Ruang dan Wadah Penyimpanan

2.5 Media Simpan 2.5.1 Serbuk Gergaji Media simpan serbuk gergaji merupakan limbah yang berasal terutama dari industri penggergajian kayu. Limbah tersebut dapat menimbulkan pengotoran lingkungan apabila tidak dapat diatasi, baik pembuangan maupun pemanfaatannya Anggraini, 2000. Serbuk gergaji kayu mengandung komponen kimia yang sama dengan yang terkandung dalam batang kayu, yakni komponen selulosa, lignin, hemisellulosa dan zat ekstraktif. Disamping itu serbuk gergaji juga mengandung 0,24 N, 0,20 P dan 0,45 K. Debu dari kayu cukup kaya akan zat makanan bagi tumbuh-tumbuhan terutama CaCO3 Darusman, 1973 dalam Anggraini, 2000.

2.5.2 Sabut Kelapa

Media simpan lain yang digunakan selain serbuk gergaji adalah sabut kelapa. Sabut kelapa memenuhi kriteria sebagai media perakaran karena berserat, mempunyai kamampuan menahan air, longgar, ringan, mudah didapat dan tidak mahal Kijkar, 1992.

2.6 Perkecambahan

Kramer, Paul dan Kosloswski 1960 dalam Martini dan Zainal 1982 menyatakan bahwa perkecambahan adalah proses dimana embrio tumbuh kembali menjadi kecambah yang ditandai dengan keluarnya bakal akar dan bakal tanaman dari kulit biji. Kamil 1982 mengemukakan bahwa secara visual dan morfologis suatu biji yang berkecambah umumnya ditandai dengan terlihatnya akar redicle atau daun plumule yang menonjol keluar dari biji. Soekotjo 1976 dalam Anggraini 2000 menyatakan bahwa proses fisiologis yang berhubungan dengan perkecambahan biji adalah : a absorbsi air, yang sebagian besar dilakukan dengan imbibisi; b permulaan pembesaran sel dan pembagian sel; c meningkatnya jumlah enzim-enzim dan aktivitas enzim serta pencernaan cadangan makanan; d pengangkutan bahan makanan ke daerah- daerah pertumbuhan; e meningkatnya respirasi dan asimilasi, pertumbuhan sel baru dan protoplasma; f meningkatnya pembagian sel dan pembelahan sel; g diferensiasi dari sel-sel menjadi berbagai jaringan dan bagian-bagian suatu anakan pohon. Untuk pengujian perkecambahan dapat dipakai berbagai media perkecambahan. Media perkecambahan yang biasa dipakai untuk pengujian antara lain : kertas substrat, pasir dan tanah Kuswanto, 1997. Menurut Manan 1976, syarat-syarat media yang baik untuk perkecambahan antara lain : 1 mempunyai porositas yang cukup sehingga terdapat aerasi udara dan drainase air yang perlu bagi benih yang sedang berkecambah; 2 bebas dari jamur dan jasad renik lainnya dan 3 tidak beracun terhadap kecambah. Ada dua tipe perkecambahan yang didasarkan atas letak kotiledon terhadap permukaan tanah yaitu tipe epigeal dan tipe hypogeal. Tipe epigeal yaitu dimana kotiledonnya terangkat di atas permukaan tanah sewaktu pertumbuhannya. Dan tipe hypogeal yaitu bila kotiledonnya tetap tinggal di bawah permukaan tanah sewaktu pertumbuhannya Kamil, 1982. Menurut Kamil 1982, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perkecambahan benih, terbagi atas faktor dalam benih dan faktor luar benih. Faktor dalam benih antara lain adalah tingkat kemasakan benih, ukuran benih, dormansi rudimeter benih kurang masak, asal benih, dan daya tembus air dan unsur-unsur mekanik lainnya pada kulit biji. Sedangkan faktor luar benih meliputi air, suhu, oksigen, cahaya dan medium.

2.7 Uji Viabilitas

Viabilitas benih merupakan daya hidup benih yang ditunjukkan melalui fenomena pertumbuhan atau struktur tumbuh kecambah dan gejala metabolismenya. Viabilitas benih dipengaruhi oleh faktor genetik, kondisi lingkungan saat proses perkembangan benih pada tanaman induk dan kondisi lingkungan selama penyimpanan. Sadjad 1993 mengindikasikan viabilitas benih dalam beberapa tolak ukur, baik tolak ukur yang secara langsung menilai pertumbuhan benih maupun yang secara tidak langsung menilai gejala metabolisme atau mengamati beberapa komponen makro molekul sitoplasma dan aberasi kromosom di dalam inti selnya. Menurut Sadjad 1980, pengujian benih dalam indikasi tidak langsung tidak ditunjukan oleh perkecambahan atau pertumbuhan melainkan oleh hidup matinya sel-sel pada jaringan embrio. Willan 1984 menyatakan bahwa pendugaan potensial perkecambahan suatu sampel kadang merupakan suatu metode yang hampir relevan dengan praktek dalam kehutanan. Tetapi pengujian dengan perkecambahan memerlukan waktu berminggu-minggu, dan untuk jenis tertentu diperlukan perlakuan pendahuluan. Untuk itu diperlukan metode pengujian viabilitas benih yang dapat menduga secara akurat namun lebih cepat daripada pengujian pengecambahan. Untuk memperoleh keterangan mengenai viabilitas suatu benih dalam waktu singkat telah dikembangkan beberapa metode uji cepat viabilitas benih atau uji viabilitas benih secara tidak langsung. Metode pengujian viabilitas yang umum dilakukan salah satunya adalah uji belah cutting test. Uji belah merupakan suatu metode uji cepat yang biasanya digunakan untuk menguji viabilitas benih dalam jumlah banyak. Uji ini dapat digunakan dilapangan untuk memperkirakan benih yang masak atau kualitas kumpulan benih dalam kegiatan pengumpulan benih. Tetapi uji ini cenderung kurang dapat dipercaya hasilnya karena terkadang hanya dengan melihat penampilannya secara langsung, benih tersebut seperti hidup padahal kalau dikecambahkan gagal berkecambah Leloup, 1955 dalam Alfiani, 2003. Menurut Willan 1984, uji belah merupakan salah satu uji viabilitas paling sederhana dengan cara melihat langsung dengan mata terhadap benih yang telah dibelah, dibuka dengan pisau atau skalpel. Jika endosperma memiliki warna normal dengan embrio yang baik maka benih mempunyai kemungkinan berkecambah. Pengujian ini kurang teliti bagi benih-benih jenis konifer dan benih- benih kecil lainnya karena menghasilkan angka perkecambahan yang lebih tinggi dari keadaan sebenarnya. Sadjad 1980 menyatakan bahwa secara umum pengujian viabilitas benih itu mencakup pengujian daya kecambah atau daya tumbuh dan pengujian vigor. Pengujian daya berkecambah atau daya tumbuh memberikan informasi tentang kemungkinan tanaman berproduksi normal dalam kondisi lapang dan lingkungan yang serba normal. Pengujian vigor mancakup dua fase, masing-masing adalah : 1 pengujian kekuatan tumbuh dan 2 pengujian daya simpan. Pengujian kekuatan tumbuh berorientasi pada kemampuan tumbuh benih di lapangan. Selain