12
F. PENGUJIAN AKTIVITAS ANTIMIKROBA
Prinsip pengujian aktivitas antimikroba adalah untuk mengkaji derajat efisiensi penghambatan atau penginaktivasian organisme tertentu pada kondisi tertentu Lopez-Malo et
al., 2003. Metode untuk menguji aktivitas antimikroba dapat dibedakan menjadi dua yaitu in vitro dan aplikasi dalam sistem pangan. Metode in vitro merupakan metode pengujian aktivitas
antimikroba yang tidak diaplikasikan dalam sistem pangan. Metode in vitro hanya dapat memberikan informasi awal mengenai potensi sebagai antimikroba dari komponen suatu bahan
Parish dan Davidson, 1993. Beberapa faktor yang berpengaruh dalam pengujian aktivitas antimikroba diantaranya yaitu:
mikroorganisme uji jenis, jumlah inokulum yang digunakan, fisiologi sel, kultur media pertumbuhan, bahan antimikroba yang digunakan, interaksi komponen uji dengan komponen
media, koefisien partisi, media uji pH, kadar air, potensial redoks dan prosedur uji kondisi inkubasi, tekanan udara, konsentrasi atmosfer, suhu inkubasi, keragaman alat Lopez-Malo et
al., 2003. Metode in vitro dapat dilakukan dengan menggunakan beragam pendekatan diantaranya
metode pengenceran atau dillution broth Mishra dan Behal, 2010, metode difusi agar berupa difusi sumur Ahmad dan Beg, 2001 atau difusi cakram Tayel dan Eltras, 2009. Kelebihan dan
kelemahan dari metode tersebut disajikan dalam Tabel 7. Tabel 7. Kelebihan dan dan kelemahan metode pengujian
Metode Kelebihan
Kelemahan Difusi agar
sederhana dalam pengerjaan senyawa yang diujikan harus dapat
berdifusi dengan baik dalam agar serta data yang dihasilkan bersifat
kualitatif Pengenceran
dapat mengetahui adanya kontaminasi dan dapat dilakukan
untuk bahan berwarna keruh pengerjaan membutuhkan waktu
yang lama Sumber: Parish dan Davidson 1993
Kultur media yang digunakan dalam penelitian yaitu media Nutrient Agar NA dan Nutrient Broth NB dengan komposisi yang dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Komposisi media NA dan NB Kandungan
NA NB
Beef extract 3 g
3 g Pepton
5 g 5 g
Agar 15 g
- Air distilasi
1 l 1 l
pH akhir 6,8 ± 0,2
6,8 ± 0,2 Sumber : BAM 2001
Prinsip metode difusi sumur dan difusi cakram serupa yaitu ekstrak yang diujikan ditempatkan dalam sumur atau kertas cakram yang telah diinokulasi oleh bakteri uji dan diamati
daya hambatnya setelah diinkubasi berupa terbentuknya zona bening. Zona bening yang terbentuk disebut diameter penghambatan. Diameter penghambatan yang terbentuk dipengaruhi
13 oleh konsentrasi ekstrak, tingkat kelarutan ekstrak dan kemampuan ekstrak berdifusi dalam agar
Prescott et al., 2005. Pada uji difusi sumur digunakan kontrol sebagai pembanding. Pada penelitian ini
menggunakan dimetilsulfoksida DMSO sebagai kontrol negatif. Kontrol negatif untuk melihat pengaruh DMSO terhadap aktivitas antimikroba dari ekstrak. Struktur DMSO dapat dilihat pada
Gambar 8.
Gambar 8. Struktur DMSO Sumber: http:www.bio- world.comsiteaccountsmasterfilesIMAGESPI-40470006.jpg
Kontrol positif digunakan senyawa antibiotik kloramfenikol D--threo-2-dichloracetamido- 1-p-nitro-phenyl-1,3-propanediol Jardetzky, 1963. Pada awalnya diproduksi oleh kultur
Streptomyces venezuelae namun saat ini telah diproduksi secara sintetis Prescott et al., 2005. Kontrol positif digunakan sebagai pembanding terhadap aktivitas antimikroba. Hal ini
disebabkan antibiotik merupakan senyawa antimikroba yang telah dibuat secara standar. Mekanisme kerja kloramfenikol yaitu dengan cara berikatan dengan subunit ribosom 50S untuk
mencegah sintesis protein dan menyebabkan kesalahan pembacaan kode oleh mRNA Prescott et al., 2005. Bentuk struktur antibiotik kloramfenikol dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Struktur kloramfenikol Sumber: http:www.bifcpresidency.tn.gov.inChloramphenicol.png; http:www.bio-
world.comsiteaccountsmasterfilesIMAGESPI-40470006.jpg Aktivitas antimikroba diukur dengan menentukan jumlah terkecil dari senyawa yang
dibutuhkan untuk menghambat pertumbuhan bakteri uji yang disebut dengan konsentrasi hambat minimal atau MIC Madigan et al., 2003; CDRH, 2009. Nilai MIC didefinisikan sebagai
konsentrasi terendah dari antimikroba yang dapat menurunkan pertumbuhan bakteri lebih besar dari 90 Cosentino, 1999.
Nilai MIC dipengaruhi oleh bakteri uji yang digunakan, jumlah inokulum yang digunakan, komposisi dari kultur media, waktu inkubasi, kondisi inkubasi seperti suhu, pH dan aerasi
Madigan et al., 2003. Ketika seluruh kondisi sudah terstandarkan maka dimungkinkan untuk dapat dibandingkan dengan bahan antimikroba yang berbeda dan dapat ditentukan yang lebih
efektif dalam menghambat organisme. Metode MIC tidak membedakan antara sidal dan statis karena metode ini dilakukan di dalam kultur media selama periode inkubasi.
14
III. METODOLOGI
A. BAHAN DAN ALAT