22 asam lemak rantai pendek seperti asam asetat, asam propionat dan asam butirat daripada fase
pertumbuhannya. Hal ini disebabkan penambahan asam lemak rantai pendek dapat dimanfaatkan oleh bakteri pada saat pertumbuhan sebagai sumber pembentuk asam lemak.
B. PEMBUATAN SERBUK JAHE
Sebanyak 3,06 kg rimpang jahe gajah segar dicuci bersih, ditiriskan dan diiris menggunakan slicer dengan ketebalan 1,5 mm. Jahe yang digunakan untuk ekstraksi minyak atsiri dan
oleoresin yaitu jahe yang berumur 8 – 10 bulan Purseglove et al., 1981. Pengupasan kulit tidak dilakukan untuk menghindari hilangnya kandungan minyak atsiri dalam jahe Guenther, 1952.
Semakin tipis lembaran jahe yang dikeringkan, semakin cepat penguapan air sehingga mempercepat waktu pengeringan Sirait, 1985. Selanjutnya lembaran jahe dikeringkan dengan
menggunakan oven suhu 55
o
Rendemen serbuk jahe gajah kering yang diperoleh dalam penelitian yaitu sebesar 9,98 ww Lampiran 2. Serbuk jahe yang diperoleh kemudian disimpan dalam lemari pendingin
untuk meminimalisir kerusakan. Serbuk jahe yang digunakan dalam penelitian hanya mengalami penyimpanan dalam lemari pendingin selama dua hari untuk selanjutnya dilakukan tahap
ekstraksi. C selama 5 jam hingga kering. Proses pengeringan dapat
menghilangkan air dengan baik sehingga sampel tidak mudah rusak dalam jangka waktu yang lama. Bahan simplisia dapat dikeringkan pada suhu 30 °C sampai 90 °C, tetapi suhu yang terbaik
tidak melebihi 60 °C Sirait, 1985. Selanjutnya lembaran jahe dihaluskan dan diayak dengan ukuran 20 mesh hingga didapatkan serbuk jahe halus yang homogen. Hal ini dimaksudkan untuk
memperluas permukaan dan meningkatkan interaksi antara pelarut dengan senyawa yang akan diekstrak sehingga senyawa yang terekstrak semakin banyak pada tahap ekstraksi Singh, 2008.
C. EKSTRAKSI MASERASI BERTINGKAT DENGAN PELARUT
HEKSAN, ETIL ASETAT DAN ETANOL
Proses ekstraksi bertujuan untuk memisahkan secara kasar senyawa yang terkandung dalam serbuk jahe dan mendapatkan ekstrak kasarnya. Serbuk jahe sebanyak 100 g diekstraksi dengan
menggunakan metode maserasi bertingkat pada suhu ruang dengan kecepatan putar shaker sebesar 150 rpm. Pada metode maserasi bertingkat digunakan pelarut pada berbagai tingkat
kepolaran maka akan diperoleh jenis ekstrak dengan kandungan senyawa yang lebih spesifik. Tiap filtrat dipisahkan dari pelarut dengan menguapkan dalam rotavapor. Pelarut heksan dan
etil asetat diuapkan pada suhu 50
o
C dan pelarut etanol diuapkan pada suhu 70
o
Ekstraksi yang dilakukan dengan maserasi bertingkat diperoleh beberapa jenis ekstrak yaitu ekstrak heksan jahe, ekstrak etil asetat jahe dan ekstrak etanol jahe. Masing-masing jenis ekstrak
yang diperoleh dihitung rendemennya berdasarkan persentase bobot ekstrak jahe setelah dipekatkan dengan rotavapor dibandingkan dengan bobot serbuk jahe kering 100 gram. Data
rendemen ekstrak jahe dapat dilihat pada Tabel 10 dan Lampiran 3. C. Sisa pelarut
dihilangkan dengan dihembus gas nitrogen hingga pelarut yang masih tersisa dalam ekstrak jahe menguap. Setelah itu pemekatan disempurnakan dengan proses keringbeku menggunakan freeze
dry. Kemudian ditutup rapat dalam vial dan disimpan dalam lemari pendingin hingga dilakukan analisis lanjut.
23 Tabel 10. Hasil ekstraksi jahe metode maserasi bertingkat dengan berbagai pelarut
Jenis ekstrak Rendemen ekstrak jahe
g100g serbuk jahe kering Warna ekstrak jahe
Ekstrak Heksan EH 3,57
Coklat pekat Ekstrak Etil asetat EEA
3,17 Coklat pekat
Ekstrak Etanol EE 3,02
Coklat pekat Keterangan: Rendemen merupakan rerata ± standar deviasi dari dua ulangan
Pada Tabel 10 dapat dilihat bahwa ekstraksi yang diperoleh dari maserasi bertingkat dengan pelarut heksan menghasilkan rendemen ekstrak yang paling besar yaitu 3,57 ww kemudian
ekstraksi dengan pelarut etil asetat yaitu 3,17 ww dan rendemen yang terkecil yaitu ekstraksi dengan etanol yaitu 3,02 ww. Hasil ini menunjukkan kandungan pada jahe yang
bersifat non-polar lebih dominan dibandingkan dengan komponen semi-polar dan polar pada jahe. Rendemen ekstrak jahe dihasilkan serupa dengan yang telah dilakukan oleh Radiati 2002
yang menyatakan ekstrak heksan dan etanol jahe dengan menggunakan metode maserasi bertingkat diperoleh sebesar 3,23 ± 0,25 dan 2,16 ± 0,31 ww. Perbedaan tingkat
kematangan jahe yang digunakan dapat menyebabkan perbedaan perolehan rendemen ekstrak. Hal ini disebabkan akibat perbedaan kandungan senyawa dan jumlah senyawa yang terekstrak
Houghton dan Raman, 1998 . Pemekatan ekstrak jahe menggunakan suhu 50
o
C untuk ekstrak yang diperoleh dengan pelarut heksan dan etil asetat serta suhu 70
o
Perlakuan keringbeku dimaksudkan untuk menghilangkan air yang masih terkandung dalam ekstrak dan menghindari pengeringan dengan panas yang dapat menghilangkan komponen
volatil dalam ekstrak, namun perlakuan kering-beku menyebabkan rendemen ekstrak jahe berkurang. Kehilangan ekstrak jahe setelah perlakuan kering-beku berakibat pada hilangnya
komponen aktif yang bersifat volatil yang terdapat dalam ekstrak jahe Tabel 11, Lampiran 3. C untuk ekstrak yang diperoleh dengan pelarut
etanol yang diharapkan dapat menguapkan sisa pelarut heksan, etil asetat dan etanol yang terdapat pada ekstrak jahe namun diduga menyebabkan komponen aktif pada ekstrak jahe ikut
menguap dan dimungkinkan komponen aktif terdegradasi pada suhu pemekatan tersebut.
Tabel 11. Kehilangan ekstrak jahe setelah freeze dry Jenis ekstrak
Rendemen ekstrak jahe
g ekstrak 100g serbuk jahe
kering Rendemen ekstrak
jahe setelah freeze dry g ekstrak
setelah freeze dry 100g serbuk jahe
kering kehilangan ekstrak
setelah freeze dry rendemen ekstrak–
rendemen ekstrak setelah freeze dry rendemen
ekstrak x 100
Ekstrak Heksan EH 3,57
2,68 24,82
Ekstrak Etil asetat EEA
3,17 2,08
34,23 Ekstrak Etanol EE
3,02 0,44
85,43 Keterangan: Rendemen merupakan rerata ± standar deviasi dari dua ulangan
Ekstrak jahe kering menggunakan metode soxhlet dengan pelarut heksan didapatkan rendemen yang lebih rendah dibandingkan dengan menggunakan metode maserasi bertingkat
yaitu sebesar 1,00 ww dan ekstrak jahe kering menggunakan metode soxhlet dengan pelarut
24 etanol didapatkan rendemen lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan metode maserasi
bertingkat yaitu sebesar 1,13 ww dan ekstrak jahe menggunakan microwave didapatkan rendemen sebesar 0,88 ww dengan pelarut heksan sedangkan dengan pelarut etanol
didapatkan rendemen sebesar 1,14 ww Alfaro et al., 2003. Menurut Fakhrudin 2008 ukuran serbuk jahe yang berbeda serta lamanya waktu ekstraksi
dapat berpengaruh terhadap rendemen ekstrak jahe yang dihasilkan. Rendemen yang dihasilkan diduga masih terdapat kadar air dalam jumlah yang sangat kecil pada ekstrak heksan jahe,
ekstrak etil asetat jahe dan esktrak etanol jahe dapat dilihat dari karakteristik fisik hasil ekstrak yang berbentuk pasta setelah tahap perlakuan keringbeku.
Pasta merupakan sistem koloid dengan fase pendispersi berupa bahan cair dan fase terdispersi berupa bahan padatan. Fase cair dalam sistem koloid tersebut diduga mencakup di dalamnya
kandungan air yang belum terpisahkan serta kandungan minyak pada ekstrak jahe gajah sehingga menyebabkan ekstrak jahe yang dihasilkan berbentuk pasta. Gambar beragam ekstrak jahe yang
diperoleh dengan maserasi bertingkat dapat dilihat pada Gambar 19.
Gambar 19. Ekstrak kasar jahe dengan maserasi bertingkat
D. PENGUJIAN AKTIVITAS ANTIMIKROBA EKSTRAK HEKSAN,