yang telah ada sebelumnya. Sistem ini merupakan sistem yang benar-benar baru baik mengenai cara-cara penamaan tata nama maupun definisi-definisi mengenai
horison-horison penciri ataupun sifat-sifat penciri lain yang digunakan untuk menentukan jenis-jenis tanah Buol et al., 1980.
Menurut Hardjowigeno 1993, kategori order menggunakan faktor pembeda ada tidaknya horison atau sifat penciri tertentu serta jenis atau sifat dari
horison penciri tersebut. Suborder menggunakan faktor pembeda keseragaman genetik, misalnya sifat-sifat tanah yang berhubungan dengan penggaruh
pengendapan oleh aliran air, regim kelembaban tanah, bahan induk pasir, horison dan sifat-sifat penciri tanah tertentu, tingkat pelapukan bahan organik untuk tanah
organik. Kesamaan jenis, tingkat perkembangan dan susunan horison, kejenuhan basa, regim kelembaban, ada tidaknya lapisan penciri, seperti plintit, fragipan,
duripan menunjukkan sifat pembeda kategori great group. Sedangkan pada kategori subgroup, terdiri dari sifat-sifat inti dari great group subgroup typic,
sifat-sifat tanah peralihan ke great group lain, suborder atau order, sifat-sifat tanah peralihan ke bukan tanah. Kategori famili sifat-sifat pembeda antara lain: sebaran
besar butir, susunan mineral liat, regim temperatur pada kedalaman 50 cm. sedangkan pada tingkat seri faktor pembedanya antara lain : susunan horison,
warna, tekstur, struktur, konsistensi, reaksi tanah dari masing-masing horison, sifat-sifat kimia dan mineral masing-masing horison.
2.6 Pemetaan dan Peta Tanah
Pemetaan tanah merupakan suatu usaha untuk menggambarkan sebaran jenis-jenis tanah yang terdapat pada suatu daerah. Kegiatan pemetaan tanah
mencakup identifikasi dan klasifikasi tipe-tipe tanah yang terdapat pada suatu wilayah serta membatasi distribusinya dan dituangkan kedalam peta tanah.
Andahl 1958, dalam Buol et al., 1980 menyatakan bahwa pemetaan tanah merupakan suatu kegiatan mengorganisasikan dan memperkenalkan ilmu
pengetahuan mengenai karakteristik, kualitas dan tingkah laku tanah yang diklasifikasikan dan digambarkan ke dalam suatu peta. Peta tanah biasanya dibuat
dengan memperhatikan berbagai peta lainnya yang bersifat lebih umum, seperti peta geologi, peta topografi dan potret udara. Ketiga peta tersebut merupakan alat
yang umum dipakai dalam membantu pemetaan tanah sesuai dengan skala peta yang dibuat.
Menurut Hardjowigeno et al. 1999, peta tanah adalah suatu peta yang menggambarkan penyebaran jenis-jenis tanah di suatu daerah. Peta ini dilengkapi
dengan legenda yang secara singkat menerangkan sifat-sifat tanah dari masing- masing satuan peta. Peta tanah biasanya disertai pula dengan laporan pemetaan
tanah yang menerangkan lebih lanjut sifat-sifat dan kemampuan tanah yang digambarkan dalam peta tersebut. Tujuan pemetaan adalah melakukan
pengelompokkan tanah kedalam satuan-satuan peta tanah yang masing-masing mempunyai sifat yang sama. Peta tanah tidak hanya mencantumkan nama-nama
tanah yang terdapat di daerah tersebut, tetapi juga beberapa sifat penting dari tanah tersebut.
Peta umumnya dibuat dari hasil pengamatan lapang melalui survei tanah. Secara umum ada empat sistem yang digunakan sebagai dasar dalam pengamatan
lapang yaitu : a. Sistem titik potong grid system berdasarkan pada selang- selang jalur tertentu dan dilakukan pada lahan yang datar. Pengamatan ini
dilakukan apabila peta dasarnya kurang lengkap. b. Sistem bebas berdasarkan perubahan faktor-faktor pembentuk tanah dan hasil interpretasi foto udara serta
land system. Pengamatan ini dilakukan apabila peta dasar dan data penunjangnya lengkap. c. Sistem sistematik yang hampir serupa dengan grid system, tetapi
jarak pengamatannya berbeda-beda berdasarkan garis potong pada lereng. Pengamatan ini dilakukan apabila peta dasar dan data penunjang lainnya lengkap.
d. Sistem bebas sistematik yang merupakan kombinasi grid system, sistem bebas dan sistem sistematik, pengamatan ini dilakukan untuk mengatasi kekurangan
waktu pengamatan di lapang dengan peta dasar dan data penunjang lengkap, serta berdasarkan hasil interpretasi foto udara.
Hardjowigeno 1985 menambahkan bahwa metode grid lebih cocok untuk daerah-daerah yang mempunyai bentuk wilayah datar, sedangkan untuk daerah
yang bergelombang dapat memberikan hasil yang salah. Hal ini disebabkan karena penyebaran tanah di suatu daerah tidak terjadi secara acak tetapi lebih
bersifat sistematis.
BAB III BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan dari bulan Februari sampai September 2009. Pengambilan contoh tanah dan pengamatan lapang dilakukan di Lokasi Demplot
milik Badan Pertanahan Nasional, Desa Setu, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Sedangkan analisis sifat fisik tanah dilakukan di
laboratorium Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan adalah peta kontur skala 1:1000 dengan interval kontur 0.5 m dibuat oleh Badan Pertanahan Nasional, peta geologi
Lembar Serang dan Lembar Jakarta, dan data iklim. Adapun alat yang digunakan adalah : GPS, ring sampel, pisau lapang, meteran, munsel soil color chart, abnney
level, kompas, cangkul alat-alat tulis dan perangkat lunak yaitu : GIS Software Arcview GIS 3.3 dan perangkat statistik Minitab 13.
3.3 Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dalam beberapa tahap yaitu: persiapan, pelaksanaan lapang, analisis laboratorium analisis sifat fisik tanah dan analisis data.
3.3.1 Persiapan
Tahap awal yang dilakukan adalah pengumpulan data dan informasi yang menunjang untuk tahap pelaksanaan di lapang seperti peta kontur. Menentukan
titik pengamatan berdasarkan bentuk lahan pada daerah penelitian.
3.3.2 Pelaksanaan Lapang
Pelaksanaan pengamatan di lapang dilakukan dengan sistem grid, dimana jarak antara titik pengamatan + 50 m. Titik pengamatan disajikan pada Gambar 2.
Pengamatan dilakukan dengan membuat profil mini mini pit dengan kedalaman + 40 cm yang disusul dengan pemboran untuk pengamatan sifat morfologi tanah