Penyimpanan Benih TINJAUAN PUSTAKA

dianjurkan untuk menanam setelah pengumpulan dari pohon induk. Kandungan benih menjadi faktor yang sangat penting dalam penyimpanan. Pada benih rekalsitran, terdapat hubungan yang sangat erat antara kadar air benih dengan daya kecambah benih. Benih dengan kadar air yang tinggi cenderung akan mempunyai daya kecambah yang tinggi pula. Oleh karena itu, penentuan kadar air dari suatu kelompok benih sangat penting dilakukan, karena laju kemunduran viabilitas benih dalam penyimpanan sangat dipengaruhi oleh kadar air Anggraini, 2000. Ketahanan benih untuk disimpan beraneka ragam tergantung dari jenis benih, cara dan tempat penyimpanan. Tempat untuk menyimpan benih juga bervariasi tergantung dari macam benih serta maksud dan lama penyimpanan Sutopo, 2002. Manan 1976 berpendapat bahwa penyimpanan benih yang baik merupakan usaha pengawetan viabilitas benih, sejak pengumpulan sampai penyebaran benih di persemaian atau penanaman benih langsung di lapangan. Pertimbangan-pertimbangan lain dalam hal penyimpanan benih adalah : 1 musim panen tidak tepat dengan musim penanaman; 2 spesies-spesies tanaman tidak berbuah setiap tahun; 3 biji-biji harus diangkut dari jarak yang jauh; 4 biji-biji perlu dimasakkan lebih dulu setelah panen agar perkecambahannya baik. Umur simpan benih dipengaruhi oleh sifat benih, kondisi lingkungan dan perlakuan manusia. Daya simpan individu benih dipengaruhi oleh faktor sifat dan kondisi seperti : pengaruh genetik, pengaruh kondisi sebelum panen, pengaruh struktur dan komposisi benih, kulit benih, tingkat kemasakan, ukuran, dormansi, kadar air benih, kerusakan mekanik dan vigor. Sedangkan pengaruh lingkungan meliputi : suhu, kelembaban dan cahaya Justice and Bass, 2002.

2.4 Ruang dan Wadah Penyimpanan

Justice dan Bass 2002 menyatakan bahwa setiap kenaikan suhu penyimpanan 5 ÂșC dan setiap kenaikan 1 kadar air benih, maka masa hidup benihnya diperpendek setengahnya. Secara umum viabilitas dan vigor benih menurun sejalan dengan meningkatnya suhu dan semakin lamanya benih terkena suhu tinggi serta dengan meningkatnya kandungan air benih. Pada suhu tertentu, kerusakan berkurang dengan berkurangnya kadar air benih. Kondisi ruang simpan mempengaruhi viabilitas benih yang disimpan, terutama RH dan suhu yang merupakan faktor utama yang harus diperhatikan dalam mempertahankan daya simpan benih. Penyimpanan benih pada daerah beriklim tropis seperti Indonesia sering mengalami kendala terutama karena adanya fluktuasi suhu. Harrington 1972 menyatakan untuk penyimpanan benih selama mungkin tanpa menghilangkan daya berkecambah dan vigor benih dapat dilakukan dengan mengkondisikan lingkungan yang kering dan dingin. Untuk memperpanjang daya berkecambah dan vigor benih dapat dilakukan dengan cara penyimpanan dalam kamar dingin, penyimpanan dalam ruang simpan yang dihumidifikasi dan penyimpanan dalam wadah kedap uap air atau wadah yang resisten terhadap kelembaban. Pengemasan benih bertujuan untuk melindungi benih dari kerusakan fisik maupun fisiologis. Pemilihannya didasari pertimbangan tujuan penyimpanan, jumlah benih yang disimpan dan kondisi ruang simpan maupun lamanya benih berada dalam wadah simpan Bass, Te and Winter, 1961 dalam Anggraini, 2000. Biji-biji bakau memerlukan penanganan yang hati-hati dan transportasi yang tidak mudah. Oleh karena itu, penentuan wadah simpan juga harus memperhatikan karakteristik biji-biji tersebut. Adapun karakteristik yang perlu diperhatikan adalah : 1. Ukuran dan berat benih yang besar membutuhkan ruang yang cukup besar. 2. Bentuk alami benih vivipar yang menghasilkan pertumbuhan yang terus- menerus sejak benih masih melekat di pohon dan pertumbuhan bijinya membutuhkan kelembaban tertentu. 3. Bijinya yang mengandung banyak air sangat peka terhadap sengatan matahari dan luka mekanik. Segera setelah pengumpulan, usahakan untuk tetap menempatkan biji di bawah naungan untuk menghindari penurunan kelembaban yang berarti. Saat melakukan transportasi biji-biji tersebut sebaiknya ditempatkan pada posisi horisontal dan ditutupi oleh karung goni atau bahan yang lembab serta terlindungi dari panas Departemen Kehutanan, 1998. 2.5 Media Simpan 2.5.1 Serbuk Gergaji Media simpan serbuk gergaji merupakan limbah yang berasal terutama dari industri penggergajian kayu. Limbah tersebut dapat menimbulkan pengotoran lingkungan apabila tidak dapat diatasi, baik pembuangan maupun pemanfaatannya Anggraini, 2000. Serbuk gergaji kayu mengandung komponen kimia yang sama dengan yang terkandung dalam batang kayu, yakni komponen selulosa, lignin, hemisellulosa dan zat ekstraktif. Disamping itu serbuk gergaji juga mengandung 0,24 N, 0,20 P dan 0,45 K. Debu dari kayu cukup kaya akan zat makanan bagi tumbuh-tumbuhan terutama CaCO3 Darusman, 1973 dalam Anggraini, 2000.

2.5.2 Sabut Kelapa

Media simpan lain yang digunakan selain serbuk gergaji adalah sabut kelapa. Sabut kelapa memenuhi kriteria sebagai media perakaran karena berserat, mempunyai kamampuan menahan air, longgar, ringan, mudah didapat dan tidak mahal Kijkar, 1992.

2.6 Perkecambahan

Kramer, Paul dan Kosloswski 1960 dalam Martini dan Zainal 1982 menyatakan bahwa perkecambahan adalah proses dimana embrio tumbuh kembali menjadi kecambah yang ditandai dengan keluarnya bakal akar dan bakal tanaman dari kulit biji. Kamil 1982 mengemukakan bahwa secara visual dan morfologis suatu biji yang berkecambah umumnya ditandai dengan terlihatnya akar redicle atau daun plumule yang menonjol keluar dari biji. Soekotjo 1976 dalam Anggraini 2000 menyatakan bahwa proses fisiologis yang berhubungan dengan perkecambahan biji adalah : a absorbsi air, yang sebagian besar dilakukan dengan imbibisi; b permulaan pembesaran sel dan pembagian sel; c meningkatnya jumlah enzim-enzim dan aktivitas enzim serta pencernaan cadangan makanan; d pengangkutan bahan makanan ke daerah- daerah pertumbuhan; e meningkatnya respirasi dan asimilasi, pertumbuhan sel baru dan protoplasma; f meningkatnya pembagian sel dan pembelahan sel; g