50 Dengan demikian spesifikasi dalam mengkaji faktor-faktor yang
mempengaruhi pembangunan manusia dapat dirumuskan sebagai berikut: LNIPM
it
= +
1
LNPDRBk
it
+
2
LNPOV
it
+
3
LNSRNPEN
it
+
4
LNGR
it
+
5
LNSRNKES
it
+
6
LNPKES +
7
LNSRNINF
it
+u
it
Dimana: LNIPM
it
= Natural logaritma dari indeks pembangunan manusia
untuk kabupatenkota ke-i pada tahun ke-t LNPov
it
= Natural logaritma jumlah penduduk miskin untuk
kabkota ke-i pada tahun ke-t LNPDRBk
it
= Natural logaritma PDRB perkapita menurut tahun
dasar 2000 untuk kabkota ke-i pada tahun ke-t Rp LNSRNPEN
it
= Natural logaritma Rasio Jumlah sekolah SD dan SMP
terhadap usia penduduk 5-14 tahun kabkota ke-i pada tahun ke-t
LNGR
it
= Natural logaritma Rasio jumlah guru SD dan SMP
terhadap murid SD dan SMP kabkota ke-i pada tahun ke-t
LNSRNKES
it
= Natural logaritma Rasio jumlah sarana kesehatan
Puskesmas, puskesmas pembantu dan puskesmas keliling terhadap jumlah penduduk pada kabkota ke-i
pada tahun ke-t LNPKES
it
= Natural logaritma Rasio jumlah pelayan kesehatan dokter umum, dokter gigi, dan bidan terhadap
penduduk pada kabkota ke-i pada tahun ke-t LNSRNIINF
it
= Natural logaritma Rasio panjang jalan terhadap jumlah
penduduk pada kabkota ke-i pada tahun ke-t u
it
= Error term
3.5 Pengujian Model dan Hipotesis
Permodelan diatas harus diuji terlebih dahulu dengan kriteria ekonomi dan pengujian statistik. Pengujian dengan kriteria ekonomi dapat dilakukan dengan
melihat tanda pada koefisien masing-masing peubah bebas. Dengan demikian
51 sebelum dilakukan estimasi model perlu dibuat hipotesis agar dapat dibandingkan
dengan hasil estimasi. Hipotesis tersebut dapat menjadi dasar kesesuaian hasil estimasi. Sedangkan untuk pengujian berdasarkan kriteria statistik dapat dilakukan
dengan cara uji koefisien regresi uji t dan uji statistik R
2
.
3.5.1 Uji F
Uji F ditujukan untuk mengetahui apakah variable-variabel independen secara bersama-sama memberi pengaruh yang signifikan terhadap variable
dependennya atau tidak. Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam melakukan uji F adalah
sebagai berikut: 1. Perumusan hipotesis
H
o
: =
atau ≤
H
1
: atau
1 Dimana:
adalah keragaman dari model regresi, adalah
keragaman sisaan. 2. Penghitungan nilai F-statistik. F-statistik ini dapat diperoleh dari
perhitungan komputer atau dengan manual. Secara manual, penghitungan F dirumuskan sebagai berikut:
Fhit = KTRKTS~ F
dbr, dbe
KTR = kuadrat terkecil regresi KTS = kuadrat terkecil sisa galat
Dapat ditunjukkan : F
k-1,n-k
= Dimana:
db
r
= derajat bebas dari model regresi k-1 db
e
= derajat bebas total model dikurangi derajat bebas model regresi n-k
Bandingkan F-statistik dengan F-tabel pada taraf nyata 5. Bisa juga dilakukan dengan membandingkan probabilitas F-Statistik dengan
taraf nyata 5. 3. Jika F-statistik F-tabel pada atau prob F-statistic 0,05, maka
terima H
1
, artinya, variable-variabel independen secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variable dependennya.
52
3.5.2 Uji t
Uji t dalam beberapa buku disebut juga uji statistik parsial. Uji dilakukan untuk mengetahui apakah masing-masing parameter bebas yang dipakai
berpengaruh nyata atau tidak terhadap parameter tidak bebas. Dalam Ramanathan 1998, langkah-langkah analisisnya dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Perumusan Hipotesis H
: = 0artinya perubahan X tidak tidak mempengaruhi Y H
1
: 0artinya perubahan X mempengaruhi Y 2. Penghitungan nilai t-statistik. T-statistik ini dapat diperoleh dari
perhitungan komputer atau dengan menggunakan cara manual. Formula untuk menghitung t-statistik secara manual dalam Juanda 2009 adalah:
= =
∑ ̅
dimana = koefisien yang diestimasi
= standard error untuk = Nilai Slope
= satuan perubahan Y akibat perubahan X KTG
= kuadrat tengah galat 3. a. Bandingkan dengan t-tabel yaitu nilai t pada df n-k dan taraf nyata
untuk one-tailed test dan 2 untuk two-tailed test. b. Uji t-statistik juga dapat dilakukan dengan pendekatan p-value, p-value
adalah peluang nilai t lebih besar dari t
c
4. a. Tolak hipotesis nol jika | t
hit
| t artinya variabel tersebut berpengaruh nyata terhadap nilai variabel tidak bebas.
b. Tolak H atau dapat disimpulkan bahwa koefisien adalah signifikan
jika p-value lebih kecil dari taraf nyata one-tailed test atau 2 two-tailed t-test. Taraf nyata yang digunakan pada peneletian ini
adalah lima persen 5.
3.5.3 Uji Statistik R
2
Nilai R
2
menunjukkan persentase variabel tak bebas dapat dijelaskan oleh variabel bebas. Semakin tinggi nilai R
2
maka semakin baik model karena semakin besar keragaman peubah dependen yang dapat dijelaskan oleh peubah
53 independen. Perhitungan R
2
dapat dilakukan dengan mengikuti rumus berikut Ramanathan, 1998:
= 1 − ∑
∑ −
= 1 − =
Dimana: ESS
= Error Sum Square atau Jumlah Kuadrat Terkecil RSS
= Regression Sum Square atau Jumlah Kuadrat Regresi TSS
= Total Sum Square atau Jumlah Kuadrat Total = Variabel pengganggu error term dari model yang
diestimasi = estimated y
= Variabel dependen rata-rata
3.5.4 Multikolinearitas
Multikolinearitas adalah hubungan linear yang kuat antara variabel bebas dalam persamaan regresi berganda Ramanathan, 1998. Gejala multikolinearitas
ini dapat dideteksi dari nilai R
2
tinggi tetapi tidak terdapat atau sedikit sekali koefisien dugaan yang berpengaruh nyata dan tanda koefisien regresi tidak sesuai
dengan teori Gujarati, 2003. Uji formal untuk menentukan ada atau tidaknya multikolinearitas dilakukan jika terdapat suatu keraguan apakah nilai koefisien
determinasi termasuk tinggi atau tidak. Akan tetapi jika suatu model sudah ditetapkan memiliki nilai koefisien determinasi yang tinggi, uji formal
menentukan multikolinearitas dapat dideteksi dari dampak yang ditimbulkan akibat adanya multikolinearitas Nachrowi, 2006. Multikolinearitas dalam pooled
data dapat diatasi dengan memberikan pembobotan cross section weight atau GLS, sehingga parameter dugaan pada taraf uji tertentu menjadi signifikan
Gujarati, 2003.
3.5.5 Heteroskedastisitas
Salah satu asumsi dari model regresi linear adalah bahwa ragam sisaan
t
sama atau homogen. Dengan pengertian lain, Var
i
= E
i 2
=
2
untuk setiap pengamatan ke-i dan peubah-peubah bebas dalam model regresi. Asumsi ini
54 disebut homoskedastisitas homoscedasticity. Jika ragam tidak sama atau Var
i
= E
i 2
=
i 2
untuk tiap pengamatan ke-i dari peubah-peubah bebas dalam model regresi, maka dikatakan bahwa ada masalah heteroskedatisitas Juanda, 2009.
Apabila asumsi homoskedastisitas tidak terpenuhi maka akan menyebabkan dugaan parameter koefisien regresi dengan metode OLS tetap tidak bias, dan
masih konsisten, tapi standar errornya bias ke bawah. Hal ini menyebabkan penduga OLS tidak efisien lagi.
Heteroskedatisitas dapat dideteksi dengan membandingkan sum square residual pada weighted statistics dengan sum square residual unweighted
statistics. Jika sum square residual pada weighted statistics lebih kecil dibandingkan dengan sum square residual unweighted statistics maka dapat
disimpulkan terjadi heteroskedastisitas. Masalah heteroskedatisitas dapat diatasi dengan metode white heteroskedasticity yang diestimasi dengan GLS.
3.5.6 Autokorelasi
Asumsi lain dalam persamaan linear adalah tidak adanya autokorelasi yakni korelasi serial antara sisaan
t
tidak ada. Dengan pengertian lain, sisaan menyebar bebas atau Cov
i
,
j
= E
i
,
j
= 0 untuk semua i j, dan dikenal juga sebagai bebas serial serial independence Juanda, 2009.
Masalah autokorlasi ini akan membuat model menjadi tidak efisien meskipun nasih tidak bias dan konsisten. Autokorelasi menyebabkan estimasi
standard error dan varian koefisien regresi yang diperoleh akan underestimate. Sehingga R
2
akan besar dan uji-t serta uji-F menjadi tidak valid. Autokorelasi yang kuat dapat menyebabkan dua variabel yang tidak berhubungan menjadi
berhubungan. Bila OLS digunakan, maka akan terlihat koefisien signifikan dan R
2
yang besar atau disebut juga sebagai regresi lancung atau palsu Nachrowi, 2006. Untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi dapat dilakukan uji Durbin
Watson DW yaitu dengan membandingkan nilai DW dari model dengan DW- tabel. Jika d dL, maka terjadi autokorelasi. Jika d 4
dL, maka ada autokorelasi dan jika du d du-4, dapat disimpulkan tidak ada autokorelasi. dL
disini merupakan symbol untuk DW tabel dan d adalah DW hasil perhitungan. Untuk mengatasi permasalahan ini bisa dilakukan dengan metode pembedaan
tingkat pertama The first-difference methode Nachrowi, 2006.
55 Metode Pembedaan Pertama The first-difference methode memberikan
sebuah kriteria untuk menggunakan metode ini jika statistik DW lebih kecil dibandingkan dengan R
2
. Pada metode pembeda pertama tersebut dapat diasumsikan bahwa mendekati satu atau diasumsikan mempunyai autokorelasi
yang kuat. Akan tetapi jika diinginkan nilai yang lebih tepat, dapat diestimasi berdasarkan Durbin Watson dengan rumus sebagai berikut:
= 1 − 2
Dimana: = estimasi koefisien korelasi
= statistik Durbin-Watson Kemudian data variabel bebas dan variabel terikat ditransformasikan dengan
cara:
∗
= −
∗
= −
Setelah ditransformasikan dapat dilakukan estimasi dengan metode Least Square biasa.
56
IV. PROFIL PROVINSI JAWA BARAT
Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia staatblad Nomor : 378.
Provinsi Jawa Barat dibentuk berdasarkan UU No.11 Tahun 1950, tentang Pembentukan Provinsi Jawa Barat. Selama lebih kurang 50 tahun sejak
pembentukannya, wilayah KabupatenKota di Jawa Barat baru bertambah 5 wilayah, yakni Kabupaten Subang1968; Kota Tangerang 1993; Kota
Bekasi1996; Kota Cilegon dan Kota Depok1999. Dalam kurun waktu tersebut telah banyak perubahan baik dalam bidang pemerintahan, ekonomi, maupun
kemasyarakatan. Jawa Barat merupakan salah satu Provinsi di Indonesia yang memiliki berbagai potensi yang dapat diberdayakan, antara lain menyangkut
sumber daya air, sumber daya alam dan pemanfaatan lahan, sumber daya hutan,
sumber daya pesisir dan laut serta sumber daya perekonomian. Dalam kurun waktu 1994-1999, secara kuantitatif jumlah Wilayah
Pembantu Gubernur tetap 5 wilayah dengan tediri dari : 20 kabupaten dan 5 kotamadya, dan tahun 1999 jumlah kotamadya bertambah menjadi 8 kotamadya.
Kota administratif berkurang dari enam daerah menjadi empat, karena Kotip Depok
pada tahun
1999 berubah
status menjadi
kota otonom.
Dengan lahirnya UU No.23 Tahun 2000 tentang Provinsi Banten, maka Wilayah Administrasi Pembantu Gubernur Wilayah I Banten resmi ditetapkan menjadi
Provinsi Banten dengan daerahnya meliputi: Kabupaten Serang, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak dan KabupatenKota Tangerang serta Kota
Cilegon.Tahun 2007 terbentuk Kabupaten Bandung Barat yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Bandung. Dengan adanya pemekaran ini, Provinsi
Jawa Barat terdiri dari 17 Kabupaten dan 9 Kotamadya. Kepadatan penduduk terendah di Provinsi Jawa Barat terdapat pada
Kabupaten Sukabumi dengan kepadatan penduduk 562 orangkm
2
dan kepadatan tertinggi terdapat di Kota Bandung dengan kepadatan14.228 orangkm
2
. Sementara itu, kabupatenkota di Provinsi Jawa Barat yang memiliki luas wilayah
57 terkecil adalah Kota Cirebon dengan luas 40,16 km
2
dan yang memiliki wilayah terluas adalah Kabupaten Sukabumi dengan luas wilayah 4.160,75 km
2
. Laju pertumbuhan penduduk tertinggi di Provinsi Jawa Barat berada di
Kabupaten Bekasi dengan laju pertumbuhan sebesar 4,69 persen dan laju pertumbuhan terendah terdapat di Kabupaten Majalengka sebesar 0,40 persen.
Untuk jumlah penduduk terbanyak berada di Kabupaten Bogor sebanyak 4.763.200 orang dan jumlah penduduk yang paling sedikit terdapat di Kota
Cirebon sebanyak 2.065.142 orang Tabel 4.1. Tabel 4.1 Monografi Provinsi Jawa Barat
KabupatenKota Jumlah
Penduduk orang
Laju Pertumbuhan
penduduk Luas
Wilayah km
2
Kepadatan penduduk
Orangkm
2
01. Bogor 4.763.200
3,13 2.997,13
1.589 02. Sukabumi
2.339.348 1,22
4.160,75 562
03. Cianjur 2.168.514
1,10 3.594,65
603 04. Bandung
3.174.499 2,56
1.756,65 1.807
05. G a r u t 2.401.248
1,60 3.094,40
776 06. Tasikmalaya
1.675.544 0,88
2.702,85 619
07. C i a m i s 1.531.359
0,47 2.740,76
558 08. Kuningan
1.037.558 0,53
1.189,60 872
09. Cirebon 2.065.142
0,68 1.071,05
1.928 10. Majalengka
1.166.733 0,40
1.343,93 868
11. Sumedang 1.091.323
1,21 1.560,49
699 12. Indramayu
1.663.516 0,46
2.092,10 795
13. Subang 1.462.356
0,96 2.164,48
675 14. Purwakarta
851.566 1,99
989,89 860
15. Karawang 2.125.234
1,76 1.914,16
1.110 16. B e k a s i
2.629.551 4,69
1.269,51 2.071
17. Bandung Barat 1.513.634
1,99 1.335,60
1.184 Kotacity
18 Bogor 949.066
2,39 111,73
8.494 19 Sukabumi
299.247 1,73
48,96 6.112
20. Bandung 2.393.633
1,15 168,23
14.228 21. Cirebon
295.764 0,84
40,16 7.364
22. Bekasi 2.336.489
3,48 213,58
10.939 23. Depok
1.736.565 4,30
199,44 8.707
24. Cimahi 541.139
2,06 41,20
13.134 25. Tasikmalaya
634.424 1,86
184,38 3.440
26. Banjar 175,165
1,14 130,86
1.338 Jawa Barat
43.021,826 1,89
37.173,97 1.157
Sumber : BPS Jawa Barat, 2010
58
4.1 Geografi