7 Senyawa antimikroba memiliki mekanisme penghambatan yang berbeda-beda. Mekanisme
kerja senyawa antimikroba yaitu dapat berupa merusak dinding sel hingga terjadi lisis, mengubah permeabilitas membran sitoplasma sehingga sel bocor, menyebabkan denaturasi
protein sel, menghambat kerja enzim dalam sel, merusak molekul protein dan asam nukleat dan menghambat sintesis asam nukleat Prescott et al., 2005.
Senyawa antibiotik merupakan senyawa kimia yang dihasilkan dari metabolit bakteri dan memiliki kemampuan membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri. Selanjutnya antibiotik
dibuat lebih efektif dengan modifikasi kimia dalam laboratorium yang dikenal sebagai antibiotik semisintetis Madigan et al., 2003. Umumnya bakteri Gram-positif lebih rentan dibanding
bakteri Gram-negatif. Antibiotik yang dapat bekerja baik pada bakteri Gram-negatif maupun Gram-positif disebut antibiotik dengan spektrum yang luas.
Antibiotik dapat digolongkan berdasarkan struktur kimianya atau berdasarkan cara kerjanya dalam menghambat mikroba. Pada bakteri, sasaran utama dari kerja antibiotik yaitu menyerang
pada dinding sel seperti vankomisin, menyerang membran sitoplasma seperti polimixin dan menyerang sintesis protein seperti makrolid, kloramfenikol dan tetrasiklin dan menyerang
sintesis asam nukleat seperti rifamin Madigan et al., 2003. Mekanisme antibiotik dalam menghambat sintesis protein melalui interaksi dengan ribosom.
Interaksi ini sangat spesifik dan melibatkan banyak rRNA seperti streptomisin menghambat sintesis protein pada tahap inisiasi sedangkan puromisin, kloramfenikol, sikloheksimid dan
tetrasiklin menghambat pada tahap elongasi. Antibiotik yang dapat menghambat dalam tahap sama pun dapat memiliki mekanisme kerja sangat berbeda seperti puromisin berikatan dengan
sisi A pada ribosom dan perpanjangan rantai polipeptida dipindahkan ke puromisin, kemudian kompleks puromisin-polipeptida keluar dari ribosom dan berhenti pada tahap elongasi secara
prematur. Kloramfenikol menghambat pada tahap elongasi dengan cara mencegah pembentukan ikatan peptida. Antibiotik secara spesifik menghambat ribosom pada organisme tertentu seperti
kloramfenikol dan streptomisin spesifik hanya pada ribosom bakteri saja sedangkan sikloheksimid hanya mempengaruhi ribosom dari golongan eukaria saja Madigan et al., 2003.
D. EKSTRAKSI KOMPONEN BIOAKTIF
Ekstraksi merupakan tahap untuk pemisahan senyawa dengan matriksnya menjadi senyawa terlarut untuk tujuan identifikasi komponen maupun komersial Houghton dan Raman, 1998.
Senyawa terlarut berupa ekstrak penting didapatkan disebabkan: 1 keragaman komponen yang terkandung dalam bahan segar dipengaruhi oleh genetik dan lingkungan tempat tumbuh
tanaman, 2 adanya perubahan komponen selama penyimpanan dalam bentuk segar dan 3 memenuhi konsentrasi tertentu terhadap senyawa yang diinginkan. Hal yang harus diperhatikan
diantaranya yaitu tujuan ekstraksi, skala ekstraksi, sifat komponen yang akan diekstrak, sifat pelarut yang akan digunakan, penggunaan ekstrak serta penggunaan ulang pelarut Houghton
dan Raman, 1998. Komponen bioaktif pada tanaman dapat diekstrak dengan beragam cara diantaranya
menggunakan metode Soxhlet Mishra dan Behal, 2010, hidrodistilasi Singh et al., 2008, maserasi Ahmad dan Beg, 2001, supercritical CO
2
Maserasi dilakukan dengan merendam serbuk jahe dalam pelarut. Prinsip metode maserasi yaitu terjadinya peristiwa leaching pada komponen aktif dalam bahan yang memiliki sifat
Puengphian dan Sirichote, 2008. Penelitian ini menggunakan maserasi bertingkat dengan pertimbangan penggunaannya yang
sederhana, relatif murah dan mudah.
8 kelarutan yang sama dengan pelarut yang digunakan Singh, 2008. Maserasi yang berulang
untuk memperoleh ekstrak yang semakin banyak. Metode ini tergolong metode konvensional namun masih populer digunakan disebabkan kemudahan pengerjaan dan biaya pengerjaan yang
cukup murah dibandingkan metode lainnya Yang et al., 2010. Maserasi bertingkat merupakan metode ekstraksi bertahap dengan menggunakan pelarut
yang berbeda. Metode maserasi bertingkat lebih banyak digunakan dalam mengekstraksi senyawa antimikroba disebabkan lebih efisien karena dalam prosesnya akan didapatkan lebih
dari satu jenis senyawa antimikroba tergantung jenis pelarut yang digunakan Mawaddah, 2008. Ekstraksi dapat dilakukan menggunakan pelarut dengan polaritas yang berbeda untuk
memperoleh komponen terlarut pada kisaran yang luas Cowan, 1999. Sifat komponen yang akan diekstrak bergantung pada polaritas, termostabilitas dan pH. Sifat pelarut yang akan
digunakan bergantung pada polaritas, toksisitas, kemudahan terbakar, reaktivitas, ketersediaan dan harga. Berdasarkan perbandingan polaritasnya, heksan tergolong sebagai pelarut non polar,
etil asetat tergolong sebagai pelarut semi polar dan etanol tergolong sebagai pelarut polar Carey dan Sundberg, 2007. Derajat polaritas bergantung pada ketetapan dielektrik
ε, semakin besar tetapan dielektrik semakin polar pelarut tersebut. Berikut ini karakteristik dan struktur pelarut
yang digunakan dalam penelitian Tabel 4 dan Gambar 4. Tabel 4. Karakteristik pelarut heksan, etil asetat, etanol
Pelarut T
d o
Kelarutan dalam air C
Ketetapan dielektrik ε
Heksan 69
0,01 1,9
Etil asetat 77
80 6,0
Etanol 78
Sangat larut 24,5
Sumber: Handa 2008; Carey dan Sundberg 2007
a Heksan b Etil asetat c Etanol
Gambar 4. Struktur pelarut yang digunakan Sumber: a http:www.hull.ac.ukchemistrymasspec3imagespic20hexane.gif;
b http:upload.wikimedia.orgwikipediacommonseeaEthyl_acetate2.png; c http:upload.wikimedia.orgwikipediacommonsaaeEthanol-structural.png
Menurut Houghton dan Raman 1998 menyatakan bahwa pelarut yang digunakan hendaknya mempunyai titik didih yang tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah. Dalam
pertimbangan ekonomi, diupayakan pemilihan pelarut yang murah harganya dan mudah didapatkan.
E. BAKTERI PATOGEN PANGAN