27 Tabel 2.1 Perhitungan Indeks Pembangunan Manusia
Indeks Komponen IPM
X
1
Nilai Maksimum
Nilai Minimum
Catatan
1 2
3 4
Angka Harapan
Hidup 85
25 Sesuai
standar global
UNDP Angka
Melek Huruf
100 Sesuai
standar global
UNDP Rata-rata
Lama Sekolah
15 Sesuai
standar global
UNDP Konsumsi
per Kapita
yang disesuaikan 1996
732.720
a
300.000
b
UNDP menggunakan PDB per
kapita riil
yang disesuaikan.
Catatan: a Proyeksi pengeluaran riil unit tahun untuk provinsi yang memiliki angka tertinggi Jakarta pada tahun 2018 setelah disesuaikan dengan
formula Atkitson. Proyeksi mengasumsikan kenaikan 6,5 persen per tahun selama kurun 1993-2018
b Setara dengan dua kali garis kemiskinan untuk provinsi yang memiliki angka terendah tahun 1990 di daerah pedesaan Sulawesi
Selatan dan tahun 2000 di Irian Jaya.
2.1.7 Kemiskinan dan Pembangunan Manusia
BPS mendefinisikan kemiskinan dengan kondisi kehidupan yang serba kekurangan yang dialami seseorang atau rumahtangga sehingga tidak mampu
memenuhi kebutuhan minimalyang layak bagi kehidupannya. Sementara Chambers mengartikan kemiskinan sebagai keadaan kekuranganuang dan barang
untuk menjamin kelangsungan hidup. Dengan demikian, kemiskinan memiliki arti luas sebagai suatu konsep yang terintegrasi dengan memiliki lima dimensi, yaitu:
1 kemiskinanproper, 2 ketidakberdayaan powerless, 3 kerentanan menghadapi situasidarurat state of emergency, 4 ketergantungan dependence,
dan 5 keterasinganisolation baik secara geografis maupun sosiologis. Hidup dalam kemiskinan bukan hanya hidup dalam kekurangan uang dan
tingkat pendapatan rendah, tetapi juga banyak hal lain, seperti tingkat kesehatan dan pendidikan rendah, perlakuan tidak adil dalam hukum, kerentanan terhadap
ancaman tindak kriminal, ketidak berdayaan dalam menentukan jalan hidupnya sendiri Prasetyo, 2010.
28 Kemiskinan dibagi dalam empat bentuk, yaitu:
a. Kemiskinan absolut, kondisi dimana seseorang memiliki pendapatan di
bawah garis kemiskinan atau tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan, sandang, papan, kesehatan, perumahan, dan pendidikan yang
dibutuhkan untuk bisa hidup dan bekerja. b.
Kemiskinan relatif, kondisi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum menjangkau seluruh masyarakat, sehingga
menyebabkan ketimpangan pada pendapatan. c.
Kemiskinan kultural, mengacu pada persoalan sikap seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh faktor budaya, seperti tidak mau
berusaha memperbaiki tingkat kehidupan, malas, pemboros, tidak kreatif meskipun ada bantuan dari pihak luar.
d. Kemiskinan struktural, situasi miskin yang disebabkan oleh rendahnya
akses terhadap sumber daya yang terjadi dalam suatu sistem sosial budaya dan sosial politik yang tidak mendukung pembebasan kemiskinan, tetapi
seringkali menyebabkan suburnya kemiskinan. Sementara BPS menjabarkan kemiskinan melalui indikator dan dimensi
kemiskinan sebagai berikut:
29 Tabel 2.2 Dimensi dan Indikator Kemiskinan
Kebutuhan Dasar Contoh Indikator
1. Konsumsi a. Persentase penduduk dibawah Garis
Kemiskinan b. Indeks Kedalaman Kemiskinan
c. Indeks Keparahan
Kemiskinan Persentase pengeluaran makanan
d. Persentase penduduk
dengan konsumsi
energi 2100 kkal perkapita perhari
e. Persentase balita kurang gizi 2. Kesehatan
a. Persentase penduduk
meninggal sebelum 40 tahun
b. Persentase penduduk tanpa akses pada pelayanan kesehatan dasar
c. Angka Kematian Bayi 3. Pendidikan Dasar
a. Persentase penduduk usia 7-15 tahun tidak sekolah
b. Persentase penduduk dewasa buta huruf
4. Ketenagakerjaan a. Persentase penduduk penganggur
terbuka b. Persentase
penduduk setengah
penganggur c. Persentase pekerja sektor informal
5. Perumahan a. Persentase rumahtangga tanpa akses
pada listrik b. Persentase
rumahtangga dengan
lantai tanah c. Persentase penduduk dengan luas
lantai 10 m
2
6. Air dan Sanitasi a. Persentase penduduk tanpa akses
pada air bersih b. Persentase penduduk tanpa jamban
sendiri Sumber: BPS 2004
2.1.8 Kebijakan Pro Poor Growth Pro poor growth merupakan hubungan timbal balik antara tiga unsur:
pertumbuhan, kemiskinan, dan ketidakmerataan. Tingkat kemiskinan tidak hanya dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi tetapi juga dipengaruhi oleh level dan
perubahan ketidakmerataan Suparno, 2010.
30 Revalion 1998 mendefinisikan pro poor growth sebagai peningkatan PDB
yang menurunkan kemiskinan. Menurut Zepeda 2004 definisi ini masih sangat luas, implikasinya sebagian besar pertumbuhan ekonomi di dunia tergolong
sebagai pro poor growthselama terjadi penurunan kemiskinan walaupun distribusi pendapatan memburuk. Sedangkan badan-badan internasional seperti PBB,
Organization for Economic Cooperation and Development OECD, UNDP, dan Bank Dunia lebih sering menggunakan pro poor growth sebagai pertumbuhan
ekonomi yang lebih menguntungkan penduduk miskin dan memberikan mereka kesempatan untuk memperbaiki situasi ekonomi mereka seperti dikemukakan
Kakwani 2004.
2.1.9 Pembangunan Infrastruktur dan Pembangunan Manusia