Tinjauan Umum Hutan Mangrove

mampu tumbuh di bawah induknya. Peralihan antara hutan ini dan dataran ditandai oleh adanya Lumnitzera racemosa, Xylocarpus moluccensis, Intsia bijuga, Ficus retusa, rotan, pandan, dan nibong pantai Oncosperma tigillaria. Tahap-tahap tidak selalu nyata terutama lokasi dimana hutan terganggu oleh manusia. Di hutan mangrove, pakis piai terdapat sangat umum dan padat Fakuara, 1991. Manfaat yang dapat diperoleh dari hutan mangrove sangat beragam baik fungsi fisik, biologis maupun ekonomis. Fungsi fisik antara lain menjaga keseimbangan ekosistem perairan pantai, melindungi pantai dan abrasi, penahan intrusi air laut ke daratan, menahan dan mengendapkan lumpur serta menyaring bahan pencemar Nursidah, 1996. Fungsi biologis adalah sebagai sumber bahan pelapukan yang merupakan sumber makanan bagi plankton dan invertebrata kecil, tempat berlindung dan berkembang berbagai macam ikan, kerang, kepiting dan udang; sebagai sumber plasma nutfah dan merupakan habitat alami bagi berbagai jenis biota Anwar dan Subiondono, 1996. Fungsi ekonomis merupakan sesuatu yang nyata bagi masyarakat pantai yaitu sebagai penghasil kayu baik untuk bahan bakar, arang maupun bangunan, dan sebagai penghasil bahan baku industri, penghasil ikan, nener, udang, kerang, kepiting dan madu serta sebagai tempat pariwisata.

2.2 Tinjauan Jenis Rhizophora mucronata

2.2.1 Tinjauan Umum Rhizophora mucronata

R. mucronata merupakan salah satu jenis tanaman mangrove yang termasuk dalam famili Rhizophoraceae. Taksonomi jenis ini secara lengkap adalah sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Sub kelas : Dialypetalae Bangsa : Myrtales Famili : Rhizophoraceae Genus : Rhizophora Spesies : Rhizophora mucronata R. mucronata dikenal sebagai bangka itam, dongoh korap, bakau hitam, bakau korap, bakau merah, jangkar, lenggayong, belukap dan lalanu. Tinggi pohon ini mencapai 27 m, jarang melebihi 30 m dengan diameter batang mencapai 70 cm. Kulit kayu berwarna gelap sampai hitam dan terdapat celah horizontal. Kayu R. mucronata bermanfaat sebagai kayu bakar arang, pulp, plywood, kulit kayu sebagai bahan pengawet dan buahnya dapat dipakai untuk campuran lauk pauk Ditjen RRL, 1997. Sementara itu Noor et al. 1999 menyatakan bahwa selain digunakan sebagai bahan bakar dan arang, R. mucronata kadang-kadang digunakan sebagai obat dalam kasus hematuria pendarahan pada air seni, tanin dari kulit kayu digunakan sebagai pewarnaan dan dapat juga ditanam untuk melindungi pematang disepanjang tambak. Jenis ini mempunyai daerah penyebaran meliputi Afrika Timur, Madagaskar, Asia Tenggara, seluruh Malaysia dan Indonesia, Melanesia dan Mikronesia.

2.2.2 Tinjauan Botanis Rhizophora mucronata

Menurut Ewusie 1990, R. mucronata mempunyai bentuk akar tunjang yang dapat mendukung berdirinya akar tersebut dan juga berfungsi sebagai banir pada pohon yang sudah tua. Disamping sebagai pendukungmemperkokoh berdirinya pohon, akar tersebut berfungsi juga untuk mengambil unsur hara dan menahan sedimen. Akar R. mucronata memiliki lentisel yang berfungsi sebagai alat pernafasan Bengen, 2000. Batang diselimuti kulit berganda 4-5 cm dan mengandung zat penyamak. Kulit tersebut retak berkotak-kotak tidak berlentisel dan bagian dalamnya berwarna kuning sampai orange Ditjen RRL, 1997. Noor et al. 1999 mendeskripsikan bahwa daun R. mucronata mempunyai gagang berwarna hijau dengan panjang 2,5-5,5 cm. Bentuknya elips melebar hingga bulat memanjang dengan ujung meruncing dan mempunyai ukuran 11-23 x 5-13 cm. Bunga R. mucronata berada di ketiak daun dengan formasi berkelompok 4-8 bunga perkelompok. Mempunyai daun mahkota sebanyak 4 dengan warna putih dan memiliki rambut. Kelopak bunga 4 dan berwarna kuning pucat. Benang sari 8 dan tidak bertangkai. Sementara itu, buah lonjongpanjang hingga berbentuk telur berukuran 5-7 cm, berwarna hijau kecoklatan, seringkali kasar dan berbiji tunggal. Hipokotil silindris, kasar dan berbintil. Leher kotiledon kuning ketika matang. Ukuran hipokotil yaitu panjang 36-70 cm dan diameter 2-3 cm Noor et al., 1999.

2.3 Penyimpanan Benih

Menurut Sutopo 2002, penyimpanan benih adalah untuk mempertahankan viabilitas yang maksimum selama mungkin, sehingga simpanan energi yang dimiliki benih tidak menjadi bocor dan benih mempunyai cukup energi untuk tumbuh pada saat ditanam. Maksud dari penyimpanan benih di waktu tertentu adalah agar benih dapat ditanam pada waktu yang diperlukan dan untuk tujuan pelestarian benih dari sesuatu jenis tanaman. Tujuan utama penyimpanan benih menurut Sutopo 2002 adalah untuk mempertahankan viabilitas benih dalam periode simpan yang sepanjang mungkin. Untuk tujuan ini, diperlukan suatu periode simpan dari hanya beberapa hari, semusim, setahun bahkan sampai beberapa puluh tahun bila ditujukan untuk pelestarian jenis. Bila ditinjau dari viabilitasnya secara umum benih dibedakan antara berdaya simpan baik, sedang dan jelek. Agar benih memiliki daya simpan yang baik maka benih harus memiliki kekuatan tumbuh dan daya kecambah yang semaksimal mungkin. Viabilitas benih dapat diperpanjang bila benih disimpan pada kondisi yang terlindung dari panas, uap, air dan oksigen Aug Pyr de Candolle, 1832 dalam Justice and Bass, 2002. Justice and Bass 2002 juga mengatakan bahwa tujuan utama penyimpanan benih tanaman bernilai ekonomi ialah untuk mengawetkan cadangan bahan tanam dari satu musim ke musim berikutnya. Menurut King dan Roberts 1979 dalam Anggraini 2000, berdasarkan kadar air dan suhu, benih dapat dikelompokkan menjadi dua kelas yaitu benih ortodok dan benih rekalsitran. Benih ortodok yaitu benih yang dapat disimpan pada kadar air rendah sekitar 5 dan suhu di bawah titik beku, pada kelembaban relatif 15 - 20 untuk periode simpan lama. Benih rekalsitran yaitu benih yang dapat disimpan pada kadar air yang tinggi 20 - 50 dan suhu 20 ºC – 30 ºC