Proses Geomorfik dan Bentuk Lahan

mengakibatkan perbedaan dalam kandungan unsur hara pada tanah lapisan atas. Untuk membandingkan keragaman sifat-sifat tanah yang berbeda dapat digunakan Koefisien Keragaman KK. Wilding dan Drees 1983 mengelompokkan keragaman sifat-sifat tanah menjadi tiga kelas berdasarkan tingkat kehomogenannya, yaitu : 1. Keragaman rendah KK15 2. Keragaman sedang KK15-35 3. Keragaman tinggi KK35 Pola keragaman tanah sangat tergantung pada skala pengamatan, macam, sifat- sifat tanah dan metodologi yang digunakan untuk penelitian Wilding dan Drees, 1983.

2.2 Proses Geomorfik dan Bentuk Lahan

Semua perubahan baik fisik maupun kimia yang mempengaruhi perubahan bentuk permukaan bumi disebut proses geomorfik. Menurut Wiradisastra et al. 1999 bentuk-bentuk lahan yang ada dimuka bumi terjadi melalui proses geomorfik yaitu semua perubahan, baik fisik maupun kimia yang mempengaruhi perubahan bentuk permukaan bumi. Faktor penyebabnya berupa tenaga geomorfik yaitu semua media alami yang mampu memantapkan dan mengangkut bahan dipermukaan bumi. Tenaga tersebut antara lain berupa air mengalir, air tanah, gletser, angin, dan gerakan air lainnya gelombang laut, pasang surut dan tsunami. Menurut Thornbury 1969 secara garis besar proses geomorfik yang membentuk rupa bumi terdiri dari proses eksogenetik epigenetik, endogenetik hipogenetik, dan ekstraterestrial. Proses eksogenetik terjadi melalui proses gradasi dan aktivitas organisme termasuk manusia. Proses gradasi dapat berupa degradasi yang dapat terjadi melalui proses hancuran iklim weathering processes, gerakan massa mass wasting, dan erosi. Proses gradasi dapat pula terjadi melalui agradasi yang penyebabnya berupa air mengalir, air tanah, gelombang air laut atau danau, arus pasang surut, tsunami, gerakan angin dan gletser. Proses endogenetik terjadi melalui diastrofisme dan volkanisme, sedangkan proses ekstraterestrial terjadi melalui jatuhnya meteor. Bentuk muka bumi yang terbentuk melalui proses geomorfik di atas dapat didefinisikan sebagai bentuk lahan. Bentuk lahan landform merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan masing-masing dari setiap satu kenampakan dari kenampakan secara menyeluruh dan sinambung multitudineous features yang secara bersama-sama membentuk permukaan bumi. Hal ini mencakup semua kenampakan yang luas, seperti dataran, plato, gunung dan kenampakan- kenampakan kecil seperti bukit, lembah, ngarai, arroyo, lereng, dan kipas aluvial Desaunettes, 1977. Wiradisastra et al. 1999 menambahkan bahwa bentuk lahan merupakan konfigurasi permukaan lahan land surface yang mempunyai bentuk-bentuk khusus. Suatu bentuk lahan akan dicirikan oleh struktur atau batuannya, proses pembentukannya, dan mempunyai kesan topografi spesifik. Lereng merupakan unsur topografi yang mempengaruhi sifat-sifat dan perkembangan tanah. Lereng adalah perbedaan tinggi atau bentuk wilayah suatu daerah termasuk di dalamnya perbedaan kecuraman dan bentuk lereng Hardjowigeno, 1995. Kemiringan lereng ditunjukkan oleh besarnya sudut yang terbentuk antara permukaan bumi dengan bidang datar. Betuk lereng merupakan wujud permukaan lereng yang dapat berbentuk cembung, cekung maupun datar. Lereng terdiri dari bagian puncak crest, bagian cembung, bagian cekung dan kaki lereng Hardjowigeno, 1993. Savigear 1960, dalam Darmawan, 1987 mengklasifikasikan lereng berdasarkan kemiringan dan posisinya menjadi tiga bagian component, yaitu : 1. Puncak lereng crestslope, 2 Punggung lereng backslope, dan 3. Kaki lereng footslope. Puncak lereng adalah bagian lereng mulai dari bagian teratas hingga bagian yang mulai curam, punggung lereng adalah bagian berikutnya yang mempunyai kamiringan maksimum dan hampir tetap, sedangkan kaki lereng adalah bagian yang melandai mulai dari batas terakhir punggung lereng hingga pusat lembah Gambar 1. Gambar 1. Klasifikasi Lereng Menurut Savigear 1960, dalam Darmawan, 1987 Secara ringkas proses-proses geomorfik yang terjadi pada bentuk lahan dan sering terjadi secara bersamaan adalah erosi, transportasi dan deposisi. Erosi tidak berpengaruh nyata jika tida ada selisih ketinggian lereng. Secara umum proses erosi lebih banyak terjadi pada bagian atas lereng, sedangkan proses transportasi lebih banyak terjadi pada lereng bagian tengah dan proses deposisi terjadi pada lereng bagian bawah Wiradisastra et al., 1999.

2.3 Sifat Morfologi Tanah di Lapang