30 Fusarium moniliforme dengan dosis 2 µl secara berturut-turut 9,2 ± 1,2; 35,6 ± 1,1; 29,2 ± 1,0;
25,3 ± 0,4; 20,6 ± 1,1 mm Singh et al., 2008. Limit residu pelarut dalam bahan makanan dapat ditoleransi untuk keberadaan pelarut etanol cukup besar yaitu 1000 ppm Handa, 2008. Namun
dalam penelitian ini didapat bahwa ekstrak etanol jahe yang diperoleh dari maserasi bertingkat bukan merupakan senyawa antimikroba yang baik untuk dikembangkan sebagai pengawet alami.
Hal ini dapat terlihat dari rendemen ekstrak etanol yang rendah setelah perlakuan kering-beku 0,44 ww dibanding rendemen ekstrak heksan jahe dan ekstrak etil asetat jahe, sehingga
dimungkinkan kandungan senyawa aktif yang terdapat dalam ekstrak etanol lebih sedikit daripada ekstrak heksan dan etil asetat jahe.
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa ekstrak etil asetat jahe yang diperoleh dari maserasi bertingkat memiliki aktivitas antimikroba yang tertinggi terhadap bakteri B. cereus dan S.
aureus. Aktivitas penghambatan yang dihasilkan dengan menggunakan difusi sumur bersifat kualitatif Parish dan Davidson, 1993. Berdasarkan hasil penelitian ini, ekstrak etil asetat yang
diperoleh dari maserasi bertingkat dijadikan sebagai ekstrak terpilih untuk tahap selanjutnya yaitu tahap pengujian aktivitas penghambatan dengan menggunakan metode dillution broth
terhadap bakteri yang menunjukkan penghambatan oleh ekstrak etil asetat yaitu bakteri B. cereus dan S. aureus.
E. PENGUJIAN AKTIVITAS PENGHAMBATAN EKSTRAK ETIL
ASETAT JAHE
Pengujian aktivitas penghambatan lanjut dilakukan terhadap ekstrak etil asetat jahe melalui pengujian aktivitas antimikroba dengan metode dillution broth. Metode tersebut
direkomendasikan oleh Gutierrez et al. 2009 sebagai metode yang baik untuk pengujian aktivitas penghambatan yang bertujuan mengetahui konsentrasi hambat minimal. Metode
pengenceran memiliki kelebihan yaitu dapat diketahui adanya kontaminasi dan dapat dilakukan untuk bahan berwarna keruh serta data yang diperoleh bersifat kuantitatif Parish dan Davidson,
1993. Konsentrasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu konsentrasi 0, 5, 10, 15, 20 mgml
untuk S. aureus dan B. cereus. Pemilihan kisaran konsentrasi ini mengacu pendekatan yang dilakukan oleh Radiati 2002 yang menemukan bahwa pada kisaran konsentrasi tersebut
terdapat konsentrasi hambat minimal untuk bakteri uji yaitu dengan menggunakan ekstrak semi- polar diklorometan dapat menghambat bakteri S. Typhi sebesar 10 mgml.
Ekstrak etil asetat jahe akan menunjukkan aktivitas antimikroba kandungan semi-polar dari jahe. Pengujian aktivitas antimikroba secara kuantitatif dilakukan pada ekstrak terpilih yaitu
ekstrak etil asetat jahe yang diperoleh dengan maserasi bertingkat pada suhu pemekatan 50
o
C terhadap bakteri uji yang menunjukkan aktivitas penghambatan. Penurunan jumlah bakteri
dihitung berdasarkan persentase selisih dari jumlah koloni yang tumbuh setelah 24 jam dengan jumlah koloni yang tumbuh pada 0 jam dibagi jumlah koloni yang tumbuh pada 0 jam. Nilai
konsentrasi hambat minimal MIC ditentukan jika pada konsentrasi ekstrak jahe terendah dapat menghambat pertumbuhan bakteri atau terjadi penurunan jumlah bakteri sebesar 90 dari
jumlah bakteri awal. Nilai penghambatan secara kuantitatif didapat dilihat pada Tabel 13, Lampiran 5, Lampiran 6 dan Lampiran 7.
31 Tabel 13. Hasil pengujian aktivitas penghambatan ekstrak etil asetat jahe
Jenis bakteri Konsentrasi
ekstrak etil asetat jahe mgml
Jumlah bakteri CFUml Penurunan
jumlah bakteri
Inkubasi 0 jam Inkubasi 24 jam
B. cereus 2,3 x 10
1,0 x 10
5
-
8
5 1,9 x 10
1,0 x 10
5
-
7
10 1,8 x 10
4,7 x 10
5
-
5
15 3,2 x 10
8,8 x 10
5
73,13
4
20 2,0 x 10
2,2 x 10
5
85,22
4
S. aureus 9,0 x 10
1,5 x 10
5
-
9
5 8,7 x 10
9,8 x 10
5
-
6
10 9,1 x 10
5,2 x 10
5
-
6
15 9,4 x 10
4,7 x 10
5
-
6
20 9,1 x 10
4,8 x 10
5
47,25
5
Nilai penghambatan seperti ditunjukkan pada Tabel 13, menunjukkan bahwa pada konsentrasi ekstrak etil asetat jahe 15 mgml DMSO bakteri B. cereus mengalami penurunan
jumlah bakteri sebesar 73,13 dan pada konsentrasi ekstrak etil asetat jahe 20 mgml DMSO bakteri B. cereus mengalami penurunan jumlah bakteri sebesar 85,22 sedangkan pada
konsentrasi ekstrak etil asetat jahe 20 mgml DMSO bakteri S. aureus mengalami penurunan jumlah bakteri sebesar 47,25 . Konsentrasi ekstrak etil asetat jahe yang diperoleh dengan
maserasi bertingkat dengan suhu pemekatan 50
o
C menunjukkan adanya penurunan jumlah
bakteri uji setelah inkubasi 24 jam dibandingkan dengan jumlah bakteri awal namun belum mencapai 90 sehingga nilai konsentrasi hambat minimal MIC tidak dicapai pada konsentrasi
ekstrak etil asetat yang diperoleh dengan maserasi bertingkat dengan suhu pemekatan 50
o
Hasil penelitian yang diperoleh dari metode ini tidak lebih efektif dibandingkan dengan hasil yang dilaporkan oleh Coopoosamy et al. 2010 yang menunjukkan bahwa pada konsentrasi
yang lebih rendah ekstrak etil asetat dengan maserasi tunggal dari tamanan Siphonochilus aethiopicus yaitu sebesar 4,0 mgml telah dapat menghambat minimal terhadap bakteri S. aureus
dan B. cereus. Nilai MIC yang lebih rendah menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat dari tamanan Siphonochilus aethiopicus lebih efektif dibandingkan dengan ekstrak etil asetat jahe yang
diperoleh dengan maserasi bertingkat. Siphonochilus aethiopicus merupakan jenis tanaman yang dikenal sebagai jahe liar berasal dari Afrika Selatan. Siphonochilus aethiopicus bukan termasuk
dalam genus Zingiber. Begitupula dengan ekstrak etil asetat dari bahan lain seperti Eupatorium lindleyanum dengan maserasi tunggal menghasilkan nilai penghambatan minimal pada bakteri S.
aureus yaitu sebesar 0,4 mgml dan pada B.cereus sebesar 0,8 mgml Ji et al., 2008. Hal ini berarti ekstrak etil asetat jahe yang diperoleh dengan maserasi bertingkat dengan suhu
pemekatan 50 C
antara 5 – 20 mg ml terhadap B. cereus dan S. aureus. Penggunaan konsentrasi hambat yang lebih besar tidak dilakukan karena tidak efektif dalam aplikasinya. Penurunan jumlah bakteri
yang dihasilkan oleh ekstrak etil asetat jahe dari maserasi bertingkat terhadap B. cereus lebih kecil dibandingkan terhadap bakteri S. aureus.
o
Ekstrak metanol jahe dengan menggunakan maserasi tunggal didapatkan nilai penghambatan minimal yaitu 0,66 mgml pada B. cereus dan 2,64 mgml pada S. aureus Al-Zoreky dan
Nakahara, 2003. Ekstrak jahe dengan menggunakan satu macam pelarut yaitu dengan metanol C dan perlakuan kering-beku tidak lebih efektif dibanding ekstrak etil asetat
tanaman Eupatorium lindleyanum dalam menghambat bakteri S. aureus dan B. cereus.
32 dapat menghasilkan aktivitas antimikroba yang lebih kuat dibandingkan dengan aktivitas
antimikroba ekstrak jahe yang dihasilkan dengan menggunakan metode maserasi bertingkat. Ekstrak yang didapatkan dengan menggunakan maserasi bertingkat menghasilkan komponen
yang lebih spesifik sesuai dengan pelarut yang digunakan, namun tidak lebih baik dibandingkan dengan ekstrak jahe yang didapatkan menggunakan maserasi tunggal dengan satu macam
pelarut. Ekstrak dengan maserasi tunggal dapat mengekstrak komponen yang tidak lebih spesifik dari maserasi bertingkat. Hal ini menandakan adanya sinergi antar komponen yang terdapat pada
ekstrak jahe dalam satu macam pelarut. Ekstraksi komponen aktif pada jahe dengan menggunakan maserasi bertingkat pada suhu pemekatan yang digunakan dalam penelitian ini
tidak berpotensi untuk dikembangkan sebagai metode dalam mengekstrak komponen jahe untuk keperluan antimikroba alami.
Sinergi merupakan peningkatan aktivitas penghambatan yang terjadi saat dua bahan antimikroba yang dikombinasikan kemudian dibandingkan dengan bahan antimikroba tunggal
Parish dan Davidson, 1993. Ekstrak etanol jahe dikombinasikan dengan ekstrak etanol dari tanaman lainnya seperti lemon Citrus aurantifolia Linn dapat menghasilkan aktivitas
penghambatan dengan diameter penghambatan antara 9 – 19 mm terhadap bakteri B. cereus, S. aureus, E. coli dan Salmonella spp. Onyeagba et al., 2004. Aktivitas penghambatan ekstrak
etanol jahe dengan ekstrak etanol bawang putih Allium sativum juga menunjukkan adanya sinergi dalam menghambat bakteri S. aureus, S. Typhi dan E. coli Neogi et al., 2007.
33
V. SIMPULAN DAN SARAN