi di Sumatera Utara”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, maka rumusan masalah untuk memfokuskan penelitian adalah:

1. Bagaimana estimasi parameter variabel penawaran daging sapi lokal, permintaan daging sapi domestik, tarif impor daging sapi, harga daging sapi impor dan kurs terhadap permintaan impor daging sapi di Sumatera Utara secara simultan?

2. Bagaimana hubungan simultanitas antara penawaran daging sapi lokal dengan permintaan impor daging sapi di Sumatera Utara?


(18)

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui estimasi parameter variabel penawaran daging sapi lokal, permintaan daging sapi domestik, tarif impor daging sapi harga daging sapi impor dan kurs terhadap permintaan impor daging sapi di Sumatera Utara secara simultan.

2. Mengetahui hubungan simultanitas antara penawaran daging sapi lokal dengan permintaan impor daging sapi di Sumatera Utara.

1.3 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat yaitu:

1. Bagi masyarakat, instansi terkait dan terlebih bagi pemerintah sebagai masukan untuk menentukan kebijakan dimasa mendatang dalam pelaksanaan impor terutama impor daging sapi.

2. Bagi penulis dan pembaca, diharapkan mampu memberikan informasi mengenai permintaan impor daging sapi di Sumatera Utara dan juga sebagai bahan perbandingan serta studi terdahulu dalam penelitian yang akan dilakukan peneliti selanjutnya.

3. Penelitian ini juga diharapkan mampu memberikan sumbangsih yang bermanfaat baik dalam pengambilan keputusan bagi para pelaku pasar seperti peternak dan pedagang terutama importir dan eksportir.


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Permintaan

Menurut Sarnowo dan Sunyoto (2013:1) permintaan adalah jumlah barang yang diminta pada suatu pasar tertentu dengan tingkat harga tertentu. Rasul et al (2012:23) menyatakan permintaan sebagai sejumlah barang dan jasa yang diminta oleh konsumen dari suatu perusahaan pada tingkat harga beberapa. Hukum permintaan menyatakan “Jika harga barang turun, maka jumlah barang yang diminta cenderung meningkat. Sebaliknya jika harga naik maka jumlah barang yang diminta cenderung menurun dengan asumsi faktor-faktor lain di luar harga konstan”. Sukirno (2013:76) menjelaskan hukum permintaan memiliki hubungan seperti itu karena pembeli akan mecari barang lain yang dapat digunakan sebagai pengganti barang yang mengalami kenaikan harga tersebut.

Samuelson (2003:53) menjelaskan skedul permintaan adalah adanya suatu hubungan yang pasti antara harga pasar dari suatu barang dengan kuantitas yang dimiliki dari barang tersebut asalkan hal-hal lain tidak berubah. Gambaran secara grafis dari skedul permintaan adalah kurva permintaan. Kurva permintaan mempunyai karakteristik “Hukum permintaan yang mempunyai lereng menurun” yaitu apabila harga suatu komoditi naik dan hal-hal lain tidak berubah, pembeli cenderung membeli lebih sedikit komoditi itu, demikian pula apabila harga turun sedangkan hal-hal lain tetap, kuantitas yang diminta akan meningkat.


(20)

Adapun kurva permintaan yang berlereng menurun tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

P

D P2

P1

D Q2 Q1 Q

Sumber: Sukirno (2013:78) Gambar 2.1. Kurva Permintaan

Dalam kurva permintaan barang x diatas, harga (P) diukur pada sumbu vertikal sedangkan kuantitas yang diminta (Q) ada pada sumbu horizontal. Tiap- tiap angka P kemudian digambarkan pada sebuah titik dan membentuk kurva DD. Slope yang berlereng negatif dari kurva permintaan diatas menjelaskan hukum permintaan yang berlereng negatif, dimana jika harga barang naik dari P1 ke P2 maka kuantitas barang yang diminta akan menurun dari Q1 ke Q2.

Menurut Samuelson (2003:55) faktor lain yang mempengaruhi berapa banyak barang yang akan diminta adalah sebagai berikut:

1. Pendapatan rata-rata dari konsumen sangat menentukan permintaan. Apabila pendapatan masyarakat naik, maka individu cenderung membeli hampir segala sesuatu dalam jumlah yang lebih banyak, sekalipun harga-harga tidak berubah.

2. Ukuran pasar yang diukur, misalnya jumlah penduduk jelas mempengaruhi jumlah permintaan. Jika penduduk bertambah, maka permintaan semangkin meningkat


(21)

3. Harga-harga dan ketersediaan barang terkait mempengaruhi permintaan akan suatu komoditi. Sebuah hubungan penting terutama sekali ada diantara barang-barang yang mempunyai hubungan subsitusi.

4. Selera atau preferensi menggambarkan bermacam-macam pengaruh budaya dan sejarah. Perubahan selera terhadap suatu komoditi akan menyebabkan kenaikan atau penurunan tingkat permintaan untuk komoditi tersebut.

5. Faktor-faktor khusus mempengaruhi permintaan akan barang-barang tertentu. Contohnya adalah cuaca dan iklim.

2.2 Teori Penawaran

Menurut Sarnowo dan Sunyoto (2013:26) penawaran adalah jumlah barang yang ditawarkan pada suatu pasar tertentu dengan tingkat harga tertentu. Rasul et al (2012:57) menyatakan penawaran adalah jumlah barang dan jasa yang ditawarkan oleh produsen pada berbagai tingkat harga. Hukum permintaan menyatakan “Jika harga barang turun, maka jumlah barang yang diminta cenderung menurun, sebaliknya jika harga naik maka jumlah barang yang diminta cenderung menaik dengan asumsi faktor-faktor lain di luar harga konstan”.

Menurut Samuelson (2003:58) skedul penawaran untuk suatu komoditi memperlihatkan hubungan antara harga pasarnya dengan kuantitas dari komoditi tersebut yang diproduksi dan dijual oleh produsen sementara hal-hal lain dianggap tetap. Kuantitas yang ditawarkan pada umumnya menunjukan respon positif terhadap harga, ini menunjukan “Kurva penawaran memiliki lereng yang meningkat” yaitu apabila harga suatu komoditi naik dan hal-hal lain tidak berubah, produsen cenderung memproduksi lebih banyak komoditi itu. Demikian


(22)

pula apabila harga turun sedangkan hal-hal lain tetap, kuantitas yang ditawarkan akan menurun.

Adapun kurva penawaran adalah sebagai berikut: P

S P2

P1

S

Q1 Q2 Q

Sumber : Sukirno (2013:87)

Gambar 2.2. Kurva Penawaran

Dalam kurva penawaran barang x diatas, harga (P) diukur pada sumbu vertikal sedangkan kuantitas yang diminta adalah (Q) ada pada sumbu horizontal. Tiap-tiap angka P kemudian digambarkan pada sebuah titik dan membentuk kurva SS, slope yang berlereng positif dari kurva penawaran diatas menjelaskan hukum penawaran yang berlereng positif. Jika harga barang naik dari P1 ke P2, maka kuantitas barang yang diminta akan naik dari Q1 ke Q2.

Menurut (Samuelson, 2003:60) unsur-unsur lain selain harga barang yang juga mempengaruhi penawaran adalah biaya komoditi tersebut, yang ditentukan oleh keadaan teknologi dan harga-harga input, harga-harga barang yang terkait, kebijakan pemerintah dan pengaruh-pengaruh khusus. Unsur-unsur tersebut dapat membuat harga dan kuantiti barang yang ditawarkan semakin naik atau turun.

Tingkat teknologi memegang peranan yang penting dalam menentukan banyaknya jumlah barang yang ditawarkan. Dalam hubungannya dengan proses


(23)

suatu barang, kemajuan teknologi menimbulkan dua efek yaitu dapat memproduksi barang lebih cepat dan biaya produksi semakin murah (Sukirno, 2012:88). Selain itu sukirno (2012:88) juga menyebutkan bahwa terdapat faktor-faktor khusus yang dapat mempengaruhi penawaran terutama di zaman globalisai ini, yaitu berupa kebijakan pemerintah untuk mengimpor daging yang harganya lebih murah atau kualitasnya lebih bagus.

2.3 Teori Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama (Siswosoemarto, 2012:291). Tujuan perdagangan internasional menurut Sukirno (2012:360) adalah:

1. Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi dalam negeri dikarenakan setiap negara tidak dapat menghasilkan semua barang yang dibutuhkan. 2. Memperoleh keuntungan dari spesialisasi dimana walaupun suatu negara

dapat memproduksikan suatu barang yang sama jenisnya dengan yang diproduksikan oleh negara lain tetapi ada kalanya negara tersebut mengimpor barang tersebut dari luar negeri. Dengan mengadakan spesialisasi keuntungan yang diperoleh yaitu berupa keuntungan faktor-faktor produksi yang dimiliki oleh suatu negara dapat digunakan dengan lebih efisien

3. Memperluas pasar industri dalam negeri, dikarenakan jenis industri telah memenuhi permintaan dalam negeri sebelum alat-alat produksi sepenuhnya digunakan. Ini menunjukan bahwa industri tersebut masih dapat berproduksi dan satu-satunya untuk memperluas pasar adalah dengan mengekspornya.


(24)

Jenis-jenis perdagangan internasional menurut Siswosoemarto (2012:293) adalah berupa ekspor, impor, barter, konsinyasi, package deal, penyeludupan, dan border cross. Kegiatan perdagangan internasional yang banyak dilakukan pada saat ini adalah ekspor dan impor dimana keduanya dicatat dalam neraca perdagangan.

2.4 Teori Impor

Import adalah proses transportasi atas suatu komoditas dari suatu negara ke negara lain secara legal umumnya terjadi dalam proses perdagangan berupa memasukan barang dari negara lain ke dalam negeri, sedangkan ekspor adalah proses transportasi atas suatu komoditas dari suatu negara ke negara lain secara legal umumnya terjadi dalam proses perdagangan berupa memasukan barang dalam negeri ke negara lain (Siswosoemarto, 2012:295).

Keberadaan impor dan ekspor tentunya dilatarbelakangi oleh adanya

excess supply pada satu pihak dan excess demand di pihak lainya. Konsep excess supply terjadi disebabkan kecenderungan tingkat suatu harga mengalami kenaikan di atas harga keseimbangan yang berlaku di pasar sedangkan excess demand

justru sebaliknya yaitu kecenderungan tingkat harga menurun dibawah harga keseimbangan (Sumanjaya et al, 2011:51).

Kegiatan perdagangan luar negeri berupa ekspor dan impor ini bukan tidak memiliki dampak negatif. Dampak negatif yang sering terjadi dari perdagangan internasional yang erat kaitannya dengan globalisasi menurut Sukirno (2012:382) adalah (1) menghambat pertumbuhan sektor industri (2) sektor keuangan semakin tidak stabil (3) memperburuk prospek pertumbuhan ekonomi.


(25)

Untuk mencegah dampak tersebut, maka pemerintah ikut turun tangan dalam melakukan kebijakan berupa proteksi. Proteksi secara normal mengarah pada sesuatu yang menguntungkan produksi dalam negeri terhadap persaingan barang-barang impor di pasaran dalam negeri (Sumanjaya et al, 2011:101). Langkah proteksi dilakukan dengan menggunakan tiga instrumen utama yang meliputi tarif, kuota dan anti dumping (Sumanjaya et al, 2011:103).

Tarif adalah hambatan yang berbentuk pajak atas barang-barang impor sedangkan kuota adalah hambatan yang menentukan jumlah maksimum suatu jenis barang yang dapat diimpor dalam periode tertentu (Sukirno, 2012:375). Selanjutnya instrumen anti dumping berupa kebijakan pemerintah untuk campur tangan terhadap penjualan suatu barang dengan tingkat harga yang jauh lebih murah (Sumanjaya et al, 2011:104).

Harga D0 So P0 equlibrium sebelum perdagangan internasional

Pt harga dunia setelah tarif tarif

Pw harga dunia sebelum tarif impor Setelah tarif

kuantitas Q1 Q3 Q0 Q4 Q2

Impor sebelum tarif

Sumber: Mankiw (2003:234)

Gambar 2.3.

Kurva Analisa Pemberlakuan Tarif

Penerapan tarif akan meningkatkan harga impor menjadi harga lebih tinggi dari Pw ke Pt. yaitu menjadi sebesar harga impor ditambah tarif yang diterapkan.


(26)

Perubahan ini tentu saja mempengaruhi perilaku para penjual dan pembeli domestik. Permintaan turun dari Q2 ke Q4.. Dengan demikian penerapan tarif menurunkan kuantitas impor dan mendorong pasar domestik mendekati kondisi equilibrium.

Selain tarif impor, kurs juga dapat mempengaruhi perubahan harga barang impor. Para ekonom membedakan nilai tukar mata uang domestik terhadap uang mata asing menjadi dua, yaitu nilai tukar nominal dan nilai tukar rill. Nilai tukar nominal adalah harga relatif mata uang dua negara. Sedangkan nilai tukar rill adalah harga relatif barang-barang di kedua negara, atau kadang kala disebut term of trade. Hubungan antar kedua nilai tukar ini dirumuskan sebagai berikut (Mankiw, 2003:259) :

R = e . Pf/P dimana:

R = nilai kurs riil e = nilai kurs nominal Pf = harga luar negeri P = harga dalam negeri

Dengan demikian, semakin tinggi nilai tukar rill, berarti harga barang-barang luar negeri relatif lebih murah dibandingkan dengan harga barang-barang-barang-barang domestik.

2.5 Permintaan Impor Daging Sapi di Sumatera Utara

Permintaan impor daging sapi adalah jumlah daging sapi yang diminta suatu negara terhadap negara lain pada tingkat harga tertentu. Menurut Mankiw (2003:229) impor sama dengan selisih antara kuantitas permintaan domestik


(27)

dengan kuantitas penawaran domestik berdasarkan harga dunia atau harga yang berlaku di pasar internasional.

Harga daging sapi

Penawaran domestik (QS)

A

P0 harga sebelum perdagangan dunia B D

P1 harga sesudah perdagangan dunia C

Impor permintaan domestik (QD)

Q2 Q0 Q1 kuantitas

Sumber : Mankiw (2003:229)

Gambar 2.4

Kurva Perdagangan Internasional di Negara Pengimpor

Ketika perdagangan dunia terjadi harga domestik turun menyesuaikan dengan harga yang berlaku di pasar internasional, kesejahteraan konsumen domestik meningkat. Surplus konsumen naik dari A menjadi ABD. Sedangkan sebaliknya kesejahteraan produsen domestik turun dari BC menjadi C saja. Besarnya perubahan harga dari Po ke P1 mengubah permintaan daging sapi dari Qo menjadi Q1, penawaran domestik turun dari Qo ke Q2. Kekurangan antara permintaan dan penawaran dilakukan dengan mengimpor yaitu sebesar Q2 ke Q1.

Jika diasumsikan kurva perdagangan internasional adalah kurva dari komoditi daging sapi di Sumatera Utara dengan harga tertentu, maka keseimbangan permintaan domestik Q = QD = QS. Saat terjadi perdagangan dunia harga daging sapi turun dan menyebabkan penawaran daging sapi lokal juga


(28)

turun sedangkan impor semakin meningkat. Besaran permintaan daging sapi domestik adalah sebesar produksi daging sapi lokal ditambah impor. Hal ini menunjukan besaran seluruh permintaan domestik sama dengan penawaran daging sapi, dimana daging sapi yang ditawarkan adalah daging sapi lokal ditambah daging sapi impor.

2.6 Model Teoritis

2.6.1 Permintaan Impor Daging Sapi

Besarnya produksi daging sapi di Sumatera Utara belum sepenuhnya mampu memenuhi tingkat permintaan komoditas ini. Pada umumnya suatu daerah melakukan impor karena produksi di daerah tersebut relatif kecil dibadingkan dengan konsumsinya. Permintaan impor dapat dirumuskan sebagai berikut:

Mt = Qd– Qs dimana:

Mt = volume impor

Qd = jumlah konsumsi domestik

QS = jumlah produksi domestik

Dari fungsi diatas terlihat besaran impor merupakan selisih antara jumlah permintaan domestik dengan jumlah ketersediaan daging lokal. Jika volume impor (Mt) sama dengan jumlah permintaan impor daging sapi, jumlah konsumsi (Qd) adalah jumlah permintaan daging sapi domestik, dan jumlah produksi (Qs) adalah jumlah daging sapi lokal yang ditawarkan maka fungsi permintaan impor daging sapi dapat diturunkan sebagai berikut:


(29)

DIDS = f (DDSD, SDSL) dimana:

DIDS = jumlah permintaan impor daging sapi DDSD = jumlah permintaan daging sapi Domestik SDSL = jumlah penawaran daging sapi lokal

Mankiw (2003:231) menyatakan perubahan harga akan mempengaruhi permintaan dan penawaran domestik terhadap barang impor, maka Fungsi permintaan terhadap barang impor menjadi sebagai berikut:

DDSI = f (DDSD,SDSL, PDSI) dimana:

PDSI = harga daging sapi impor

Menurut (Sukirno, 2012:402) kebijakaan negara pengimpor dan kurs juga mempengaruhi jumlah permintaan impor, dengan demikian fungsi permintaan impor daging sapi adalah sebagai berikut:

DDSI = f (DDSD, SDSL, PDSI, Gm, Kurs) dimana:

Gm = kebijakan pemerintah berupa tarif impor daging sapi

Kurs = nilai tukar Rupiah terhadap dollar US

2.6.2 Penawaran Daging Sapi Lokal

Besarnya produksi daging sapi di Sumatera Utara belum sepenuhnya mampu memenuhi volume permintaan komoditas ini. Besarnya jumlah daging sapi lokal yang ditawarkan akan memiliki hubungan yang mempengaruhi besarnya impor karena jika jumlah yang daging yang ditawarkan tidak sebanding dengan permintaan, maka yang terjadi adalah impor.


(30)

Fungsi penawaran menurut Rasul et al (2012:60) adalah hubungan antara harga barang itu sendiri dengan jumlah barang yang ditawarkan.

Qs = f (P) dimana:

Qs = jumlah barang yang ditawarkan P = harga

Jika jumlah barang yang ditawarkan (Qs) adalah penawaran daging sapi lokal dan harga (P) adalah harga daging sapi lokal, maka fungsinya menjadi seperti berikut:

SDSL = f (PDSL) dimana:

SDSL = jumlah penawaran daging sapi lokal. PDSL = harga daging sapi lokal.

Menurut Rasul et al (2012:60) dan Sukirno (2012:87) terdapat faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi penawaran, diantaranya adalah permintaan akan barang impor dan teknologi. Priyanto (2005:279) menyatakan teknologi inseminasi buatan merupakan salah satu program tekonogi memperbaiki kualitas performa sapi yang ada melalui program persilangan dengan bibit (semen) sapi impor, sehingga fungsi penawaran daging sapi domestik menjadi seperti berikut:

SDSL = f (PDSL, DIDS, TIB) dimana:


(31)

2.7 Penelitian Terdahulu

Giamalva (2013) “Korea’s Demand For U.S. Beef”, membahas permintaan Korea terhadap daging sapi dari Amerika Serikat dari tahun 2003 sampai 2010. Hasil penelitiannya menunjukan secara bersama-sama indeks harga dan jumlah permintaan domestik Korea mempengaruhi permintaan daging sapi Amerika sedangkan permintaan domestik dipengaruhi oleh populasi dan harga.

Ranitya Kusumadewi “Trade Liberalization and Indonesian Product”, melakukan penelitian dengan menggunakan persamaan simultan antara impor dengan produksi barang-barang pertanian di Indonesia. Hasil penelitiannya menunjukan antara produksi dan impor mempunyai persamaan simultan dengan nilai R square 46%.

Tentamia (2002) “Analisa Permintaan dan Penawaran Bawang Merah di Indonesia”, menghasilkan penelitian yang menyatakan produksi bawang merah di Jawa Tengah responsif terhadap perubahan harga bawang merah dan upah, sedangkan permintaan responsif terhadap harga dan pendapatan..

Priyanto (2005) “Evaluasi Kebijakan Impor Daging Sapi Melalui Analisis Penawaran dan Permintaan”, melakukan pengamatan dengan pendekatan model ekonometrika dalam bentuk persamaan simultan menggunakan metode TSLS. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa teknologi inseminasi buatan berpengaruh positif pada perkembangan produksi sapi lokal, sedangkan impor daging sapi dipengaruhi oleh produksi daging sapi domstik dan kebijakan impor.

Yuliadi (2008) “Analisis Impor Indonesia: Pendekatan Persamaan Simultan”, menghasilkan penelitian yang menyatakan variabel ekspor (X)


(32)

berpengaruh positif terhadap perubahan impor (Z). Nilai koefisien regresi variabel X sebesar 8,368562 dan nilai koefisien variabel nilai tukar rupiah terhadap dollar AS (ER) sebesar 1 rupiah/$AS akan meningkatkan impor sebesar 5,625782 milyar rupiah.

2.8 Kerangka Pemikiran Operasional

Daging sapi merupakan salah satu komoditi yang selama ini memberikan pengaruh pada perbaikan gizi di masyarakat. Indonesia khususnya Sumatera Utara memiliki konsumsi daging sapi yang semakin bertambah setiap tahun namun produksi daging sapi di Sumatera Utara relatif rendah sehingga belum mampu memenuhi kebutuhan domestik. Excess demand yang terjadi diatasi dengan mengimpor daging sapi dari luar. Dampak panjang dari ketergantungan tersebut bagi peternak sapi adalah semakin malas untuk memproduksi sapi dikarenakan harga sapi impor lebih murah. Dampak selanjutnya, Indonesia menjadi terkena food trap atau jebakan bahan pangan serta dampak negatif impor lainya karena terlalu bergantung pada luar negri untuk memenuhi kebutuhan bahan pangannya. Hal ini sangat disayangkan karena kita merupakan negara agraris yang seharusnya dapat menghemat pengeluaran devisa negara dengan jalan peningkatan produksi dalam negeri oleh karena itu, untuk mengetahui permasalahan yang terjadi diperlukan suatu upaya untuk mengetahui perkembangan dan faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran daging sapi lokal dan permintaan impor daging sapi di Sumatera Utara beberapa tahun terakhir.


(33)

Adapun kerangka pemikiran dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 2.5

Jalur Kerangka Pemikiran Operasional

Peranan penting komoditas daging sapi sebagai konsumsi pangan, pendapatan peternak, kebutuhan dan perdagangan domestik.

Produksi daging sapi lokal belum mampu memenuhi peningkatan permintaannya sehingga diselesaikan melalui kebijakan impor.

Persaingan yang terbuka pada pasar impor daging sapi dunia dan kebijakan tarif maupun kuota yang belum optimal menyebabkan harga daging sapi lokal yang tidak dapat bersaing dan penurunan minat peternak dalam memproduksi daging

Mengancam stabilitas produksi daging sapi lokal, kemudian Indonesia mengalami food trap karena terlalu sering mengimpor.

Analisis

Hasil Penelitian

Kesimpulan dan Saran Penawaran daging sapi lokal:

1. Harga daging sapi lokal. 2. Teknologi inseminasi buatan 3. Permintaan impor daging sapi

Permintaan impor daging sapi: 1. Harga daging sapi impor

2. Permintaan daging sapi domestik 3. Tarif impor

4. Penawaran daging sapi lokal 5. kurs


(34)

2.9 Hipotesis

Berdasarkan teori dan penelitian terdahulu, maka yang menjadi hipotesis dalam penelitan ini adalah:

1. Terdapat pengaruh yang positif antara permintaan daging sapi domestik dengan permintaan impor daging sapi di Sumatera Utara, sedangkan harga daging sapi impor, penawaran daging sapi lokal, tarif impor daging sapi dan kurs berpengaruh negatif terhadap permintaan impor daging sapi di Sumatera Utara.

2. Terdapat hubungan simultan antara penawaran daging sapi lokal denganu permintaan impor daging sapi di Sumatera Utara.


(35)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kuantitatif. Metode deskriptif untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih tanpa memuat perbandingan atau menghubungkan dengan variabel lain sedangkan metode kuantitatif digunakan untuk pemecahan masalah-masalah yang aktual dan dianalisis.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Sumatera Utara dengan pertimbangan karena Provinsi Sumatera Utara memiliki konsumsi daging sapi yang semakin meningkat dari tahun ke tahun sementara pengembangan produksi sapinya masih belum mampu mengikuti perkembangan permintaanya sehingga menyebabkan impor daging sapi untuk memenuhi permintaaan daging sapi Sumatera Utara..

3.3 Defenisi Operasional

Berdasarkan rumusan permasalahan penelitian dan pengembangan hipotesis yang telah disusun terlebih dahulu, maka variabel-variabel penelitian yang akan diteliti adalah sebagai berikut:

1. Permintaan impor daging sapi (DIDSt) adalah jumlah impor daging sapi ditambah daging sapi bakalan yang dijual atau dipasarkan dan tidak termasuk impor ilegal pada periode t (ton)


(36)

2. Permintaan daging sapi domestik (DDSDt) adalah jumlah konsumsi daging sapi pada periode t (ton)

3. Penawaran daging sapi lokal (SDSLt) adalah jumlah produksi daging sapi lokal pada periode t (ton)

4. Kebijakan tarif (Gmt) adalah kebijakan pemerintah berupa tarif daging sapi impor di tingkat tertentu pada periode t (Rp)

5. Harga daging sapi impor (PDSIt) adalah harga daging impor yang dibayarkan importir t (Rp/kg)

6. Kurs (Kurst) adalah nilai tukar Rupiah terhadal dollar US

7. Harga daging sapi lokal (PDSLt) adalah harga produsen daging sapi lokal pada periode t (Rp/kg)

8. Teknologi insemenasi buatan (TIBt) adalah jumlah sapi potong yang diinseminasi secara buatan pada periode t (Ekor)

3.4 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data tersebut merupakan data deret waktu dari 1997-2013 (time series). Sumber data dari Badan Pusat Statistik (BPS), Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Direktorat Jendral Bea dan Cukai, Departemen Perindustrian dan Perdagangan Sumatera Utara dan instansi-instansi lainnya serta publikasi atau laporan-laporan yang berkaitan dengan penelitian ini.

3.5 Model Ekonometrika

Ekonometrika adalah suatu metode aplikasi dari metode statistika pada ekonomi (Pratomo dan Hidayat, 2010:1). Model ekonometrika dibedakan atas


(37)

persamaan tunggal dan persamaan simultan. Persamaan tunggal adalah persamaan dimana peubah terikat (dependent variables) dinyatakan sebagi peubah fungsi dari satu atau lebih peubah bebas, sehingga hubungan sebab akibat antara peubah terikat dan peubah bebas merupakan hubungan satu arah, sedangkan persamaan simultan adalah persamaan yang menggambarkan ketergantungan diantara berbagai peubah dalam persamaan-persamaan tersebut (Tentamia, 2002:32).

Menurut Widarjono (2003:267) dalam banyak hal variabel ekonomi tidak hanya berhubungan satu arah, bisa saja variabel independen (X) mempengaruhi variabel dependen (Y) dan selanjutnya variabel Y itu sendiri mempengaruhi variabel X. Persamaan seperti itu merupakan persamaan simultan. Model ekonometrika yang dipakai dalam penelitian adalah persamaan simultan dari variabel independen permintaan impor daging sapi dengan variabel dependen penawaran daging sapi domestik.

Dalam membangun model ekonometrika ada empat tahap utama yang harus dilalui yaitu: (1) spesifikasi model, (2) pendugaan model, (3) validasi model, dan (4) penerapan model (Koutsoyiannis dalam Tentamia, 2002:34). Berdasarkan uraian tersebut, maka dirumuskan suatu model ekonometrika permintaan impor daging sapi di Sumatera Utara yang diharapkan dapat menangkap permasalahan dan tujuan penelitian.

3.5.1 Spesifikasi Model

3.5.1.1Permintaan Impor Daging Sapi

Impor daging sapi di Sumatera Utara ditujukan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi daging sapi Sumatera Utara yang melebihi produksinya.


(38)

Permintaan impor daging sapi dipengaruhi oleh harga daging sapi impor, permintaan daging sapi domestik, penawaran daging sapi lokal, tarif impor daging sapi dan kurs, sedangkan faktor-faktor lain dianggap tetap. Persamaan struktural impor daging sapi Sumatera Utara dirumuskan sebagai berikut:

DIDS t = ß10 + α11 SDSLt + ß12 DDSD+ ß13 Gmt + ß14 PDSI t + ß15 Kurst + e1t dimana:

DIDSt = jumlah permintaan impor daging sapi periode t (ton)

SDSLt = jumlah penawaan daging sapi lokal periode t (ton )

DDSDt = jumlah permintaan daging sapi domestik periode t (ton)

PDSIt = harga daging sapi impor periode t (Rp/kg)

Gmt = kebijakan pemerintah berupa tarif impor daging sapi (Rp)

Kurst = nilai tukar Rupiah terhadap dollar US (Kurs)

e1t = faktor-faktor lain yang mempengarui diluar persamaan 3.5.1.2Penawaran Daging Sapi Lokal

Penawaran daging sapi ditunjukan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi. Jumlah daging sapi lokal yang ditawarkan dipengaruhi harga daging sapi itu sendiri, permintaan impor daging sapi dan teknologi inseminasi buatan sedangkan faktor-faktor lain dianggap tetap, maka persamaan struktural dari penawaran daging sapi lokal di Sumatera Utara dapat dirumuskan sebagai berikut:

SDSLt = ß20 + α 21 DIDS + ß22 TIBt + ß23 PDSLt + e2t dimana:

SDSLt = jumlah penawaran daging sapi lokal periode t (ton)

DIDSt = jumlah permintaan impor daging sapi periode t (ton)

PDSLt = harga rill daging sapi lokal periode t (Rp/kg)

TIBt = teknologi insemenasi buatan periode t (ekor)

e2t = faktor-faktor lain yang mempengarui diluar persamaan

Fungsi permintaan impor daging sapi dan penawaran daging sapi lokal disebut persamaan perilaku (behavioral equation). Persamaan perilaku ini perlu ditambahkan variabel residual karena mengandung parameter yang tidak


(39)

diketahui. Kedua persamaan tersebut menggambarkan model struktural dan juga merupakan model persamaan simultan (simultaneous equation) karena keduanya menentukan secara bersama-sama atau simultan nilai dua variabel endogen DIDS dan SDSL.

Dari persamaan terlihat bahwa model yang diformulasikan merupakan model persamaan simultan dengan 2 persamaan. Variabel yang digunakan ada 8 yaitu 2 variabel endogenus dan 6 variabel predetermined. Variabel endogenus adalah variabel tidak bebas dalam persamaan simultan yang nilainya ditentukan dalam persamaan sedangkan variabel predetermined adalah variabel yang nilainya tidak ditentukan secara langsung di dalam sistem. Secara grafik hubungan antar variabel di dalam persamaan simultan adalah sebagai berikut:

Gambar 3.1

Jalur permintaan impor daging sapi di Sumatera Utara

Gambar 3.1 menjelaskan persamaan simultan dimana ada dua pengaruh antar permintaan daging sapi impor (DIDS) dan penawaran daging sapi lokal (SDSL). Hubungan dua arah ini terjadi karena kedua variabel tersebut ditentukan

PDSI

DIDS SDSL

PDSL Gm

DDSD

TIB


(40)

secara bersama. Residual e2t mempengaruhi SDSLt dan secara tidak langsung juga mempengaruhi DIDSt sehingga e2t dan DIDSt saling berhubungan.

3.5.2 Identifikasi Model

Menurut Setiawan dan Kusrini (2010:209) cara untuk mengindentifikasi suatu sistem persamaan simultan adalah dengan order and rank condition. Di dalam sebuah model yang teridiri dari g persamaan simultan agar sebuah persamaan teridentifikasi, jumlah variabel predetermined yang dikeluarkan dari persamaan itu harus tidak lebih dari jumlah variabel endogenus yang dimasukan ke dalam persamaaan itu dikurangi satu. Menurut widarjono dan Kusrini (2010:213) kondisi rank sudah cukup menggambarkan identifikasi.

(K – k) ≥ ( g -1 ) rank dari matriks A adalah g – 1, maka persamaan itu terindentifikasi. Dengan ketentuan jika K - k = g – 1, maka persamaan itu excaktly identified. Jika K – k > g – 1, maka persamaan itu over identified.

Dimana:

K = total peubah predetermined di dalam model.

k = total peubah predetermined di dalam sebuah persamaan. g = total variabel endogenus di dalam sebuah persamaan.

Dengan menggunakan order and rank condition dapat kita tentukan identifikasi dari persamaan yang telah dibuat, dimana hasilnya adalah:

DIDS = ( 6 – 3 ) > ( 2 – 1 ) = Over Identified

SDSL = ( 6 – 2 ) > ( 2 – 1 ) = Over Identified

Berdasarkan ketentuan kriteria identifikasi model di atas, maka semua persamaan struktural yang disusun dalam model ini teridentifikasi, dimana terdapat persamaan simultan yang bersifat over identified. Jika ada persamaan simultan, estimator-estimator dengan menggunakan OLS akan menghasilkan


(41)

estimator-estimator yang tidak konsisten dan tidak efisien. Satu metode diperlukan untuk mendapatkan estimator yang konsisten dan efisien yaitu metode

Two Stages Least Squares (TSLS) (Setiawan dan Kusrini, 2010:213). Metode

TSLS digunakan ketika model persamaan simultan adalah terlalu teridentifikasi (Widarjono, 2013:256).

Untuk menyelesaikan persamaan model, maka digunakan dua langkah dari

TSLS. Prosedur tersebut adalah sebagai berikut: Tahap 1:

Pada model persamaan simultan permintaan impor daging sapi, agar variabel SDSL tidak berkorelasi dengan variabel e2t, variabel endogenus diregresikan terhadap semua variabel predetermined yang berada dalam seluruh sistem. Sehingga didapatkan model sebagai berikut:

DIDSt* = π0 + π1 PDSI t+ π2 Gmt + π3 DDSD + π4 PDSLt+ π5TIBt + π6 Kurst +et SDSLt* = π0 + π1 PDSI t+ π2 Gmt + π3 DDSD + π4 PDSLt+ π5TIBt+ π6 Kurst + et Sehingga persamaan impor dituliskan DDSI = SDSLt* + et

Sedangkan persamaan penawaran dituliskan SDSDt = DIDSt* + et Tahap 2:

Pada tahap kedua ini variabel DIDSt dan SDSLt digantikan pada persamaan struktural dengan nilai yang diperoleh DIDSt* dan SDSLt* dari persamaan reduced form dan dilakukan regresi dengan OLS. Adapun persamaanya adalah sebagai berikut:

DIDS t = ß10 + α11 SDSLt* + ß12 DDSDt + ß13 Gmt + ß14 PDSIt + ß15 Kurst + V1t SDSLt = ß20+ α 21 DIDSt* + ß22 TIBt + ß3 PDSDt + V2t


(42)

Dimana:

V2t = e1t + α 14 et dan V2t = e2t + α 23 et 3.5.3 Validasi model

Untuk mengetahui apakah model yang dipilih cukup valid digunakan untuk simulasi, maka perlu dilakukan validasi model dengan menggunakan uji endogenitas dan uji simultanitas untuk melihat variabel pernawaran daging sapi lokal merupakan variabel endogen yang mempunyai pengaruh simultan terhadap variabel permintaan impor daging sapi di Sumatera Utara. Setelah dilakukan uji endogenitas dan uji simultanitas, maka dilakukan uji bias untuk melihat apakah variabel eksogen dari penawaran daging sapi lokal adalah valid dan tidak mengandung bias untuk digunakan.

3.5.4 Penerapan

Pengujian model ekonomerika persamaan simultan pada penelitian ini menggunakan metode Two Stage Least Square (TSLS) dengan menggunakan program aplikasi Eviews 7.0. Program Eviews adalah sebuah program aplikasi yang mampu menganalisa ekonometrika secara lengkap (Pratomo dan Hidayat, 2010:7).


(43)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Ekonomi Sumatera Utara

Sumatera Utara merupakan provinsi keempat terbesar jumlah penduduknya di Indonesia setela Menurut hasil pencacahan lengkap Sensus Penduduk (SP) 1990, penduduk Sumatera Utara berjumlah 10,81 juta jiwa dan pada tahun 2010 jumlah penduduk Sumatera Utara telah meningkat menjadi 12,98 juta jiwa. Laju Pertumbuhan Penduduk dari tahun 2000-2010 sebesar 1,10 persen.

Tabel 4.1

Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi di Sumatera Utara Dari Tahun 2006 - 2013

Periode Pertumbuhan Ekonomi 2006 6,2

2007 6,9

2008 6,39

2009 5,07

2010 6,42

2011 6,63

2012 6,22

2013 6,01

Rata-rata 6,23

Sumber: Badan Pusat Statitstik Sumatera Utara

Badan Pusat Statitstik (BPS) Sumatera Utara mencatat, kinerja perekonomian Sumatera Utara Utara secara rata-rata pada tahun 2006 hingga 2013 adalah 6,23 persen. Peningkatan kinerja perekonomian ini, didorong oleh pertumbuhan hampir di seluruh sektor perekonomian, kecuali sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor bangunan, sektor keuangan, sektor persewaan dan jasa perusahaan, serta sektor


(44)

jasa. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor pertanian dan peternakan, dengan peningkatan mencapai 6,55 persen secara kuartal, dan 5,93 persen secara tahunan pada tahun 2012 ke tahun 2013.

Seiring perkembangan globalisasi, Sumatera Utara juga tidak terlepas dari kegiatan perdagangan internasional seperti kegiatan impor, namun menyikapi rencana pemerintah untuk melakukan swasembada 5 bahan pangan yaitu daging sapi, kedelai, beras, bawang merah dan cabe, maka sudah seharusnya Sumatera Utara untuk menghentikan kegiatan impor lima bahan pokok ini terutama daging sapi karena Sumatera Utara merupakan daerah yang potensial untuk pengembangan sapi.

4.2 Deskripsi Variabel Penelitian 4.2.1 Permintaan Impor Daging Sapi

Impor daging sapi secara umum seperti proses jual beli biasa antara penjual yang berada di luar negeri (eksportir) dan pembeli yang berada di Indonesia (importir). Proses impor daging diawali dengan penerbitan LIC (Letter of Credit) yang dibuka oleh pembeli di Indonesia melalui Bank (issuing bank) yang ada di Indonesia. Selanjutnya melalui correspondent bank yang ada di negara tempat eksportir berada, eksportir mengirimkan dokumen-dokumen pelengkap yang terdiri dari: Bill of Landing (BL) yang berkaitan dengan pengiriman barang, Invoice yang berkaitan dengan spesifikasi barang, serta

Certificatekate of Origin (COO) yang menyatakan asal barang yang dipejual-belikan. Dokumen pelengkap tersebut kemudian dikirim ke issuing bank yang ada di Indonesia untuk ditebus oleh importir. Dokumen yang ada pada importir


(45)

tersebut digunakan untuk mengambil barang yang dikirim oleh penjual. Daging sapi impor kemudian diangkut oleh kapal pengangkut barang (cargo)

internasional. Kapal cargo merapat di pelabuhan dan membongkar muatan impor berupa daging sapi beku, setelah sampai di pelabuhan dilakukan pembongkaran dan pengeluaran kontainer dari cargo. Selanjutnya, prosedur administrasi dilakukan di bawah administratur pelabuhan (adpel) di bawah Departemen Perhubungan serta Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC). Daging sapi impor ditempatkan di tempat penampungan sementara (container yard). Untuk mengambil barang tersebut, importir daging sapi diwajibkan membuat dokumen pabean yang berupa Pemberitahuan Impor Barang (PIB) yang dilengkapi dengan dokumen pelengkap pabean seperti BIL, Invoice, dan COO digunakan untuk mengambil daging sapi impor.

Perkembangan impor daging sapi yang tidak wajar secara langsung akan dapat mengganggu perkembangan perekonomian karena impor yang semakin tinggi akan menyebabkan meningkatnya penggunaan devisa negara. Impor yang semakin meninggi akan menyulitkan para produsen lokal dalam bersaing disebabkan harga daging impor yang lebih murah dari harga domestik, namun disatu sisi impor yang tinggi dapat memberikan keutungan bagi konsumen karena tersedianya berbagai pilihan daging sapi dengan berbagai pilihan harga.


(46)

Tabel 4.2

Perkembangan Permintaan Impor Daging Sapi di Sumatera Utara Dari Tahun 1997-2013

Periode Impor Perubahan 1997 105,43 0 1998 132,09 0,25 1999 158,9 0,20 2000 187,65 0,18 2001 202,55 0,07 2002 408,15 1,01 2003 669,5 0,64 2004 809,31 0,2 2005 1334,3 0,64 2006 1737,5 0,3 2007 3818,8 1,19 2008 6151,2 0,61 2009 3267,2 -0,46 2010 7151,2 1,18 2011 7531,68 0,05 2012 6208,93 -0,17 2013 4577,09 0,26 Rata-rata 2612,42 0,34

Sumber: Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sumatera Utara

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa permintaan impor daging sapi di Sumatera Utara cenderung berfluktuasi dari tahun 1997 hingga 2013. Secara rata-rata mengalami peningkatan sebesar 34 persen atau sebesar 2.612,42 ton, sedangkan persentase peningkatan dari tahun 1997 ke 2013 telah meningkat sebesar 40 kali lipat lebih besar. Hal ini menunjukan bahwa perkembangan globalisasi yang semakin maju yang memudahkan barang impor masuk ke Indonesia telah mempengaruhi impor bahan pangan daging sapi ke Sumatera Utara. Kebutuhan pangan untuk pemenuhan konsumsi masyarakat di Sumatera Utara masih perlu diimpor dari luar negri yaitu Australia sebagai mitra terbesar untuk pemasok daging sapi dan sapi bakalan. Pada tahun 2010 ketika pemerintah menargetkan realisasi swasembadaa daging sapi justru pada tahun itu terjadi peningkatan impor terbesar dalam 17 tahun terakhir. Kemudian pada tahun 2014 Pemerintah kembali


(47)

menargetkan untuk merealisasikan swasembada daging sapi sedangkan tahun 2013 impor daging sapi masih cukup besar yaitu 4.599 ton, namun dua tahun teakhir yaitu pada 2012 dan 2013 impor daging sapi di Sumatera Utara sudah mulai menurun.

4.2.2 Penawaran Daging Sapi Lokal

Produksi daging sapi lokal yang ditawarkan ke masyarakat sangat mempengaruhi impor dikarenaka impor dilakukan untuk menutupi kekuragan antara produksi dan konsumsi. Kegiatan produksi yang tinggi sekalipun belum tentu menunjukan kemampuan suatu wilayah dalam membuktikan kemandirian pangan selama kenaikan produksi tidak juga mampu mengimbangi kenaikan permintaannya.

Tabel 4.3

Perkembangan Produksi Daging Sapi di Sumatera Utara tahun 1997 -2013

Periode Produksi Perubahan 1997 8525,44 0 1998 6784,29 -0,2 1999 6637,42 -0,02 2000 6822,91 0,02 2001 6827,44 0,01 2002 6836,09 0,01 2003 6890,02 0,01 2004 6981,69 0,02 2005 9945,66 0,4 2006 10178,75 0,02 2007 9569,07 -0,05 2008 12958,74 0,35 2009 13633,07 0,05 2010 15708,6 0,15 2011 18299,35 0,16 2012 21546,61 0,17 2013 23347,26 0,08 Rata-Rata 11264,08 0,07


(48)

Sumber: Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sumatera Utara

Berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa perkembangan rata-rata produksi daging sapi periode tahun 1997 hingga 2013 adalah 11.689 ton per tahun. Tabel 4.3 menunjukkan bahwa dari tahun 1997 sampai 2013 cenderung mengalami kenaikan dengan rata-rata kenaikan 0,07 persen per tahun. Angka rata-rata peningkatan daging sapi ini sangat kecil dikarenakan beberapa kali dalam produksi daging sapi mengalami penurunan yaitu pada periode krisis moneter pada tahun 1997 hingga 1999 dimana pada tahun 1998 terjadi inflasi yang cukup tinggi yaitu sebesar 58 persen. Inflasi yang tergolong dalam high inflation itu menyebabkan harga obat-obatan dan biaya produksi sapi semakin mahal, selain itu krisis moneter menyebabkan perekonomian tidak stabil, dimana harga daging sapi semakin meningkat dan berimbas pada penurunan penawaran daging sapi.

Penurunan produksi daging sapi ketika pergantian orde baru ke era reformasi merupakan hal yang cukup memprihatinkan dikarenakan butuh waktu selama 8 tahun untuk kembali menyamai produksi tahun 1997 yaitu pada tahun 2005. Hal ini terjadi karena pada masa orde baru perhatian terhadap ketahanan pangan cukup baik disebabkan adanya program rencana lima tahun (replita) yang berjalan cukup baik. Kemudian pada era reformasi program digantikan dengan program ketahanan pangan lain yang kegiatannya tidak begitu terealisasi.


(49)

Gambar 4.1

Perkembangan Populasi Sapi Dan Penawaran Daging Sapi di Kab/Kota Sumatera Utara Tahun 2011 Dan 2012

Gambar 4.1 menunjukkan bahwa persentase penawaran daging sapi di Kab/Kota Sumatera Utara. Penawaran daging sapi di yang terbesar adalah di Kota Medan yaitu sebesar 4.345 ton pada tahum 2012 dengan rata-rata kenaikan sebesar 21 persen sedangakan penawaran terendah ada di Gunung Sitoli. Hal yang perlu diperhatikan adalah tingginya penawaran daging sapi tidak menunjukan bahwa daerah tersebut memiliki populasi sapi yang tinggi juga sebab populasi sapi tertinggi adalah Padang Lawas Utara dan Simalungun, hanya saja surplus pada daerah Kota/Kabupaten tersebut dipasarkan ke tempat lain yang mengalami kekurangan atau yang permintaanya tinggi. Kota Medan yang merupakan Ibukota Sumatera Utara dengan jumlah penduduk tertinggi merupakan Kota yang banyak menerima daging sapi dari Kabupaten/Kota lainya.


(50)

4.2.3 Permintaan Daging Sapi Domestik

Kebutuhan daging sapi untuk konsumsi warga Sumatera Utara masih bergantung pada daging sapi impor yang saat ini masih diimpor dari Australia. Sumatera Utara belum mampu merealisasikan swasembada pangan khususnya daging sapi. Jika impor daging sapi saat ini ditutup, maka akan terjadi kekurangan pasokan daging sapi sebanyak 150 ton per tahun.

Tabel 4.4

Perkembangan Permintaan Daging Sapi Domestik di Sumatera Utara Dari Tahun 1997-2013

Periode Permintaan Jumlah penduduk

Konsumsi perkapita

Perubahan Permintaan 1997 8.024,38 11.463.400 0,7 0 1998 6.229,67 11.754.100 0,53 -0,22 1999 6.934,13 11.955.400 0,58 0,11 2000 6.793,24 11.513.973 0,59 -0,02 2001 6.916,21 11.722.397 0,59 0,01 2002 6.871,3 11.847.075 0,58 -0,01 2003 6.896,43 11.890.399 0,58 0,01 2004 7.031,54 12.123.360 0,58 0,01 2005 9.984,6 12.326.678 0,81 0,4 2006 10.367,66 12.643.494 0,82 0,03 2007 9.625,77 12.834.371 0,75 -0,07 2008 12.911,89 13.042.317 0,99 0,34 2009 13.860,07 13.456.386 1,03 0,07 2010 15.708,46 12.982.204 1,21 0,13 2011 18.213,99 13.103.596 1,39 0,15 2012 21.607,18 13.215.401 1,63 0,18 2013 23.321,03 13.326.307 1,75 0,07 Rata-rata 11.264,78 12.423.579,9 0,89 0,07 Sumber: BPS dan Dinas Peternakan Dan Kesehatan Hewan Sumatera Utara

Periode tahun 1997 hingga 2013, rata-rata permintaan per kapita daging di Sumatera Utara adalah sebesar 0,89 ton/kapita per tahun. Data menunjukan bahwa perubahan permintaan daging sapi selama 17 tahun terakhir cenderung meningkat dengan rata-rata perubahan peningkatan sebesar 0,07, dimana pada tahun 2010 jumlah daging sapi adalah sebesar 1,03 kg/kapita, angka ini masih


(51)

dibawah konsumsi nasional yang sebesar 1,68 kg/kapita. Pada tahun 2010, pemerintah juga merencanakan swasembada daging sapi sebesar 2 kg/kapita. Angka konsumsi daging sapi Sumatera Utara masih jauh dari target pemerintah, dimana pada tahun 2010 konsumsi daging sapi Sumatera Utara adalaha sebesar 1,03 kg/kapita, namun dengan angka yang masih belum mencapai target itu tetap saja kebutuhan daging sapi masih belum dapat dipenuhi oleh domestik.

Grafik 4.2

Selisih Produksi dan Konsumsi Daging Sapi di Sumatera Utara Tahun 1997 - 2013

Grafik 4.2 menunjukkan bahwa setiap tahunnya terdapat kesenjangan antara permintaan dan penawaran daging sapi, beberapa kali mengalami surplus namun lebih banyak mengalami defisit. Dari tahun 1997 dan 1998 dapat dilihat bahwa terdapat surplus daging sapi yang cukup tinggi di Sumatera Utara yaitu sebesar 51 ton dan 557 ton, namun pada tah un 1999 ketika pergantian orde baru

-300 -200 -100 0 100 200 300 400 500 600


(52)

berganti ke era reformasi, saat dimana Indonesia mengalami krisis, produksi daging sapi mulai terjadi defisit . Artinya pada tahun itu Sumatera Utara belum bisa memenuhi kebutuhan domestiknya. Setelah tahun 1999 kekurangan daging sapi terus berlangsung dan kekurangan pasokan daging sapi tertinggi terjadi pada tahun 2009, yaitu sebesar 995 ton kekurangan daging sapi.

4.2.4 Tarif

Dalam upaya untuk membatasi impor daging sapi yang berlebihan salah satu cara yang dilakukan adalah melalui pembebanan tarif impor daging sapi yang masuk ke dalam negri. Kebijakan ini dilakukan oleh Departemen Keuangan (Direkoral Jendral Bea dan Cukai) melalui keputusan Kementrian Keuangan. Kebijakan pengenaan bea dan cukai bertujuan untuk melindungi produsen lokal dari persaingan harga, antara daging sapi lokal dengan daging sapi impor. Secara bertahap, pemerintah Indonesia telah bertekad untuk melaksanakan penyesuaian terhadap tarif impor sebagaimana yang telah diusulkan dalam Asian Vision Toward 2020 yang konsisten terhadap Worl Trade Organization (WTO).

Tarif daging sapi impor pernah dikenakan sampai sebesar 30 persen yang kemudian tarif ini diturunkan secara bertahap hingga saat ini. Pada tahun 1990 tarif impor adalah sebesar 30 persen, tahun 1995 turun menjadi 25 persen kemudian turun menjadi 20 persen pada tahun 1997. Berdasarkan undang-undang nomor 10 tahun 1995 tentang kepabean untuk periode 1 januari 1997 sampai dengan 1 januari 2003 (kesepakatan AFTA), tarif impor daging akan diturunkan menjadi 5 persen (Dirgantoro, 2004:58). Realisasi yang terjadi adalah sejak tahun 2000 tarif impor daging sapi adalah 5 persen sedangkan berdasarkan peraturan


(53)

menteri keuangan nomor 132.PMK.0.10/2005 tentang program harmonisasi tarif 2005-2010 menetapkan tarif daging sapi adalah sebesar 5 persen.

Tabel 4.5

Perkembangan Tarif Impor Daging Sapi Tahun 1997-2013

Periode Tarif Perubahan 1997 731,52 1,31 1998 2.890,77 1,5 1999 1.780,14 1,52 2000 1.909,05 1,52 2001 2.198,97 1,4 2002 1.505,15 1,62 2003 1.491,35 1,73 2004 2.056,09 2,3 2005 1.036,3 2,1 2006 1.373,76 3 2007 1.370,75 3 2008 1.926,18 4 2009 2.581,13 5 2010 2.271,75 5 2011 2.194,75 5 2012 2.815,2 6 2013 2.915,1 6 Rata-rata 1.944 3,06

Sumber: Dinas Bea dan Cukai Sumatera Utara

Tabel 4.5 menunjukkan bahwa tarif impor yang telah diubah kedalam rupiah menunjukan harga yang berfluktuasi. Pengenaan tarif sebesar 20 persen pada 1997 sampai 1999 merubah harga daging sapi cukup tinggi, sedangkan perubahan yang terjadi pada besaran tarif rupiah lebih disebabkan perubahan harga daging sapi impor itu sendiri, hal ini dikarenkan tarif impor daging sapi dari tahun 2000 hingga 2013 tetap stabil berada pada 5 persen.

4.2.5 Teknologi Insemenasi Buatan

Insemenasi buatan pada sapi adalah peletakan spema ke follicle ovarian sapi betina dengan cara buatan, khususnya agar banyak sapi betina yang dapat dihamili oleh satu pejantan. Teknik modern ini banyak dikembangkan dan


(54)

digunakan untuk industri ternak, salah satunya untuk pengembangbiakan sapi. Program ini sangat baik bagi para peternakan sapi karena biayanya murah, mempercepat masa hamil dan sapi yang dihasilkan adalah sapi yang berkualitas karena dihasilkan dari bibit unggul.

Tabel 4.6

Perkembangan Jumlah Sapi Yang Diinseminasi di Sumatera Utara Tahun 1997 - 2013

Periode Jumlah sapi Perubahan 1997 20.163 0 1998 17.598 -0,12 1999 18.097 0,02 2000 18.763 0,03 2001 19.201 0,02 2002 25.166 0,3 2003 25.440 0,01 2004 22.640 -0,01 2005 30.820 0,3 2006 40.104 0,3 2007 43.521 0,08 2008 47.894 0,1 2009 50.133 0,04 2010 52.080 0,3 2011 54.019 0,3 2012 56.758 0,05 2013 57.717 0,01 Rata-rata 35.300,82 0,07

Sumber: Dinas Peternakan Dan Kesehatan Hewan Sumatera Utara

Tabel 4.6 menunjukan bahwa terjadi peningkatan dari penggunaan teknologi insemenasi buatan selama 17 tahun terakhir, rata-rata peningkatan sebesar 0,07 atau sebesar 35.300 sapi. Kegiatan inseminasi buatan di Provinsi Sumatera Utara dilaksanakan di 19 Kabupaten dan Kota. Hasilnya sejalan dengan peningkatan kelahiran ternak sapi. Untuk tahun 2013 dari 68.632 dosis yang ditargetkan untuk distribusi semen beku telah terealisasi sebesar 68.451 dosis. Jumlah akseptor IB akseptor sebanyak 57.717 ekor, meningkat dari tahun 2012 yaitu 56.758 ekor dan kelahiran ternak hasil IB meningkat pada tahun 2013 yaitu


(55)

sebesar 39.729 ekor, merupakan sebagian dari hasil pelaksaan kegiatan inseminasi buatan pada tahun 2012 dan sebagian dari tahun 2013 sendiri. Untuk 2014 ini pemerintah telah mempersiapkan sekitar 75.000 dosis insemanasi butan.

4.2.6 Harga Daging Sapi lokal

Tabel 4.7

Perkembangan Harga Daging Sapi Lokal di Sumatera Utara Tahun 1997 – 2013

Periode Harga perubahan 1997 15.000 0 1998 18.000 0,2 1999 26.000 0,44 2000 28.000 0,077 2001 38.000 0,357 2002 38.000 0 2003 38.600 0,015 2004 38.600 0 2005 38.800 0,005 2006 47.000 0,2 2007 49.600 0,055 2008 56800 0,145 2009 56.800 0 2010 62.000 0,091 2011 65.400 0,054 2012 70.000 0,070 2013 90.000 0,285 Rata-rata 45.682 0,118

Sumber: Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Sumatera Utara

Harga daging sapi lokal dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, persentasenya menunjukan kenaikan rata rata pertahun adalah 11 persen, namun kenaikan harga daging sapi ini dianggap tidak wajar karena peningkatan harga daging sapi melebihi dari peningkatan pendapatan perkapita masyarakat. Hal ini menunjukan secara rata-rata per tahun daya beli masyarakat akan daging sapi semakin menurun. Kenaikan harga tertinggi ada pada tahun 1998 ke 1999 yaitu


(56)

sebesar 44 persen atau meningkat dari 18.000 rupiah menjadi 26000 rupiah disebabkan pada saat itu terjadi krisis moneter dimana inflasi yang terjadi adalah sebesar 58 persen.

Tabel 4.8

Perkembangan Harga Daging Sapi Bulanan di Sumatera Utara Tahun 2011-2013

Periode 2011 2012 2013

Januari 60.000 69.500 85.000

Februari 60.000 69.000 90.000

Maret 60.000 69.000 90.000

April 61.500 69.000 90.000

Mei 63.500 69.000 90.000

Juni 68.000 69.000 85.000

Juli 67.000 75.000 92.500

Agustus 71.000 74.000 92.500

September 68.500 69.000 90.000

Oktober 68.000 69.000 92.500

November 68.000 69.000 95.000

Desember 70.000 69.000 95.000

Rata-rata 65.400 70.000 90.000

Sumber: Dinas Peternakan Dan Kesehatan Hewan Sumatera Utara

Tabel 4.8 menunjukkan bahwa fluktuasi harga daging secara bulanan lebih fluktuatif dibadingkan harga tahunan. Jika harga tahunan cenderung meningkat, maka harga bulanan daging sapi mengalami naik dan turun setiap bulannya, dimana harga daging sapi cenderung naik pada saat hari besar seperti hari raya dan hari natal. Harga daging sapi mahal karena distributor atau perusahaan penyedia sapi bakalan sengaja menahan harga. Akhirnya harga yang ditetapkan pemerintah tidak tercapai. Untuk tahun 2013 target harga daging sapi sebesar 85.000 Rp/kg tidak tercapai. Harga yang terealisasi di pasar berkisar 90.000 Rp/kg sampai 100.000 Rp/kg.


(57)

4.2.7 Kurs

Kurs merupakan perbandingan nilai atau harga mata uang rupiah dengan mata uang lain. Kurs diukur dalam rupiah terhadap dolar US.

Tabel 4.9 Perkembangan Kurs

Tahun 1997 – 2013

Periode Harga Perubahan 1997 2.773,03 0

1998 9.623,06 2,47

1999 7.787,13 -0,19

2000 8.356,52 0,07

2001 10.201,69 0,22

2002 9.285,31 -0,08

2003 8.580,82 -0,07

2004 8.927,87 0,04

2005 9.644,44 0,08

2006 9.158,43 -0,05

2007 9.138,35 -0,002

2008 9.630,89 0,05

2009 10.324,5 0,07

2010 9.087 -0,11

2011 8.779 -0,03

2012 9.384 0,06

2013 9.717 0,03

Rata-rata 8.847,002 0,15

Sumber: Badan Pusat Statistik Indonesia

Tabel 4.9 menunjukkan bahwa peningkatan kurs rata-rata di Indonesia adalah sebesar 15 persen atau sebesar 8847 Rp/US$. Peningkatan tertinggi terjadi pada tahun 1997 ke 1998 yaitu naik 218 persen dari 2.773 Rp/US$ ke 9.623 Rp/US$ , hal ini disebabkan turunnya suku bunga dan adanya kenaikan jumlah uang yang beredar, dimana pada saat itu inflasi yan terjadi mencapai 58 persen. Kenaikan nilai tukar akan merugikan importir karena importir harus membayar dengan harga yang lebih mahal dari harga sebelumnya.


(58)

4.2.7 Harga Daging Sapi Impor

Ketika harga daging sapi lokal lebih tinggi dari harga daging sapi lokal, maka pemerintah melakukan kebijakan impor daging sapi, hal ini dilakukan agar harga daging sapi lokal dapat turun. Di Sumatera Utara walaupun impor terus dilakukan, harga daging sapi lokal tidak juga menurun, yang terjadi justru daging sapi impor semakin banyak di pasaran dan bersaing dengan daging sapi lokal.

Tabel 4.10

Perkembangan Harga Daging Sapi Impor di Sumatera Utara Tahun 1997-2013 periode Harga awal Harga setelah

kurs

Harga setelah kurs dan tarif

perubahan

1997 1,31 3.657,62 4.389,15 0

1998 1,5 14.453,83 17.344,6 2,95

1999 1,52 11.867,58 13.647,72 -0,21

2000 1,43 12.726,98 14.363,02 0,07

2001 1,62 14.659,82 16.858,8 0,15

2002 1,73 15.051,48 16.556,63 -0,01

2003 2,3 14.913,46 16.404,81 -0,01

2004 2,14 20.560,88 22.616,97 0,3

2005 2,49 20.725,9 21.762,19 -0,03

2006 3,3 30.222,82 31.733,96 0,45

2007 3,41 31.161,77 32.719,86 0,03

2008 4,43 42.664,84 44.798,08 0,36

2009 5,139 53.057,6 55.710,48 0,24

2010 5,4 49.069,8 51.523,29 -0,07

2011 5,43 47.687,52 50.071,9 -0,02

2012 6,33 59.400,72 62.370,75 0,24

2013 6,22 60.439,74 63.461,72 0,01

Rata-rata 3,22 29.548,37 31.656,11 0,26

Sumber: Dinas Peternakan Dan Kesehatan Hewan Sumatera Utara

Tabel 4.10 memperlihatkan bahwa harga daging sapi impor secara rata-rata dalam 17 tahun terakhir mengalami peningkatan sebesar 26 persen. Peningkatan harga juga terjadi karena dipengaruhi oleh fluktuasi kurs. Jika nilai tukar rupiah terhadap dollar lebih rendah lagi, dapat dipastikan harga daging sapi


(59)

impor jauh lebih rendah lagi. Ketika harga daging sapi lokal mengalami peningkatan pada tahun 2010 dan 2011, harga daging sapi impor mengalami penurunan disebabkan pada saat itu nilai tukar rupiah sedang menguat. Dapat dilihat pada tabel 4.10 bahwa beberapa kali harga daging sapi impor mengalami penurunan disebabkan nilai kurs Indonesia yang menguat. Kenaikan harga tertinggi terjadi paa tahun 1998, yaitu mencapai 3 kali lipat harga sebelumnya, hal ini dikarenakan pada tahun 1998 terjadi krisis di Indonesia dan nilai tukar rupiah melemah dari 2.773 rupiah menjadi 9.623 rupiah.

0 10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000 80000 90000 100000 1 9 9 7 1 9 9 8 1 9 9 9 2 0 0 0 2 0 0 1 2 0 0 2 2 0 0 3 2 0 0 4 2 0 0 5 2 0 0 6 2 0 0 7 2 0 0 8 2 0 0 9 2 0 1 0 2 0 1 1 2 0 1 2 2 0 1 3 harga impor harga domestik Grafik 4.3

Perkembangan Harga Daging Sapi Impor dan Harga Daging Sapi Lokal 1997-2013

Dari grafik 4.3 dapat terlihat bahwa harga daging sapi domestik selalu lebih tinggi dari harga daging sapi lokal. Selisih harga tertinggi ada pada 2013 yaitu mencapai 29.000 Rp/Kg. Hal ini terjadi karena pada tahun 2013 harga daging sapi di Sumatera Utara mencapai 90.000 Rp/kg nya sedangkan harga


(60)

daging sapi lokal impor hanya 61.000 Rp/kg. kesenjangan ini semakin meningkat dengan rata-rata selama 17 tahun terakhir sebesar 15.700 Rp/kg.

4.3 Hasil Analisis dan Pembahasan 4.3.1 Deskripsi Data

Data dalam penelitian ini adalah data time series yang dididapatkan dari sumber data sekunder tahun 1997 hingga 2013. Deskripsi data dilakukan pada variabel-variabel yang akan diuji. Berikut hasil deskripsi datanya:

Tabel 4.11

Hasil Uji Statistik Variabel

Persamaan Permintaan Impor Daging Sapi di Sumatera Utara

Mean Median Max Min Std.Dev Prob

DIDS 2.612,429 13.343,000 7.531,668 9.209,800 2.745,778 0,340039

SDSL 11.264,08 9.569,070 23.347,26 6.637,420 5.481,257 0,211989

DDSD 11.250,72 9.625,778 23.987,35 6,229,673 5.556,718 0,205919

TIB 35.300,82 30.820,00 57.717,00 17.598,00 15.442,58 0,367920

PDSI 29.548,38 20.725,90 60.439,74 3.657,627 18.677,70 0,428473

Tarif 1.741.940 1.558,089 3.021,987 6.363,490 9.046,643 0,394831

PDSL 45.329,41 38.800,00 90.000,00 9.000,000 20.233,50 0,878419

kurs 8.847,02 9.158,43 10.324,50 2.773,03 1.689,79 0,00000

Sumber: Diolah Dari Eviews

Tabel 4.11 menunjukkan bahwa nilai-nilai deskripsi data seperti mean, median, standart deviasi, probabilitas, range maksimum dan minimum dari permintaan impor daging sapi, penawaran daging sapi lokal, permintaan daging sapi domestik, tarif impor daging sapi, inseminasi buatan, harga daging sapi lokal, harga daging sapi impor dan kurs. Nilai deskripsi data menggambarkan secara umum karakteristik variabel yang akan diteliti.


(61)

4.3.2 Uji Endogenitas

Untuk melihat apakah variabel penawaran daging sapi lokal (SDSL) adalah variabel endogen dilakukan dengan cara melakukan uji endogenitas persamaan struktural. Uji endogenitas dilakukan dengan melihat hasil reduced form persamaan penawaran daging sapi lokal (SDSL_R2), jika lebih kecil dari

α = 10%, maka variabel SDSL adalah endogen. Hasil uji yang diperoleh dengan memasukan variabel SDSL_R2 adalah sebagai berikut.

Tabel 4.12

Hasil Uji Endogenitas (Persamaan Struktural)

Variabel Koefisien Prob C -668,5472 0,8293 SDSL 1,417404 0,3880 DDSD -0,988679 0,5056 Tarif 0,503961 0,4962 PDSI -0,006741 0,9525 KURS -0,291774 0,3121 SDSL_R2 0,776334 0,0589 R-Squared

Prob(F-statistik)

0,821260 0,002777

Sumber: Diolah Dari Eviews

Dari tabel 4.12 menunjukkan bahwa hasil t statistik dari residual SDSL adalah -0,77 dengan F value adalah 0,05. Dengan menggunakan α = 10%, maka variabel penawaran daging sapi lokal merupakan variabel endogen.

4.3.3 Uji Simultanitas

Masalah simultanitas di dalam persamaan regresi muncul karena beberapa variabel endogen berhubungan dengan variabel gangguan (Widarjono, 2013:258). Untuk melihat adanya masalah simultanitas pada persamaan impor daging sapi, maka dilakukan uji simultanitas dengan menggunakan Uji Hausman yaitu dengan melihat hasil reduced form persamaan penawaran daging sapi lokal (SDSL_R2).


(62)

Apabila lebih besar dari α = 10% maka tidak terjadi simultanitas sedangkan jika hasilnya lebih kecil, maka antara variabel penawaran daging sapi lokal terdapat hubungan simultanitas dengan permintaan impor daging sapi.

Tabel 4.13

Hasil Uji Sumultanitas Dengan Uji Hausman

Variabel Koefisien Prob C -2916,424 0,0024 SDSL_R2 -0,152600 0,0818 SDSL_FC 0,396983 0,0000 R-Squared

Prob(F-statistik)

O,766103 0,000038 Sumber: Diolah Dari Eviews

Dari hasil Uji Hausman menunjukan bahwa nilai F valuenya adalah 0,08 yaitu lebih kecil dari α=10%, maka terdapat hubungan simultan antara variabel endogen penawaran daging sapi lokal dengan permintaan impor daging sapi. Artinya antara kedua variabel tersebut terdapat hubungan korelasi sehingga menyebabkan antara variabel endogennya berkorelasi dengan errorterm-nya. Untuk mengatasi masalah tersebut, pengujian persamaan struktural permintaan impor daging sapi dapat dilakukan dengan menggunakan Two Stage Least Square.

4.3.4 Hasil Estimasi Regresi TSLS

Estimasi untuk mengetahui pengaruh variabel secara simultan dilakukan dengan menggunakan model Two Stage Least Square. Tahap pertama agar variabel DIDS tidak berkorelasi dengan e1t, maka variabel endogenus SDSL diregresikan terhadap seluruh variabel eksogen. Kemudian pada tahap kedua variabel SDSL* digantikan dengan nilai yang diperoleh dari reduced form

SDSL*. Adapun hasil pada Regresi Two Stage Least Square (TSLS) sebagai berikut:


(63)

Tabel 4.14

Hasil Uji Regresi TSLS Permintaan Impor Daging Sapi

Variabel Koefisien Std. Error t-statistik Prob C 3687,429 3297,666 1,118193 0,0287 SDSL* -1,458802 2,394,551 -0,609217 0,5548 DDSD 1,192607 2,350233 0,507442 0,6219 Gm -0,205255 0,728587 -0,281717 0,0783 PDSI 0,188183 0,071660 2,626053 0,0236 KURS -0,445839 0,035137 -1,268860 0,0230 R-Squared

Prob(F-statistik)

0,924176 0,006549 Sumber: Diolah Dari Eviews

Dari hasil output diatas, maka didapat persamaan sebagai berikut: DDSIt = 3687,429 – 1,458802 (SDSL*t) + 1,192607 (DDSDt) – 0,205255 (Gmt) + 0,188183 (PDSIt) – 0,445839 (KURSt)

Dari hasil estimasi persamaan diatas, maka dapat diinterprestasikan sebagai berikut:

1. Variabel penawaran daging sapi lokal berpengaruh negatif secara tidak signifikan terhadap permintaan impor daging sapi. Koefisiennya menunjukan angka sebesar 1,45. Apabila produksi daging sapi lokal naik sebesar 1 ton, maka akan terjadi penurunan permintaan impor daging sapi sebesar 1,45 ton, dalam keadaan cateris paribus.

2. Variabel permintaan daging sapi domestik berpengaruh positif secara tidak signifikan terhadap permintaan impor daging sapi. Koefisiennya menunjukan angka sebesar 1,19. Apabila permintaan daging sapi domestik meningkat sebesar 1 ton, maka akan terjadi peningkatan permintaan impor daging sapi sebesar 1,19 ton, dalam keadaan cateris paribus.


(1)

Hasil Uji Bias Simultan

Dependent Variable: DIDS_R1 Method: Least Squares Date: 05/31/14 Time: 19:57 Sample: 1997 2013

Included observations: 17

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -4259.315 3859.619 -1.103558 0.2956 DDSD 0.014003 0.266984 0.052450 0.9592 TIB 0.182870 0.104702 1.746572 0.0111 GM 0.687892 0.797148 0.862941 0.4084 PDSI -0.183814 0.120362 -1.527174 0.1577 PDSL 0.006774 0.079551 0.085154 0.9338 KURS 0.213923 0.422141 0.506758 0.6233 R-squared 0.248940 Mean dependent var 1.10E-12 Adjusted R-squared -0.201697 S.D. dependent var 1213.501 S.E. of regression 1330.263 Akaike info criterion 17.51704 Sum squared resid 17695998 Schwarz criterion 17.86013 Log likelihood -141.8949 Hannan-Quinn criter. 17.55115 F-statistic 0.552418 Durbin-Watson stat 2.827500 Prob(F-statistic) 0.758607


(2)

LAMPIRAN 5

Hasil Uji Simultanitas

Dependent Variable: SDSL Method: Least Squares Date: 05/31/14 Time: 19:58 Sample: 1997 2013

Included observations: 17

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -370.5981 1470.298 -0.252056 0.8047 TIB 0.216144 0.093504 2.311592 0.0365 PDSL 0.088345 0.071364 1.237940 0.2361 R-squared 0.840229 Mean dependent var 11264.08 Adjusted R-squared 0.817404 S.D. dependent var 5481.257 S.E. of regression 2342.208 Akaike info criterion 18.51436 Sum squared resid 76803108 Schwarz criterion 18.66140 Log likelihood -154.3721 Hannan-Quinn criter. 18.52898 F-statistic 36.81265 Durbin-Watson stat 0.408588 Prob(F-statistic) 0.000003

Dependent Variable: DIDS Method: Least Squares Date: 05/31/14 Time: 20:05 Sample: 1997 2013

Included observations: 17

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -2212.159 729.5609 -3.032179 0.0090 SDSL_R2 -0.152600 0.136315 -1.119470 0.2818 SDSL_FC 0.396983 0.059442 6.678490 0.0000 R-squared 0.766103 Mean dependent var 2259.488 Adjusted R-squared 0.732689 S.D. dependent var 2310.597 S.E. of regression 1194.627 Akaike info criterion 17.16784 Sum squared resid 19979869 Schwarz criterion 17.31488 Log likelihood -142.9266 Hannan-Quinn criter. 17.18246 F-statistic 22.92772 Durbin-Watson stat 2.026839 Prob(F-statistic) 0.000038


(3)

Hasil Uji Eksogenitas dan Endogenitas

1.

Hasil Uji Eksogenitas

Dependent Variable: DIDS Method: Least Squares Date: 05/31/14 Time: 20:00 Sample: 1997 2013

Included observations: 17

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -2212.159 729.5609 -3.032179 0.0090 SDSL 0.396983 0.059442 6.678490 0.0000 SDSL_R2 -0.549583 0.148711 -3.695637 0.0024 R-squared 0.766103 Mean dependent var 2259.488 Adjusted R-squared 0.732689 S.D. dependent var 2310.597 S.E. of regression 1194.627 Akaike info criterion 17.16784 Sum squared resid 19979869 Schwarz criterion 17.31488 Log likelihood -142.9266 Hannan-Quinn criter. 17.18246 F-statistic 22.92772 Durbin-Watson stat 2.026839 Prob(F-statistic) 0.000038

2.

Hasil Uji Endogenitas

Dependent Variable: DIDS Method: Least Squares Date: 05/31/14 Time: 20:04 Sample: 1997 2013

Included observations: 17

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -668.5478 3020.518 -0.221335 0.8293 SDSD 1.417404 1.570403 0.902574 0.3880 DDSD -0.988679 1.431859 -0.690486 0.5056 GM 0.503961 0.713715 0.706110 0.4962 PDSI -0.006741 0.110272 -0.061127 0.9525 KURS -0.291774 0.274056 -1.064651 0.3121 SDSL_R2 -0.776334 0.364181 -2.131722 0.0589 R-squared 0.821260 Mean dependent var 2259.488 Adjusted R-squared 0.714016 S.D. dependent var 2310.597 S.E. of regression 1235.648 Akaike info criterion 17.36948 Sum squared resid 15268255 Schwarz criterion 17.71257 Log likelihood -140.6406 Hannan-Quinn criter. 17.40358 F-statistic 7.657877 Durbin-Watson stat 2.653553


(4)

LAMPIRAN 7

Hasil Histogram dan Statistik Data

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000

Series: DIDS Sample 1997 2013 Observations 17

Mean 2259.488 Median 1334.300 Maximum 7151.824 Minimum 92.09800 Std. Dev. 2310.597 Skewness 0.754626 Kurtosis 2.302474 Jarque-Bera 1.958106 Probability 0.375667

0 1 2 3 4 5 6 7 8

5000 7500 10000 12500 15000 17500 20000 22500 25000

Series: SDSL Sample 1997 2013 Observations 17

Mean 11264.08 Median 9569.070 Maximum 23347.26 Minimum 6637.420 Std. Dev. 5481.257 Skewness 1.041998 Kurtosis 2.807966 Jarque-Bera 3.102441 Probability 0.211989


(5)

0 1 2 3 4 5 6 7

5000 7500 10000 12500 15000 17500 20000 22500 25000

Series: DDSD Sample 1997 2013 Observations 17

Mean 11250.72 Median 9625.778 Maximum 23987.35 Minimum 6229.673 Std. Dev. 5556.718 Skewness 1.055045 Kurtosis 2.902756 Jarque-Bera 3.160541 Probability 0.205919

0 1 2 3 4 5

15000 20000 25000 30000 35000 40000 45000 50000 55000 60000

Series: TIB Sample 1997 2013 Observations 17

Mean 35300.82 Median 30820.00 Maximum 57717.00 Minimum 17598.00 Std. Dev. 15442.58 Skewness 0.199910 Kurtosis 1.368018 Jarque-Bera 1.999781 Probability 0.367920

0 1 2 3 4 5

500 750 1000 1250 1500 1750 2000 2250 2500 2750 3000 3250

Series: GM Sample 1997 2013 Observations 17

Mean 1741.940 Median 1558.089 Maximum 3021.987 Minimum 636.3490 Std. Dev. 904.6643 Skewness 0.092057 Kurtosis 1.390652 Jarque-Bera 1.858596 Probability 0.394831


(6)

0 1 2 3 4 5 6 7

0 10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000

Series: PDSI Sample 1997 2013 Observations 17

Mean 31290.32 Median 21762.20 Maximum 63461.73 Minimum 4389.152 Std. Dev. 19358.72 Skewness 0.435418 Kurtosis 1.717686 Jarque-Bera 1.701901 Probability 0.427009

0 1 2 3 4 5 6

0 20000 40000 60000 80000 100000

Series: PDSL Sample 1997 2013 Observations 17

Mean 45329.41 Median 38800.00 Maximum 90000.00 Minimum 9000.000 Std. Dev. 20233.50 Skewness 0.291733 Kurtosis 2.840044 Jarque-Bera 0.259262 Probability 0.878419

Sumber: Diolah Dari Eviews